Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kandungan dr. Kartiwa Hadi Nuryanto, Sp.OG (K) Onk mengatakan kanker endometrium atau dinding rahim bisa terjadi karena pengaruh gaya hidup saat ini yang cenderung tidak sehat. Ia juga menjelaskan cara pengobatan yang tepat sesuai anjuran dokter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Secara keilmuan, kanker endometrium lebih ke lifestyle. Lifestyle sekarang membuat perempuan lebih tinggi terhadap paparan estrogen," kata anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu, Senin, 4 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai informasi, hormon estrogen dalam tubuh berguna untuk membantu perkembangan seksual sekaligus mengatur siklus menstruasi dan mempengaruhi seluruh sistem reproduksi perempuan bersama hormon progesteron. Jika hormon estrogen berlebihan dapat membahayakan kesehatan.
Tingkat hormon estrogen yang tinggi dapat meningkatkan faktor risiko kanker payudara dan kanker ovarium. Bahkan, American Cancer Society (ACS) menyebut dominasi hormon estrogen juga dapat meningkatkan risiko kanker endometrium. Sementara itu, kanker endometrium terbagi atas dua tipe. Tipe 1 bergantung pada hormon estrogen dan tipe 2 tidak bergantung pada hormon estrogen.
"Untuk tipe 1, semua paparan yang akan meningkatkan produksi hormon estrogen berlebihan akan meningkatkan faktor risiko terjadinya perubahan sifat sel endometrium menjadi sel kanker," kata dokter di RSU Bunda Jakarta itu. "Sedangkan untuk tipe 2, mutasi terhadap sel endometrium yang terjadi spontan akan mengubah sel endometrium menjadi sel kanker."
Ada sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker endometrium, mulai dari obesitas, tidak punya anak, kurang olahraga, hingga riwayat kanker endometrium dan ovarium dalam keluarga.
"Intinya adalah yang menyebabkan paparan pada hormon estrogen berlebihan," jelas anggota Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) tersebut.
Gejala kanker endometrium umumnya berupa perdarahan pada vagina yang abnormal. Jika vagina mengalami perdarahan tidak biasa (di luar masa menstruasi), sebaiknya waspada hal tersebut salah satu tanda kanker endometrium.
"Karena perempuan kadang tidak mengindahkan keluhan perdarahan pervaginam yang abnormal dan enggan memeriksakan diri, maka kadang kanker endometrium ditemukan pada stadium lebih lanjut," jelas Kartiwa.
Bisa dideteksi dini
Meski demikian, kanker endometrium dapat dideteksi dini dengan pemeriksaan ketebalan lapisan endometrium pada kasus perdarahan yang abnormal. Apabila diperlukan, dokter akan melakukan pengambilan jaringan endometrium pada pasien untuk diperiksa secara patologi anatomi.
Jika pasien terdiagnosis menderita kanker endometrium maka dokter akan melakukan tatalaksana untuk pengobatan. Tatalaksana kanker endometrium dapat berupa tindakan pembedahan radiasi dan kemoterapi. Nantinya, dokter akan melakukan tindakan pengobatan sesuai kebutuhan.
"Pada kasus di mana seorang perempuan belum mempunyai anak atau masih ingin mempertahankan rahimnya, tatalaksana hormonal masih bisa dipertimbangkan selama masih dalam stadium awal," kata Kartiwa.
Ketika pasien sudah dinyatakan sembuh dari kanker endometrium, dokter menyarankan pasien tetap melakukan pola hidup sehat untuk menghindari kanker kambuh di masa depan. Kekambuhan kanker endometrium bergantung pada tipe sel, stadium, tatalaksana yang diberikan, dan bagaimana gaya hidup sesudah tatalaksana atau tindakan pengobatan dokter.
"Tipe 1 memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan tipe 2. Stadium awal juga akan memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan stadium lanjut. Tatalaksana yang tepat dan tidak terputus juga akan memberikan prognosis yang lebih baik," paparnya.