Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sajadah biasanya digunakan sebagai alas ketika salat. Di pasar mancanegara, sajadah juga menarik perhatian masyarakat non-muslim dan mereka menggunakannya untuk berbagai keperluan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pendiri Lasouk, merek sajadah dari Kanada dan Singapura, Nadja Felgenheier mengatakan para pelanggannya terdiri dari muslim dan non-muslim. "Pelanggan kami yang non-muslim biasanya menggunakan sajadah sebagai alas saat meditasi atau untuk dekorasi," kata Nadja dalam konferensi pers peluncuran tiga sajadah kolaborasi Ikat Indonesia by Didiet Maulana X Lasouk di Jakarta, Kamis 18 Juni 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada pelanggan yang datang ke concept store Lasouk di beberapa negara, mereka menjelaskan makna dari setiap sajadah yang dijual, bahan-bahan yang ramah lingkungan, sekaligus fungsi yang universal.
"Tak hanya lewat online, kami juga menggaet pelanggan melalui concept store ini," ucap Nadja seraya menjelaskan pelanggannya berasal dari berbagai negara di antaranya Malaysia, Singapura, Dubai, dan Eropa.
Tiga sajadah Ikat Indonesia by Didiet Maulana X Lasouk. Foto: Ikat Indonesia by Didiet Maulana
Nadja menjelaskan Lasouk memilih mengangkat budaya tertentu untuk koleksi sajadahnya. Koleksi pertama mereka mengangkat budaya Maroko, dan kini menghadirkan keindahan Nusantara melalui tenun Ikat Indonesia by Didiet Maulana.
Selain bernilai budaya, Nadja memastikan setiap produk Lasouk terbuat dari bahan yang ramah lingkungan. Bagian atas sajadah terbuat dari bahan suede sintetis yang halus dan empuk, serta mampu menyerap kelembapan. Adapun bagian bawahnya dari bahan karet natural dengan grip sehingga tidak licin.
Sajadah-sajadah itu dicetak dengan tinta berbahan dasar air. "Kami tidak menggunakan material plastik," kata Nadja. Penggunaan bahan alami ini diklaim mampu membuat sajadah yang sudah tak layak pakai dapat terurai.