Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lima tokoh perempuan dipilih menjadi pemeran utama pameran foto dengan tajuk "Kiprah Perempuan Pesisir". Mereka memiliki latar belakang, usia, dan kondisi kehidupan yang berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaonah, pengrajin batik yang tetap ingin turut melestarikan batik Tegal meski usianya sudah 92 tahun. Selain batik, Tegal juga pernah dikenal dengan kipas kain yang khas. Orang-orang tegal mengenalnya dengan kipas "orang meriang", sebab kipas-kipas ini kerap dijual di sekitar rumah sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski tak lagi sepopuler dulu, Syariah, 86 tahun, tetap memproduksinya. Alasannya persis dengan Jaonah, ia tak ingin kipas kain khas tegal ini punah.
Sukma Dewi, penghayat kepercayaan yang tetap bertahan meski hidupnya tak mudah di tengah isu intoleransi.
Suwitri, 74 tahun, penari Topeng Endel. Di kondisi tubuhnya yang tak lagi sekuat dulu, alunan musik pengiring tari Topeng Endel justru selalu berhasil membuatnya merasa segar kembali. Ia akan langsung berlenggak lenggok, seakan lupa dengan sakit atau dukanya.
Terakhir, ada Riani. Perempuan yang sehari-harinya bekerja sebagai pemulung ini mengabdikan dirinya mendampingi anak-anak belajar membaca, berhitung, dan menulis. Meski tak berpunya, ia tak miskin empati. Ia berhasil membuka rumah baca yang diberi nama "Hati nurani".
Buku-buku yang ada di rumah bacanya tak banyak, namun cukup untuk memberi literasi dasar anak-anak di sana. "Buku-buku di rumah baca saya dapatkan dari sumbangan, atau kalau nemu di tempat pembuangan sampah saat memulung," ujar riani.
Jaonah, satu dari lima tokoh perempuan Pantura yang diangkat dalam pameran foto bertajuk "Kiprah Perempuan Pesisir" di Spasi Creative Space, Kota Tegal, Jawa Tengah. TEMPO/Inge Klara Safitri.
Foto-foto dan cerita kelimanya dipamerkan di Spasi Creative Space, Kota Tegal, Jawa tengah sejak 4 Juni lalu. Pameran ini akan berakhir pada 18 Juni 2022.
Ketua Panitia Pameran, Siwi Rimayani Oktora mengatakan, pameran ini dibuat sebagai bentuk apresiasi untuk kelima tokoh yang mungkin tak lagi dikenal oleh generasi sekarang. Selain itu, Spasi juga mengapresiasi upaya Kristi Dwi Utami sebagai fotografer yang ingin berbagi cerita lewat gambar yang dia abadikan.
"Pameran ini bukan hanya sekedar show off karya tapi kami ingin yang datang bisa ikut merasakan apa yang diceritakan lima tokoh yang dicapture mba Kristi," ujar Siwi.
Senada, Kristi, sang fotografer juga mengaku tujuan utama dari pameran ini adalah ia ingin berbagi kisah yang ia tangkap dari lima tokoh perempuan ini. Meski mengangkat ketokohan perempuan bukan hal yang baru, tapi stigma perempuan selalu jadi pilihan kedua cukup mengusiknya.
Awalnya ia hanya berencana mempublikasi cerita kelimanya di media tempat ia bekerja, yakni Koran Kompas. "Lalu teman-teman dari Spasi Creative Space menawarkan kesempatan ini. Di samping perempuan support perempuan tapi ternyata semuanya support. Aku merasa terfasilitasi," katanya.