Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Dengan Pujian Buat Teguh

Teguh S. Sukamto meraih gelar doktor dengan magna cumlaude pertama di FK UI. Disertasinya membahas penemuan pemeriksaan penyakit jantung dengan teknik ekokardiologi kontras. lebih canggih dan murah.

8 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEGUH Santoso Sukamto membungkukkan tubuhnya sedikit. Dengan senyum haru, dokter kelahiran Kebumen ini menyambut tepuk- sorak gemuruh di ruang auditorium FK UI. Rektor Universitas Indonesia, Prof. Dr. Sujudi, yang Sabtu pagi 25 Januari lalu bertindak sebagai Ketua Senat Guru Besar, menyatakan bahwa Teguh, 43, berhasil mempertahankan disertasinya dengan predikat magna cum laude. "Predikat ini yang pertama untuk Fakultas Kedokteran," ujar Sujudi. Menurut Sujudi, Teguh patut mendapat predikat gemilang tersebut karena kualitas penelitiannya dianggap sangat baik. Untuk dunia kedokteran, penelitian nonklinik seperti Teguh ini dianggap orisinil dan berhasil menciptakan sesuatu yang baru. "Selain segi orisinalitis," kata Sujudi seusai memimpin promosi tersebut, segi analisanya baik, ditunjang oleh kemampuannya dalam menguasai ilmunya." Judul disertasi Teguh ialah Aplikasi Klinis Ekokardiografi Kontras. Sejak 1979, Teguh meneliti ihwal kardiologi ini dalam lima tahap di beberapa negara, mulai dari Thoraxcentrum di Universitas Erasmus, Rotterdam, sampai di Texas Heart Institute, Houston, Amerika. Selain itu, Teguh tentu saja "tenggelam" di rumah sakit alma maternya, RS Cipto Maunkusumo. Kini, RS Cipto merupakan rumah sakit yang memakai teknik ekokardiografi kontras pertama di seluruh dunia. "Di RSCM juga baru dilakukan 2-3 tahun yang lalu," ujar Teguh yang berstatus sebagai Lektor Madya Subbagian Kardiologi, Bagian Penyakit Dalam, FK Ul. "Terutama dalam pemeriksaan perfusi miokardium," ujar Teguh lagi. Perfusi miokardium atau pemeriksaan yang memakai sistem perembesan mengalirnya cairan ke otot-otot jantung ini dimulai dengan cara suntikan larutan berwarna hijau, indosianin ke tubuh penderita. Penyuntikan larutan secara biologis serasi ini kemudian bisa membangkitkan gema (echo) getaran ultra pada sirkulasi darah. Hal ini juga menimbulkan efek ekokardiografi kontras karena adanya gelembung-gelembung gas mikro. Cara pemeriksaan inilah yang dianggap istimewa dari penemuan Teguh dalam pemeriksaan pasien penyakit jantung. Penderita penyakit jantung itu tentu saja sebelumnya harus sudah direkam siklus detak jantungnya. Perekaman diteruskan ketika 5-10 ml larutan dektrose 5% disuntikkan ke vena perifer (pembuluh balik pinggir) di lengan penderita. Penyuntikan perlu diulang-ulang untuk menjamin reproduksibilitas. "Pemunculan pertama kontras echo ini yang terpenting," ujar Teguh. Perekaman diteruskan sampai efek kontras tidak tampak lagi. Berdasarkan hipotesa ini, diselidikilah pola aliran darah melalui katup trikuspid (katup 3 klep) dan pulmonal (katup ke paruparu). Proses ini dapat digunakan sebagai pegangan diagnostik berbagai kelainan jantung kanan, yang kerjanya menerima aliran darah. Dari penelitian ekokardiografi kontras ini didapat kesimpulan bahwa alat ini mudah dipakai untuk mempelajari berbagai pola aliran darah jantung. Hal ini sangat membantu diagnosa berbagai kelainan jantung. Sebab, ekokardiografi saja yang tanpa menggunakan kontras, hanya dapat memberi informasi detail tentang anatomi dan faal struktur-struktur jantung. "Tapi dinamika aliran darah tak akan tampak tanpa kontras," ujar Teguh. Selanjutnya, analisa dinamika aliran darah inilah yang menentukan seorang penderita mempunyai penyakit jantung bawaan (sejak lahir), atau penyakit katup jantung, dan atau koroner (penyempitan pembuluh darah jantung). Teguh juga berkata bahwa kombinasi zat kontras indiosanin, darah dan larutan koloid polijelin, "membawa efek kontras yang lebih baik," kata Teguh. Di samping efek sampingannya sangat rendah, yaitu 0,062% terhadap tubuh. Penelitian Teguh yang memakai larutan dektrose 5% dalam air dianggap murah, mudah didapat, dan tidak menimbulkan toksik. Biasanya, penderita penyakit jantung cukup menderita setiap kali datang untuk memeriksakan penyakitnya. Misalnya, dibandingkan dengan kateterisasi jantung, pemeriksaan non-invasif cara Teguh ini bisa menghindari terjadinya regurgitasi katup palsu. Pemeriksaan dengan memakai kateter bukan saja akan menyiksa penderita, tapi bisa terjadi kesalahan diagnosa. Atau bisa juga dengan cara ekokardiografi saja, sekali periksa akan menelan biaya sekitar Rp 25.000 sampai Rp 30.000. Dengan cara Teguh, ekokardiografi kontras, biaya bisa ditekan hingga jadi Rp 5.000. "Jadi relatif murah," kata anggota Perhimpunan Ahli Ekokardiografi Amerika itu. Teguh merupakan satu-satunya orang Indonesia yang menjadi anggota perhimpunan itu. Teguh menekankan lagi bahwa penggunaan ekokardiografi kontras amatlah potensial untuk evaluasi penyakit jantung koroner. "Karena dengan sistem ini, bisa diperiksa perfusi miokardiumnya," ujar Teguh. Ayah tiga anak putri yang selain anggota berbagai perkumpulan Penyakit Dalam di Indonesia, juga anggota dari 4 perkumpulan internasional, sejak semula memang termasuk dalam kategori "anak berbakat", untuk memakai istilah psikolog Prof. Dr. Utami C. Munandar. Dia pernah menjadi "pelajar utama seJakarta" ketika di SMA. Ketika lulus dokter di tahun 1963, Teguh juga mendapat predikat cum laude. Penelitiannya melalui ekokardiografi kontras, "bisa mengetahui aliran darah yang berbelok-belok sekalipun," ujar dr. Ote Y. Rakhman, ahli diagnostik invasif RS Harapan Kita, Jakarta. "Lebih canggih hasilnya dan lebih murah," tambah dr. Ote. Hal inilah yang menyebabkan sebuah magna cum laude untuk Teguh dianggap sangat pantas. Ia seorang inovator dan ilmunya dapat diaplikasikan pada situasi dan keadaan Indonesia, selain penderita jantung tak perlu tersiksa seperti cara pemeriksaan sistem lain. "Penderita cukup nyaman diperiksa," kata Prof. Dr. R. Utoyo Sukaton, promotor Dr. Teguh Santoso Sukamto. "Penelitiannya mudah diterapkan di sini, dan penelitian ini diakui dan kini dipakai di luar negeri." Selain itu, seperti kata Utoyo lagi, alat ekokardiografi mudah dipindah-pindahkan. Juga bisa dipakai di berbagai tipe rumah sakit di Indonesia. Toeti Kakiailatu Laporan Gatot Triyanto (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus