Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menurut data, ada lebih dari 40 persen kasus jantung katup di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta disebabkan penyakit jantung rematik (PJR) dan hampir 30 persen akibat proses degeneratif pada pasien yang lebih tua. Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr dr Amiliana Mardiani Soesanto, mengatakan deteksi dini terhadap kasus penyakit jantung yang belum bergejala dapat mencegah dampak lanjutan penyakit jantung katup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Khusus untuk penanggulangan PJR, masyarakat dan komunitas kesehatan perlu melakukan tindakan promotif, preventif, edukasi, dan deteksi dini," kata Amilia dalam keterangan tertulis, Minggu, 18 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan penyakit jantung rematik yang merupakan gejala sisa dari demam rematik akut (DRA) pada masa kanak-kanak berdampak pada usia dewasa muda, terutama perempuan, yang dapat menyebabkan berkurangnya individu produktif yang sehat dan timbulnya masalah maternal. Selain itu, ia menyebutkan kedua jenis penyakit jantung katup pada dua kelompok usia yang berbeda menyebabkan beban ganda bagi masyarakat dan negara.
"Perbaikan atau penggantian katup secara intervensi bedah maupun nonbedah menyebabkan biaya yang ditanggung negara menjadi sangat tinggi. Pada pasien usia lanjut, risiko tindakan dan keuntungan klinis harus dipertimbangkan mengingat tingginya risiko pembedahan," ujarnya.
Hal tersebut disebabkan rekomendasi internasional dalam melakukan intervensi transkateter sebagai alternatif pembedahan untuk mengatasi beberapa kelainan katup. Intervensi transkateter adalah prosedur nonbedah tanpa membuka dinding dada dan jantung yang berbiaya sangat tinggi.
Berawal dari infeksi tenggorokan
Sementara itu, PJR merupakan penyakit jantung katup yang berawal dari infeksi tenggorokan oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A yang menimbulkan reaksi inflamasi dan autoimun. Menurutnya, hanya sekitar 1-3 persen kasus PJR yang akan menjadi DRA. Ia menilai kedua penyakit ini bisa dicegah. Namun apabila pada pasien DRA tidak dilakukan pengobatan atau pencegahan sekunder yang adekuat, secara perlahan PJR bisa terjadi.
"Pada akhirnya diperlukan suatu strategi yang melibatkan komponen masyarakat dan komunitas kesehatan, teknologi, dan ilmu kedokteran, serta pemerintah untuk menjawab tantangan masalah penyakit jantung katup di Indonesia," tegas Amilia.