Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Holi , Warna Warni Gairah Cinta dan Kesetaraan dari India

Holi memiliki beragam sejarah kuno yang berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain di India. Salah satunya tentang kisah cinta yang abadi.

4 Maret 2018 | 10.30 WIB

ilustrasi festival Holi India (Pixabay.com)
Perbesar
ilustrasi festival Holi India (Pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, NewDelhi - Holi adalah festival musim semi yang merayakan kehidupan baru. Holi memiliki beragam sejarah kuno yang berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain di India. Bagi beberapa orang, Holi adalah hari untuk menghormati kisah cinta abadi dari pasangan abadi Radha dan Krishna. Yang lain berpikir  tentang cinta dan pengorbanan dewa Kama. Ada juga cerita tentang Prahlad, pengikut dewa Wisnu.

Terkait kisah Prahlad, ceritanya berawal dari legenda Hindu Holika, sang iblis dan kakaknya Raja Hiranyakashayap. Hiranyakashayap percaya bahwa dia adalah penguasa alam semesta dan lebih unggul dari semua dewa. Tapi anaknya, Prahlad, mengikuti dewa Wisnu, pelestari dan pelindung alam semesta. Keputusan Prahlad untuk melawan ayahnya, membuat sang ayah tak memiliki pilihan, dan memerintahkan Holika untuk membunuhnya. Baca: Memilih Putri Marino, Ini 2 Arti Pernikahan kata Chicco Jerikho

Umat Hindu ambil bagian dalam festival keagamaan Holi di sebuah kuil di desa Nandgaon, di negara bagian Uttar Pradesh, India, 25 Februari 2018. Festival Holi juga dirayakan di berbagai negara selain India. REUTERS/Adnan Abid
Holika berencana akan membawa Prahlad ke pangkuannya dan langsung terjun ke api unggun. Holika akan bertahan karena dia memiliki selendang mempesona yang akan melindunginya dari api. Tapi rencananya gagal. Prahlad diselamatkan oleh Wisnu dan Holika yang meninggal karena dia hanya kebal terhadap api jika dia sendiri.

Segera setelah itu, Wisnu membunuh Hiranyakashayap, dan Prahlad menjadi raja. Moral dari cerita ini adalah bahwa kebaikan selalu menang atas kejahatan.

Dalam perayaan hari Holi modern, kremasi Holika sering di'bangkit'kan kembali dengan menyalakan api unggun di malam hari sebelum Holi, yang dikenal dengan nama Holika Dahan. Beberapa orang Hindu mengumpulkan abu itu dan mengoleskan di tubuh mereka sebagai tindakan pemurnian. Baca: Sarapan ala Tina Talisa: Menu Anak Beda dengan Menu Orang Tua

Rangwali Holi berlangsung pada hari berikutnya dan menjadi kebiasaan sehari-hari di mana orang-orang melempar dan mengoleskan bedak berwarna satu sama lain.

Selain kisah Holika, tradisi melempar bubuk dan air berwarna diyakini berasal dari kisah mitologis cinta Radha dan Krishna. Krishna, dewa Hindu yang digambarkan dengan kulit biru tua, diyakini selalu mengeluhkan pada ibunya tentang kulit Radha yang cantik.

Untuk meredakan kesedihan anaknya, ibunya meminta Khrisna mewarnai kulit Radha dengan cat. Sejak itulah, dipercaya bahwa dari kisah inilah kebiasaan mengolesi orang yang dicintai dengan warna saat Holi berasal.

ilustrasi festival Holi India (Pixabay.com)
Menurut Profesor agama di Kolese St. Olaf Minnesota Anantanand Rambachan, Holi adalah saat ketika batas-batas sosial tradisional dibalik. Seperti diungkapkannya kepada Huffpost, bahwa dalam perayaan Holi, semua menjadi satu, tak ada lagi perbedaan usia, otoritas dan status. Baca: 5 Jurus Langsing ala Seleb dari Ahli Nutrisi dan Kebugaran

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saat Holi, Anak-anak bisa menyemprotkan sesepuh, dan wanita bisa menyiram pria. Animositas, seperti kegelapan dan dinginnya musim dingin, terlupakan dan persatuan berlaku," kata Rambachan.

CNN | HUFFINGTIONPOST 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus