Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuliner Jepang kini banyak disukai masyarakat Indonesia. Mulai dari ramen, sushi, shabu-shabu, yakiniku, dan teriyaki. Namun ada rasa waswas ketika hendak menyantap kuliner Jepang ini, apakah menggunakan bahan dan bumbu yang halal? apakah peralatan memasaknya digunakan terpisah, dan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keterangan 'no pork' atau tidak menggunakan bahan baku babi belum menjamin apakah hidangan di sebuah restoran masuk kategori halal. Musababnya, salah satu bumbu bernama mirin yang kerap dicampurkan dalam masakan Jepang mengandung alkohol.
Direktur Boga Group, perusahaan pemilik restoran Jepang Shaburi & Kintan Buffet, Kusnadi Rahardja mengatakan kuliner halal kini berkembang menjadi tren global. "Kalau saya pergi ke Cina dan Jepang, mereka punya restoran halal," kata Kusnadi di Shaburi & Kintan Buffet Pacific Place, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019.
Sebab itu, Shaburi & Kintan Buffet berupaya mendapatkan sertifikasi halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik atau LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI). Restoran Jepang waralaba di bawah perusahaan Boga Group, ini telah melalui proses selama 1,5 tahun untuk mendapatkan sertifikasi halal pada 22 Mei 2019.
Shaburi & Kintan Buffet yang menyajikan menu shabu-shabu dan yakiniku ini telah memiliki 59 cabang restoran di Indonesia. Adapun lokasinya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Surabaya, Bali, Medan, Makassar, dan Batam. "Sertifikasi halal ini rasa nyaman dan pengalaman bersantap yang berkesan," ujar Kusnadi.
Direktur PT Inovasi Kuliner Indonesia Merek Utama Shaburi & Kintan Buffet, Matsufuji Shinichirou mengatakan sertifikasi halal akan menambah minat pengunjung. "Sajian produk yang memenuhi persyaratan keamanan pangan yang berkualitas," tuturnya.
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lukmanul Hakim saat memasang QR Code sertifikasi halal di Shaburi & Kintan Buffet di Pacific Place, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019. TEMPO | Bram Setiawan
Adapun Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim mengamati kecenderungan tren makanan Jepang semakin diminati di Indonesia. Namun terkait kriteria bahan makanannya masih perlu menyesuaikan karena dari negara asalnya, Jepang, halal belum menjadi sesuatu yang penting.
Lukmanul Hakim menjelaskan beberapa hal yang dipertimbangkan dalam pengujian sertifikasi halal. "Bahan yang digunakan sesuai kualitas dan halal, namun tetap memberikan orisinalitas rasanya," katanya. Untuk menuju proses sertifikasi halal, perusahaan terkait harus mengajukan permintaannya.
Setelah itu, petugas LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan dengan mengunjungi semua outlet. "Kami juga memberikan pendampingan karena halal itu harus transparan," tuturnya.