Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Jangan Abaikan Kelenjar Getah Bening Membesar, Bisa Jadi Gejala Ganker Nasofaring

Pembesaran kelenjar getah bening bisa jadi gejala kanker nasofaring. Simak penjelasan spesialis THT berikut.

15 Februari 2024 | 22.26 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Ferucha Moulanda, mengatakan pembesaran kelenjar getah bening dapat menjadi gejala kanker nasofaring.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dari penelitian pelaporan publikasinya, sekitar 80-85 persen pasien itu justru datangnya dengan pembesaran kelenjar getah bening," ujar Ferucha dalam dialog kesehatan "Kanker Nasofaring dan Fakta yang Perlu Kamu Ketahui" yang disiarkan RSCM di akun instagram resminya, Kamis, 15 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal tersebut karena daerah nasofaring, yang terletak di atas daerah tenggorokan, kaya aliran pembuluh limfe atau kelenjar getah bening. Selain itu, keluhan-keluhan lain yang kerap ditemukan adalah gangguan pendengaran di salah satu telinga, seperti rasa tertutup seperti kemasukan air. Penyebabnya tumor mengarah ke tuba estachius, yaitu jalur yang menghubungkan telinga dengan nasofaring.

"Apa lagi keluhan lainnya? Kalau dia meluas lagi ke depan masuknya ke nasal cavity atau rongga hidung adalah keluhan hidung tersumbat, misalnya sebelah atau seperti pilek," jelasnya.

Menurutnya, gejala yang seperti itu rancu dengan gejala infeksi saluran napas atas atau gejala sinuitis. Feruncha mengatakan gejala lain yaitu pandangan ganda yang disebabkan tumor yang mengenai dasar tengkorak, di mana banyak serabut-serabut saraf.

"Mungkin gangguan menelan, suaranya serak, sesak napas juga bisa terjadi," tambahnya.

Harapan hidup
Dia menjelaskan kanker nasofaring adalah kanker di bagian kepala dan leher yang terbanyak. Di Indonesia, kanker nasofaring menempati urutan keempat setelah kanker payudara, kanker serviks, dan kanker kulit.

"Kalau di dunia mungkin lebih turun karena paling banyak secara geografis kepada etnisnya. Etnisnya berbeda, kaukasia cukup jarang," ujarnya.

Dia menjelaskan kanker ini tak hanya menyerang lansia namun juga dewasa umur 39 atau 40 tahun, bahkan remaja. Feruncha mengatakan hal tersebut menjadi salah satu tantangan bagi dokter anak karena anak-anak sulit mengungkapkan gejala-gejala yang dialami.

Dia menjelaskan untuk penanganan, apabila masih dalam stadium 1 bisa menggunakan radiasi namun untuk stadium 2 dan selanjutnya harus menggunakan kemoterapi. Terapi tersebut adalah terapi utama. Ada juga terapi pendukung, misalnya dengan memperbaiki pendengaran dan kebersihan mulut.

Terkait harapan hidup, Ferucha menuturkan dengan asumsi pasien mengikuti terapi dan pengobatan secara disiplin maka pada stadium 1 kemungkinan sebesar 88-90 persen, kemudian stadium 2 72-75 persen, stadium 3 60-65persen, dan stadium 4 45-49 persen.

Menurutnya, ada sejumlah langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah kanker nasofaring. Bagi yang bekerja di pabrik perlu menggunakan alat perlindungan demi melindungi diri dari polusi yang dapat membuat iritasi nasofaring. Selain itu, dia mengatakan makanan yang sehat, aktivitas fisik, dan pola hidup seimbang juga perlu. Dia menilai aktivitas fisik atau olahraga penting agar fungsi jantung dan pembuluh darah baik sehingga apabila sel rusak dapat segera diganti dan tidak sampai ke tahap pembentukan sel kanker.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus