Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Es dawet Mbah Hari termasuk salah satu kuliner legendaris di Yogyakarta. Es dawet bercita rasa legit dan manis ini sudah ada sejak 1965 di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, tepatnya di los pertama sebelah utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mbah masih muda sekali waktu pertama berjualan dawet. Saat itu belum banyak minuman yang aneh-aneh seperti sekarang," kata Mbah Hari di Pasar Beringharjo, Kamis 5 September 2019. Mbah Hari berusaha mempertahankan cita rasa es dawet buatannya selama lebih dari setengah abad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seluruh menu dan variasi dawet Mbah Hari dibuat sendiri dari bahan alami dan tidak menggunakan mesin. Dengan dibantu suami, sejak malam hingga dini hari Mbah Hari menyiapkan menu es dawet buatannya untuk pembeli.
Es Dawet Mbah Hari berisi cendol warna-warni, cincau, santan dan juruh atau gula jawa beserta potongan buah nangka. Dalam menyajikannya, Mbah Hari menggabungkan seluruh varian dan menambahkan es batu agar minuman tambah segar.
Mbah Hari mengatakan resep es dawet buatannya ini berasal dari ibunya yang juga berjualan es dawet. Dia tertarik untuk meneruskan usaha ibunya dan bertahan hingga kini. "Saya tidak pernah menambahi apapun dari resep es dawet yang sudah turun-temurun ini supaya rasanya sama seperti yang ibu saya buat dulu," ucap dia.
Mbah Hari berjualan mulai pukul 09.00 sampai 15.00. Saban hari dia berangkat dari Bantul menuju Pasar Beringharjo dengan mengayuh sepeda onthel. Mbah Hari tak tertarik untuk pindah ke tempat yang lebih dekat karena dia sudah punya banyak pelanggan di Pasar Beringharjo.
Pembeli es dawet Mbah Hari bukan saja orang yang sehari-hari berjualan di pasar itu. Wisatawan domestik dan mancanegara juga penasaran dengan cita rasa minuman legendaris yang dibanderol hanya Rp 5.000. "Saya akan terus berjualan es dawet ini sampai nanti sudah tidak kuat lagi," ucap Mbah Hari.