Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang merasa tak nyaman bila tidak menghabiskan makanan di piring saat makan. Kebiasaan ini disebut sindrom piring bersih yang mengacu pada kebiasaan banyak orang yang tak akan berhenti makan sebelum piring licin tandas, apakah mereka benar-benar lapar atau tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perilaku tersebut dipengaruhi banyak faktor, dari budaya, sosial, sampai psikologis serta bisa berdampak serius pada pada kesehatan fisik dan mental. Penyebabnya juga beragam. Sejak kecil, banyak orang diajarkan untuk tidak menyisakan makanan di piring ketika makan karena hal itu merupakan tanda kita tidak bersyukur dan membuang makanan sementara banyak orang yang kelaparan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ajaran yang ditanamkan dalam budaya dan keluarga itu pun memicu keyakinan dan kebiasaan lain yang menyebabkan sindrom piring bersih. Selain itu, sindrom ini juga dipicu oleh:
Kebiasaan keluarga
Banyak keluarga selalu menekankan pentingnya tidak membuang makanan, yang bisa memicu perasaan bersalah saat makan tidak habis.
Pengalaman masa lalu
Orang yang punya pengalaman kesulitan untuk bisa makan atau kekurangan makanan di masa lalu bisa membentuk hubungan emosional dengan makanan sehingga tak akan berhenti makan dengan menyisakan makanan di piring.
Dampak Psikologis
Dilansir dari Marca pada 26 Maret 2025, sindrom piring bersih bisa memicu dampak psikologis sebagai berikut:
Rasa bersalah dan cemas
Orang yang selalu mendapat tekanan untuk menghabiskan makanan di piring akan merasa bersalah jika tak bida melakukannya. Rasa bersalah itu mungkin terkait keyakinan mengenai nilai makanan dan makanan yang terbuang, yang bisa menyebabkan hubungan yang tidak sehat dengan makan.
Sinyal tubuh terputus
Keharusan untuk menghabiskan makanan di piring bisa menyebabkan orang mengabaikan sinyal tubuh terkait rasa kenyang. Hal ini bisa berakibat maka berlebihan dan berpotensi memicu masalah seperti obesitas atau gangguan makan.
Kondisi emosional
Bagi kebanyakan orang, setiap gigitan makanan bisa terasa sebagai sesuatu yang bernilai karena pengalaman di masa lalu terkait kelaparan. Kondisi emosional ini bisa membuat makan sampai piring licin tandas menjadi mekanisme atau cara untuk menghadapi kecemasan dan rasa tak aman.
Hubungan toksik dengan makanan
Sindrom piring bersih bisa berkontribusi pada hubungan beracun dengan makanan, di mana memenuhi keinginan eksternal lebih diprioritaskan dibanding mendengarkan kebutuhan tubuh sendiri. Kondisi ini bisa berakibat gangguan makan seperti menghindari makan atau makan berlebihan. Mengenali pola tersebut penting untuk mengambil langkah berikutnya agar hubungan dengan makanan lebih sehat, di mana kesehatan diri lebih penting dari norma sosial.