Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Jangkrik Enak dan Bergizi, Cek Cara Aman Memakannya

Serangga diketahui mengandung protein tinggi sehingga bisa dijadikan alternatif sumber makanan, termasuk jangkrik. Berani mencoba dalam bentuk asli?

27 Mei 2022 | 09.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jangkrik termasuk sumber makanan yang tersedia di sejumlah negara, termasuk Thailand. Kini, serangga ini disajikan dalam berbagai bentuk makanan sehingga orang tak perlu bertatap mata dengan wujud asli saat ingin menyantapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jangkrik tersedia dalam versi tepung atau bubuk dan ditambahkan ke dalam berbagai makanan, seperti produk roti, sup, minuman, protein bar. Tak hanya makanan dan minuman, serangga ini juga dijadikan salah satu bahan dalam produk kecantikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Anda bisa coba dalam bentuk produk jadi seperti protein bar, tak perlu melihat langsung wujud jangkrik karena kami menghindari menunjukkannya dalam gambar (di kemasan)," ujar Chief Executive Officer Global Bugs Asia, Kanitsanan Thanthitiwat.

Berbicara kandungan nutrisi, protein termasuk salah satunya. Jangkrik diketahui memiliki kandungan protein lebih banyak dari daging sapi, ayam, dan babi. Studi memperlihatkan jangkrik bubuk mengandung sekitar 65,5 persen protein sementara jangkrik dewasa menyediakan 13,2-20,3 gram protein per 100 gram.

Beberapa spesies jangkrik juga mengandung sembilan asam amino esensial dalam proporsi yang ideal. Sebuah ulasan pada 2020, seperti dikutip dari Healthline, menemukan tubuh dapat mencerna proporsi protein dari jangkrik daripada dari telur, susu, atau daging sapi. Ini menunjukkan tubuh mencerna protein jangkrik lebih baik daripada sumber protein nabati.

Jangkrik memiliki rangka luar keras mengandung kitin atau sejenis serat yang sulit dicerna. Ketika rangka ini dihilangkan, angka kecernaan protein jangkrik meningkat secara dramatis. Selain protein, jangkrik juga mengandung banyak nutrisi lain, termasuk lemak, kalsium, kalium, zinc, magnesium, biotin, asam pantotenat, dan zat besi.

Penelitian menemukan kandungan zat besi jangkrik 180 persen lebih tinggi daripada daging sapi, plus lebih tinggi kalsium dan vitamin B riboflavin daripada produk daging seperti ayam, babi, dan sapi. Terlebih lagi, jangkrik termasuk sumber serat yang kaya. Studi menunjukkan kandungan serat jangkrik bisa mencapai 13,4 persen dalam porsi 100 gram. Selain itu, jangkrik menyediakan lemak yang sebagian besar dalam bentuk asam lemak tak jenuh ganda.

Studi telah menghubungkan ini dengan manfaat kesehatan, termasuk perbaikan dalam faktor risiko penyakit jantung. Masyarakat di Afrika, Asia, dan Amerika Latin bahkan menjadikan konsumsi serangga termasuk bagian budaya masyarakat. Orang-orang menggunakan sekitar 2.100 spesies serangga untuk dijadikan makanan dengan jangkrik menjadi sumber paling umum di seluruh dunia.

Walau begitu, pada kenyataannya, menurut Thanthitiwat, kebanyakan masyarakat di berbagai belahan dunia masih belum bisa menerima serangga sebagai salah satu pilihan bahan pangan sumber alternatif. Penelitian menunjukkan orang-orang di negara-negara Barat tidak sepenuhnya nyaman memakan serangga karena cenderung memandangnya sebagai sesuatu yang najis atau berpotensi berbahaya.

Namun, seiring waktu lebih banyak orang mulai menerima konsumsi jangkrik karena perusahaan makanan menciptakan produk berbasis jangkrik dengan bentuk dan kemasan yang lebih menarik, seperti bubuk dan protein bar.

"Semua orang takut mencicipi jangkrik tetapi bila Anda membuka pikiran dan paham ini sangat terkait dengan konsep keberlanjutan, hanya membutuhkan sedikit sumber daya untuk membuat 1 kg jangkrik. Buka hati dan cobalah," sarannya.

Walau begitu, mencoba langsung jangkrik dalam wujud asli mungkin bukan ide buruk. Orang-orang dengan riwayat alergi terhadap jenis kerang-kerangan dan tungau debu perlu waspada bila ingin mengonsumsi jangkrik. Tetapi, penelitian di bidang ini masih kurang dan para ilmuwan masih perlu melakukan lebih banyak studi untuk memahami sepenuhnya potensi reaksi alergi terkait konsumsi serangga. Beberapa peneliti mengingatkan serangga dapat bertindak sebagai pembawa patogen yang dapat menginfeksi manusia dan hewan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus