Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Umat Hindu Bali mulai menggelar upacara melukat bagi masyarakat agama lain pada 2010.
Dalam beberapa tahun terakhir, angka peserta melukat dari wisatawan domestik meningkat tajam.
Beberapa peserta melukat datang hanya untuk mencoba pengalaman dan mengabadikan peristiwa di media sosial.
BERTERIAK bisa melegakan. Tanpa alas kaki, Maria Tobing mencari pijakan yang kokoh pada sebuah batu alam besar di dasar Air Terjun Beji Griya, Banjar Trinadi, Badung, Bali. Kain jingga yang melilit tubuhnya membuat ia tak leluasa bergerak. Berkali-kali ia menyeka wajah yang tersiram air terjun setinggi 12 meter. "Berteriak mengeluarkan semua emosi dan energi negatif," kata perempuan 37 tahun, menceritakan ritual melukat yang pernah ia ikuti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bunyi deru air terjun nyaris menutup semua suara lain di kawasan Pura Taman Beji Griya Gede Manuaba Punggul. Maria sejenak mengambil napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya bersama teriakan yang keras dan panjang. Dia mengulanginya hingga tiga kali. "Ada rasa agak lega setelah teriak ini,” kata Maria pada 23 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maria mengatakan berteriak di bawah air terjun adalah bagian dari serangkaian upacara melukat atau pembersihan diri di Pura Taman Beji. Ritual ini dipercaya dapat mengeluarkan mala atau sengsara dalam diri sehingga pikiran dan jiwa menjadi lebih tenang. Ritual lain adalah membasuh kepala dan meminum air di sejumlah mata air yang menjadi simbol pembersihan raga dan jiwa. Di awal upacara, dia memberikan banten pejatu atau persembahan untuk menghaturkan sejumlah permohonan kepada Tuhan.
“Meski ini upacara agama Hindu dan di pura, pendamping meminta peserta berdoa sesuai dengan kepercayaan atau agama masing-masing,” ucap perempuan beragama Kristen itu.
Maria Tobing melakukan tradisi melukat di Pura Taman Beji Griya, Badung, Bali. Dok. Pribadi
Direktur sebuah perusahaan konsultan public relations ini menambahkan, ia telah tiga kali menjadi pemedek—sebutan bagi peserta melukat yang berarti orang yang tengah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dia mulai mengetahui upacara umat Hindu ini saat mengikuti berita kegiatan mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Saat itu Obama dikabarkan melukat bersama keluarganya di Pura Tirta Empul, Manukaya, Tampak Siring, Bali, 27 Juni 2017.
Maria mulai mengikuti upacara melukat di Pura Tirta Empul pada Desember 2019. Dia menilai konsep pembersihan diri cocok dengan nuansa semangat baru pada setiap peristiwa pergantian tahun. Dia kembali berkesempatan mengikuti ritual ini saat menjalankan metode kerja dari mana saja atau work from anywhere pada masa penanganan pandemi Covid-19. Selama dua tahun dia menuntaskan pekerjaannya dari Pulau Dewata.
Dia kemudian mendapat informasi dari rekannya tentang lokasi upacara melukat yang lebih asri di Pura Taman Beji, September 2020. Pura ini berada di lembah sungai yang dikelilingi persawahan terasering masyarakat lokal. Selain mempunyai air terjun, kuil ini memiliki gua tersembunyi bernama Gua Pingit.
Gua Pingit terbentuk dari impitan dua tebing batu. Aliran air yang melintas di bagian atas gua membuat setiap pemedek terguyur air terjun mini saat berjalan di sepanjang rute tersebut. Di lokasi ini juga terdapat dua mata air yang memiliki suhu berbeda, yaitu dingin dan hangat.
Meski lokasi itu Instagramble, Maria mengklaim menjalani ritual ini karena kebutuhan membersihkan pikiran dan jiwa di tengah kepenatan dari segala dinamika kehidupan harian. Selain itu, kebetulan dia memiliki waktu dan kesempatan untuk mengikutinya di sejumlah pura. “Percaya atau tidak, mungkin karena saya berdoa dengan sungguh-sungguh ditambah ada energi positif dari alam di lokasi, doa-doa saya terkabul,” tuturnya.
Pura Taman Beji baru dibuka untuk umum pada 2018. Sebelumnya, pura ini menjadi tempat petirtaan atau pemandian suci dalam upacara Melasti, Dewa Yadnya, dan Pitra Yadnya. Sedangkan secara umum upacara melukat di Bali sudah terbuka bagi agama dan budaya non-Hindu pada 2010. Saat itu sejumlah wisatawan asing mulai menggemari upacara tradisional berdurasi 30-40 menit tersebut.
Minat wisatawan lokal baru tumbuh setelah sejumlah artis, tokoh publik, dan pesohor media sosial mengunggah kegiatan melukat mereka di dunia maya. Beberapa nama yang sempat melakukan ritual tersebut adalah Nikita Willy, Cinta Laura, Pevita Pearce, Raline Shah, Jessica Iskandar, dan Tamara Bleszynski. Sebagian dari mereka memilih menjalani ritual di Pura Tirta Empul yang memiliki sebuah mata air dengan tiga kolam pembasuhan dan 33 pancuran.
Salah satu wisatawan domestik, Muhammad Imron Alifi, mengatakan tertarik menjadi pemedek setelah melihat sejumlah unggahan foto dan video upacara melukat di media sosial. Dia kemudian memasukkan kegiatan pembersihan diri tersebut ke daftar keinginan liburan bersama sejumlah rekannya pada Mei lalu. Mereka memilih Pura Tirta Empul yang sangat viral dan dekat dengan lokasi penginapan.
Pria 37 tahun asal Kota Malang, Jawa Timur, ini mengklaim tak memiliki intensi khusus saat menjalani upacara tersebut. Dia sekadar ingin merasakan pengalaman ikut serta dalam sebuah ritual tradisional kepercayaan Hindu di Bali. Selepas melukat, dia tak merasakan perbedaan secara fisik dan mental pada dirinya.
“Yang melihat ada perbedaan justru orang lain. Mereka bilang saya jadi lebih segar dan bersinar,” kata guru vokal sekolah musik Purwa Caraka di Malang dan Surabaya tersebut.
Imron menuturkan, ia sepenuhnya menaati semua petunjuk dan aturan yang disampaikan pemangku—pemimpin ritual yang mendampingi kelompok pemedek. Dia bersama teman-temannya mengganti pakaian dengan sehelai kain adat Bali berwarna hijau dan stagen merah. Mereka kemudian mendapat sebuah banten pejati yang berisi canang sari dan benda persembahan. Setiap pemedek tak boleh menukar keranjang sesajinya dengan pemedek lain.
“Ada yang dapat uang, makanan, atau benda. Katanya cukup jarang yang bisa dapat isinya uang. Nah, sesaji saya justru uang Rp 1.000. Menurut kepercayaan, saya bisa mendapat rezeki melimpah,” ujar pria beragama Islam ini.
Menurut Imron, pemangku selalu menyarankan peserta berdoa selama upacara sesuai dengan agama masing-masing. Hal ini disampaikan sejak persembahyangan di pelinggih hingga pembasuhan diri pada pancuran terakhir di kolam petirtaan ketiga. Di Pura Tirta Empul, seorang pemedek bisa memilih 13 dari 33 pancuran air yang masing-masing memiliki makna. Pada kolam ketiga, bila percaya, peserta bisa meminum air yang keluar dari pancuran untuk meningkatkan keimanan agar keinginannya terkabul.
Seperti para artis, Imron mendapat komentar dan pertanyaan setelah mengunggah foto dirinya saat mengikuti upacara pembersihan diri tersebut. Sebagian besar bertanya apakah dia berpindah agama dari Islam ke Hindu. Banyak orang, menurut Imron, memang belum tahu bahwa upacara tradisional Bali ini terbuka bagi semua agama, ras, dan budaya.
Seorang pemadu wisata di obyek wisata Tirta Empul sedang memberikan pengarahan ke wisatawan asing, Gianyar, Bali, 15 Juni 2022. TEMPO/Made Argawa
“Saya tak menanggapi komentar seperti itu. Orang yang kenal pasti mengetahui iman saya. Toh, sebagai guru vokal saya sering melatih dan terlibat dengan kelompok paduan suara Katolik,” tutur pelatih lepas di sejumlah pusat kebugaran tersebut.
Jeffri, pria asal Medan, juga mengklaim tak ada masalah menjalani upacara yang berasal dari tradisi agama Hindu di Bali tersebut. Dia bahkan sudah tiga kali menjalani ritual melukat sejak 2019. Menurut dia, beberapa ajaran dan kepercayaan dalam ritual pembersihan diri ini memiliki kesamaan dengan agama yang dianutnya, Katolik. “Dalam ajaran kristiani ada tradisi pembaptisan dan kepercayaan tentang air suci,” katanya.
Pria 30 tahun ini juga menyebutkan ia justru bisa berdoa secara dekat kepada Tuhan selama upacara melukat di Pura Tirta Empul. Kegiatan ini pun dipercaya memberikan pengaruh pada kelimpahan rezeki dan kesehatan dalam dirinya.
Salah satu pemangku Pura Tirta Empul, Dewa Made Wenten, 73 tahun, mengatakan jumlah pengunjung yang menjalani ritual melukat di kuil tersebut berkisar 800 per hari. Angka itu bertambah hingga lebih dari 1.000 orang per hari pada upacara rerainan atau hari raya keagamaan sesuai dengan kalender Hindu. Di antaranya upacara Purnama dan Tilem saat bulan dalam posisi penuh “Bisa terjadi antrean panjang,” ucapnya.
Made Wenten menjadi pemangku upacara pembersihan diri sejak berusia 21 tahun. Dia mendampingi wisatawan asing yang beragama non-Hindu sejak 2010. Sedangkan peserta melukat dari kalangan turis domestik baru mulai ramai beberapa tahun terakhir. Meski begitu, menurut dia, semua orang yang datang untuk menjadi pemedek di Pura Tirta Empul sudah mengetahui ritual tersebut bertujuan membersihkan diri secara fisik dan rohani.
Made Wenten menyatakan tak menyoal tren para pesohor dan masyarakat yang mengunggah foto melukat di media sosial. Para pemangku lebih menyoroti sikap wisatawan domestik dalam mengikuti aturan dan rangkaian tahap ritual. “Salah satunya kepercayaan agama Hindu yang melarang wanita cuntaka atau sedang datang bulan (menstruasi) masuk ke area pura,” ujarnya.
Pura peninggalan Wangsa Warmadewa ini memiliki sebuah mata air yang memancur dari dalam tanah. Perairan di kolam dan pancuran pertirtaan itu berasal dari Sungai Pakerisan. Tempat ibadah umat Hindu Bali ini memang telah berkembang menjadi salah satu destinasi wisata religi di Pulau Dewata.
Wisatawan domestik yang ingin menjalani ritual melukat di Pura Tirta Empul setidaknya harus menyediakan uang sekitar Rp 55 ribu. Biaya ini terdiri atas tarif masuk ke kawasan wisata Pura Tirta Empul sebesar Rp 30 ribu per orang, penyewaan kain adat Bali Rp 10 ribu per helai, dan penyewaan loker atau tempat menyimpan barang bawaan Rp 15 ribu per unit.
Selama ritual, pemedek tak boleh membawa barang apa pun kecuali sesaji. Peserta biasanya menitipkan telepon selulernya kepada pemangku yang mendampingi. Mereka pun dapat meminta bantuan pemangku mengambil sejumlah foto saat menjalani upacara.
Muhammad Imron, 37 tahun, saat mengikuti ritual melulat di Pura Tirta Empul, Bali, Mei 2022. Dok. Pribadi
Koordinator daerah tujuan wisata, I Wayan Sueta, mengatakan biaya yang dipatok untuk turis mancanegara hanya berbeda dalam hal tarif masuk ke pura. Dia menjelaskan, pelancong dewasa harus membayar Rp 50 ribu dan anak-anak Rp 25 ribu per orang. Sebagian besar wisatawan ini berasal dari Eropa, terutama Prancis, dan Asia, seperti India. “Biasanya mereka meminta melakukan meditasi juga,” ucapnya.
Pegawai Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar ini mengatakan ada beberapa pura yang menjadi tempat tujuan melukat para turis di wilayah tersebut. Selain Pura Tirta Empul, dua lokasi yang juga cukup tenar dan ramai adalah Pura Gunung Kawi dan Pura Mengening. Meski demikian, tarif masuk ke kawasan wisata dua pura tersebut lebih murah, yaitu Rp 30-15 ribu untuk turis asing dan Rp 20-10 ribu buat turis domestik.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Bali Nyoman Kenak menyambut positif perkembangan minat masyarakat di luar kelompok penganut Hindu terhadap upacara pembersihan diri melukat. Dia menilai kebutuhan healing dari segala persoalan dan rutinitas kehidupan memang merupakan kewajaran. Meski demikian, dia berharap iman para pemedek tak goyah untuk tetap memeluk kepercayaan atau agama masing-masing. “Tujuan melukat pada intinya pembersihan fisik dan rohani. Memang, kalau bagi umat Hindu ritual ini sebuah kewajiban,” ujarnya.
Selain itu, Kenak mewanti-wanti semua pengelola pura dan pemerintah daerah tak memanfaatkan perkembangan minat ini sebagai ceruk bisnis secara berlebihan. Dia menyoroti informasi tentang penetapan tarif hingga jutaan rupiah terhadap sejumlah kelompok turis. Kepolisian Resor Gianyar pada November 2018 pun pernah menangkap sejumlah pengelola Pura Tirta Empul yang diduga menarik pungutan ilegal kepada pengunjung. “Melukat juga harus bisa dilakukan dengan sarana upacara yang sederhana,” kata Kenak.
MADE ARGAWA (BALI)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo