Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Otak Dan Ramadhan

Kemampuan berpikir seseorang yang berpuasa tidak berkurang menurut ahli gizi Walujo Soerjodibroto. Anak-anak yang bersekolah sambil berpuasa telah cukup mendapat energi ketika berbuka dan sahur.(ksh)

4 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDA mungkin seorang pelajar yang harus sekolah dalam bulan Ramadhan ini. Mungkin juga seorang karyawan yang menggunakan lebih banyak kerja otak ketimbang tenaga badan. Puasa memang berpengaruh terhadap kemampuan fisik. Tapi bagaimana dengan daya berpikir? Kalau ditinjau dari sudut ilmu kedokteran, puasa ternyata tak mengurangi kemampuan berpikir. "Karena otak membutuhkan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan otot, ulas dr H. Ali Akbar, dosen ilmu faal di Fakultas Kedokteran UI, Trisakti dan Sekolah Tinggi Kedokteran Yarsi, Jakarta. Menurut dokter yang sering pula berdakwah ini, orang berpuasa secara Islam hanya dari subuh sampai matahari terbenam, sedang suplai energi yang diperolehnya dari makanan ketika berbuka dan sahur sudah cukup. Jauh Dari Cukup Ia mengakui sampai sekarang belum pernah ada penelitian mengenai pengaruh puasa terhadap kemampuan berpikir. Tapi, katanya, di dunia ini ada 900 juta orang Islam, termasuk di antaranya para profesor dan dokter yang juga menjalankan ibadah puasa "Andainya ada pengaruh buruk puasa terhadap otak, tentu mereka takkan berpuasa." Walujo Soerjodibroto, dokter yang memboyong gelar PhD dalam ilmu gizi dari London Vniversity mendukung pendapat Ali Akbar tadi. Dalam 24 jam otak hanya memerlukan karbohidrat sebanyak 30 sampai 38 gram, katanya. Dengan makanan yang disantap ketika berbuka dan sahur, jumlah itu dianggapnya bisa dicapai. "Selama brpuasa karbohidrat yang tersedia jauh dari cukup. Kalau pun ada yang mengatakan saya tak bisa berpikir, itu hanya persoalan psikologis saja," katanya. Dari berbagai zat yang kita serap dari makanan -- seperti lemak, protein dan vitamin -- adalah karbohidrat yang bisa dipakai sebagai sumber energi oleh otak. Zat ini dikandung oleh gula-gulaan, buah-buahan dan nasi misalnya. Sekalipun otak amat memerlukan karbohidrat, Soerjodibroto tidak menganjurkan agar orang menggenjot yang manis-manis seperti kolak atau kurma. "Makanlah sebagaimana biasa," katanya. "Percayalah agama itu menyuruh kita berpuasa supaya sehat. Dan haruslah diingat badan kita ini memiliki daya keseimbangan yang sangat peka, dan bisa mengembalikan keseimbangan secara luar biasa."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus