Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pentingnya ada perubahan pola makan di Indonesia. Hal ini penting untuk mencapai ketahanan pangan. Kalla mengatakan sering sekali orang membuang-buang makanan karena porsi yang disediakan terlalu besar.
“Di beberapa tempat di dunia ini, orang menyediakan makanan berlebihan. Kadang-kadang yang dimakan hanya 70 persen. Bahkan di Timur Tengah hanya 50 persen,” ujar Kalla dalam pembukaan acara Asia Pacific Food Forum (APFF) pertama di Jakarta, Senin, 30 Oktober 2017.
Baca: 5 Kunci Ampuh Cegah Keracunan Makanan
Kalla mengatakan pola makan yang selalu sisa dan boros itu juga terjadi di Indonesia. “Lihat hotel-hotel dan restoran, berapa ton makanan yang dibuang setiap hari?” kata Kalla.
Oleh karena itu, perlu ada perubahan pola makan sehingga tidak ada makanan yang terbuang percuma saat masih banyak penduduk Indonesia yang kelaparan dan kurang gizi.
Kalla mengatakan Indonesia perlu mengikuti contoh negara-negara asing yang telah berupaya mengubah pola makan warganya. “Ada negara di Afrika mengubah cara dengan mengecilkan piring. Itulah contoh yang bisa kita ikuti,” katanya.
Gaya makan itu, bisa saja dimasukkan ke peraturan yang mengikat. “Mungkin nanti pemerintah memutuskan bikin keputusan presiden berapa besar piring yang boleh dipakai untuk makan, sehingga orang tidak mubazir,” ujarnya.
Baca: 4 Hal Terkait Finansial yang Harus Dibereskan Sebelum Usia 30
Kalla mengingatkan bahwa semua agama mengajarkan untuk tidak mubazir kecuali dalam hal kebaikan. Pola makan yang mubazir dapat menghambat upaya Indonesia dalam mencapai ketahanan pangan. Menurut Kalla, Indonesia mengalami dilema dalam mengupayakan ketahanan pangan karena tingginya pertumbuhan penduduk di Indonesia, yang mencapai kurang-lebih 1,5 persen tiap tahunnya.
Di saat yang sama, lahan untuk pertanian juga semakin berkurang karena dikonversi ke lahan industri dan perumahan. Oleh karena itu, Indonesia masih harus mengimpor banyak kebutuhan pangan, seperti jagung, terigu, gandum, dan terkadang beras. “Berarti semua kebutuhan itu harus tetap jadi bagian dari kebutuhan nasional kita yang mendesak dan harus dipenuhi,” kata Kalla.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini