Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebulan menjelang Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diperingati setiap 31 Mei, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) memberikan izin edar untuk Iqos pada akhir April 2019. Produk keluaran Philips Morris tersebut merupakan tembakau yang dipanaskan dan dikliam tanpa asap. Persetujuan ini dikeluarkan setelah FDA melakukan kajian terhadap produk tersebut selama dua tahun.
Baca juga: Merokok Saat Buka Puasa Tidak Disarankan, Ini Alasannya
Dilansir dari laman FDA, agensi menilai bahwa produk itu sesuai untuk perlindungan kesehatan masyarakat karena menghasilkan racun lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. Meski telah mengantongi izin, FDA tidak menilai produk tersebut aman. Sebab, semua produk tembakau berpotensi berbahaya dan membuat ketagihan.
Berbeda dengan rokok konvensional yang dibakar, Iqos memiliki perangkat heat stick yang berfungsi memanaskan tembakau. Ketika dipanaskan dengan suhu sekitar 350 derajat Celsius, tembakau tersebut akan menghasilkan aerosol yang mengandung nikotin.
Iqos juga berbeda dengan rokok elektrik atau vape. Rokok elektrik, yang populer karena dianggap dapat membantu orang berhenti merokok, menggunakan cairan nikotin yang menghasilkan asap.
Meski diklaim lebih aman, Iqos yang saat ini beredar di sebagian besar negara Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, disebut berpotensi membahayakan kesehatan. Para pakar kesehatan khawatir produk ini akan menjadi fase baru industri tembakau di dunia.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ERJ Open Research, mengamati efek uap in vitro yang dihasilkan oleh perangkat Iqos, rokok konvensional, dan vape pada sel manusia yang ada di paru-paru dan saluran udara. Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa ketiga produk tersebut sama-sama menyisakan racun pada sel paru-paru. Uap perangkat Iqos disebut memiliki toksisitas yang sebanding dengan rokok tradisional.
"Kami mengamati tingkat toksisitas seluler yang berbeda dengan semua bentuk paparan dalam sel paru-paru manusia. Yang keluar dengan jelas adalah bahwa produk baru itu sama beracunnya bagi sel, dibandingkan dengan rokok konvensional atau rokok elektrik," kata Sukhwinder Sohal, PhD, salah satu penulis penelitian dan peneliti ilmu kesehatan di Respiratory Translational Research Group University of Tasmania, seperti dikutip Health Line pada 15 Februari 2019.
Sebelumnya, Reuters juga menulis hasil penelitian yang menyebut bahwa produk ini tetap berbahaya bagi paru-paru. Ketika perokok beralih dari rokok tradisional ke perangkat ini, para peneliti tidak menemukan bukti perbaikan fungsi paru-paru atau pengurangan peradangan yang dapat menandakan kerusakan pembuluh darah terkait tembakau.
"Bahkan jika seorang pasien dapat beralih sepenuhnya dari rokok biasa ke produk, data Philip Morris International sendiri menunjukkan bahwa akan terus ada risiko kesehatan yang signifikan terkait dengan produk-produk ini," kata penulis studi utama Dr. Farzad Moazed dari Universitas California, San Francisco.
"Meskipun berhenti merokok itu sulit, ada banyak pilihan lain untuk berhenti merokok yang lebih efektif dan lebih aman daripada penggunaan produk-produk ini," kata Moazed kepada Reuters.
Baca juga: Mungkinkah Perokok Berat Bisa Berhenti Merokok? Cek Solusinya
Saat ini data tentang perbandingan keamanan Iqos dengan rokok konvensional masih sangat terbatas, juga penelitian jangka panjangnya. Tapi menurut Moazed, bukti yang tersedia menunjukkan bahwa perangkat ini punya dampak terhadap paru-paru yang sama bahayanya dengan rokok konvensional.
REUTERS | HEALTH LINE | FDA | BBC
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini