Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Karbohidrat Boleh Tetap Ada Saat Sarapan, Asal...

Dokter spesialis penyakit dalam Rudy Kurniawan sarankan apa saja yang pas untuk sarapan untuk memulai hari.

31 Juli 2024 | 19.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi wanita sarapan dengan sereal. Freepik.com/Gpointstudio

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dokter spesialis penyakit dalam Rudy Kurniawan mengatakan sarapan dengan karbohidrat tetap diperlukan untuk membantu mempersiapkan metabolisme tubuh.
 
"Justru kalau pagi diharapkan makan yang starchy, yang kayak tepung, karbohidrat tetap harus ada, karena itu adalah jarak paling panjang di terakhir kita makan," kata Rudy dalam diskusi kesehatan bersama Nutrifood di Jakarta, Rabu 31 Juli 2024.
 
Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan sarapan adalah makan pertama setelah jeda panjang dari makan terakhir yaitu malam hari.
 
Jeda yang bisa sampai 12 jam ini membuat tubuh memerlukan energi agar sistem metabolisme dalam tubuh dapat bekerja kembali. Sarapan yang dianjurkan tetap sesuai aturan Kementerian Kesehatan yakni Isi Piringku. "Jadi tetap karbohidratnya ada, protein ada, lemaknya juga ada. Pilih lemak yang lebih sehat lah terutama," katanya.
 
Asupan gula, garam dan lemak juga dibutuhkan namun tetap harus dalam batas yang sewajarnya, kata Rudy. Asupan ini bisa diselipkan dalam sesi snacking saat jeda makan pagi ke makan siang atau makan siang ke malam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Snack ada yang menyarankan 2 kali ya, jeda di antara makan pagi ke siang, dan siang ke malam. Paling aman sih buah ya. Atau ya boleh lah, makan makanan lain yang relatif lebih sehat, kue-kue, misalkan gandum utuh, sesuatu yang tidak terlalu manis," katanya.
 
Karbohidrat juga dibutuhkan pada orang yang melakukan olahraga rutin. Ia juga menyarankan untuk selalu bergerak agar karbohidrat tidak menjadi kalori yang tersimpan dan mengendap menjadi lemak. Karbohidrat yang tidak dibakar dengan baik, dapat berubah menjadi lemak dan gula berlebih dalam tubuh yang menyebabkan munculnya penyakit metabolik seperti diabetes.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rudy mengatakan, tak jarang pada usia 20 tahun banyak yang sudah terkena diabetes tipe 2 karena gaya hidup sedenteri namun tetap mengonsumsi nasi secara berlebihan. "Mulai dari gemuknya, kemudian dari males gerak, sehingga ototnya tidak terbangun dengan baik, lemaknya lebih dominan, itu meningkatkan stres oksidatif, ada jalur-jalur metabolisme yang terganggu, akhirnya jadi resistensi insulin, akhirnya leading ke diabetes," kata Rudy.

Pilihan Editor: 5 Cara Membuat Telur Jadi Menu Sarapan Luar Biasa

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus