Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama atau LBM-PWNU Jatim mengimbau agar warga NU tidak mengonsumsi produk olahan makan dan minuman yang mengandung zat pewarna karmin atau kode E-120 pada Selasa, 12 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Antara, Katib Suriyah PWNU Jawa Timur KH Romadlon Chotib menyebutkan bahwa produk yang mengandung karmin dinyatakan haram karena mengandung unsur najis. “Berdasarkan Jumhur Syafi’iyah penggunaan karmin untuk makanan, minuman, dan keperluan kosmetik tidak diperbolehkan dan haram,” ujar KH Romadlon Chotib pada Selasa, 12 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu menurut KH Romadhlon Chotib disebabkan karmin berasal dari hasyarat atau bangkai serangga yang merupakan suatu binatang yang menjijikan menurut Madzhab Syafi’i.
Tentang Zat Karmin
Dilansir dari biome.com, zat pewarna karmin terbuat dengan cara mengeringkan, menghancurkan, dan merendam serangga Cochineal (Dactylopius coccus) yang hidup pada tanaman kaktus.
Setelah itu, serangga Cochineal dijemur di bawah sinar matahari atau oven hingga beratnya mencapai 30 persen. Warna merah tua berasal dari asam yang dihasilkan serangga untuk menangkis predator atau pemangsanya. Pigmen merah tersebut diekstraksi dari tubuh serangga betina yang mengandung hingga 25 persen berat keringnya sebagai pewarna.
Serangga ini hidup di kaktus sekitar Amerika Latin dan dibudidayakan di Peru. Cochineal biasanya hidup di kaktus berjenis kaktus Nopales. Zat pewarna karmin telah tercatat digunakan sejak zaman kuno dan digunakan oleh suku Aztec dan Maya di Amerika Tengah dan Utara untuk mewarnai kain yang mereka buat.
Karmin biasa digunakan untuk lipstik, eye shadow, dan lipgloss. Karmin digunakan untuk menghasilkan warna merah cerah dan memiliki daya tahan yang kuat. Selain itu, karmin juga menjadi salah satu pewarna alami makanan dan minuman. Biasanya digunakan untuk memberikan warna merah, merah muda, sampai ungu.
Produk makanannya biasanya berupa permen, es krim, yoghurt, minuman bersoda, sampai sosis.
Dilansir dari Treehugger, penggunaan karmin dalam produk makanan dan minuman sempat dikecam oleh kelompok vegan di Amerika Serikat pada 2012. Mereka mengecam karena dengan memakan karmin sama saja dengan membunuh serangga.
Diperkirakan 22 miliar sampai 89 miliar serangga Cochineal betina dibunuh untuk menghasilkan karmin. Ini yang membuat kelompok vegan resah. Artikel ilmiah berjudul Carmine – Overlooked Allergen In Diagnostic Of Immediate And Delayed Idiopathic Hypersensitivity mengungkapkan bahwa produk dari Cochineal ternyata dapat menyebabkan reaksi anafilaksis yang parah, alergi kontak, sampai asma.
Meskipun begitu, artikel ilmiah berjudul Assessment of the Health implications of Synthetic and Natural Food Colourants – A Critical Review penggunaan karmin dari serangga Cochineal lebih baik dibandingkan menggunakan pewarna buatan yang dibuat menggunakan produk sampingan batubara sampai minyak bumi.
ANANDA BINTANG l KAKAK INDRA PURNAMA