Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Rumah di jalan setiabudi 66

Mahyudin binu, seorang warga bandung mengadu bahwa rumahnya diserobot wakil gubernur jawa barat. surat izin menghuni yang dimilikinya dicabut kembali oleh kantor urusan perumahan. (kt)

4 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUDING menuding melanggar hukum terjadi antara seorang penduduk Kota Bandung bernama Mahyudin Binu dengan Wakil Gubernur Jawa Barat ir Suhud Warnaen Puraatmaja. Ini sehubungan dengan satu surat keputusan Kantor Urusan Perumahan (KUP) Kotamadya Bandung Desember 1977. Isinya: memerintahkan penghuni paviliun rumah di Jatan Setiabudi 66 Bandung hijrah ke alamat Jalan Degung 5 di kota yang sama. Mahyudin Binu, penghuni paviliun tadi, mengaku tak mengerti seluk beluk keluarnya SK KUP tersebut. Mahyudin, kepala rumah tangga beranggota 15 jiwa, mengisi paviliun tadi sejak 1967. Itu dilakukan dengan cara mengambil oper Surat Izin Menghuni (SIM) bangunan tersebut dari seorang bernama Sutisna. Pada saat yang lain, 1971, muncul ir Suhud WP sebagai pemegang SIM bagi rumah induk di mana rumah yang ditempati Mahyudin merupakan paviliunnya. Suhud kini Wagub Ja-Bar sebelumnya adalah dosen ITB (Institut Teknologi Bandung). Ketika pada 1971 Gubernur Ja-Bar waktu itu, Solichin GP, memintanya bekerja dilingkungan pemerintah Ja-Bar, rektor ITB Doddy Tisnaamidjaya atas namanya meminta Solichin menyediakan rumah. Solichin mengabulkan permintaan ini. Keluarlah surat penunjukan baginya untuk tinggal di rumah beralamat Jalan Setiabudi 66 tadi. Ini dimungkinkan lantaran bangunan berikut tanah di alamat tersebut milik pemerintah daerah. Sutisna yang juga menempati rumah induk beralamat tadi tak keberatan melepaskan haknya kepada ir Suhud. Sebab ia sebelumnya tinggal di sana karena penunjukan dari pemerintah daerah pula. Yakni dalam hubungan Sutisna sebagai karyawan PD Mamin (Perusahaan Daerah Makanan dan Minuman Jawa Barat). Tak demikian halnya dengan Mahyudin. Sebab dua tahun setelah ia tinggal di paviliun yang dipersengketakan ini Mahyudin mendapat SIM resmi atas namanya sendiri dari KUP. Sebegitu jauh persoalan baru meledak setelah pada 1975 KUP tiba-tiba saja mencabut SIM yang sudah dikeluarkannya atas nama Mahyudin. Alasannya: penghunian paviliun yang dipersengketakan ini oleh Mahyudin Binu sebelumnya tanpa persetujuan dari pemerintah Jawa Barat. Mahyudin tak memahami SK pencabutan SIM tersebut. Sebab apapun dalihnya KUP merupakan instansi yang bertanggungjawab dalam penerbitan SIM yang ada padanya. Itu sebabnya ia ngotot untuk berperkara. Sekalipun Walikota Bandung pada 1976, Haji Ucu Junaedi, menguatkan putusan pencabutan SIM oleh KUP tadi. Bahkan juga berbagai instansi lain yang terpaut dalam masalah hukum dan harta benda pemerintah dderah, (seperti pemerintah Jawa Barat, Pengadilan Negeri Bandung maupun Pengadilan Propinsi Jawa Barat serta Departemen Dalam Negeri), mengambil sikap yang sama. Meskipun demikian apa yang terjadi kemudian adalah pengosongan Paviliun yang ditempati Mahyudin dilakukan seara paksa oleh petugas ABRI dari Garnisun Bandung/Cimahi 2 Desember 1977. Kemana Mahyudin setelah itu? Sampai sekarang ia tinggal di alamat yang disebut KUP sebagai ganti rugi pengosongan tempat tinggalnya semula. Yakni Jalan Degung No 5, rumah yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu rumah milik ir Suhud pula. Namun Mahyudin belum mau menandatangani berita acara penerimaan ganti rugi ini. Alasannya ia tetap merasa diusir secara tidak wajar dari tempat tinggalnya semula. Pertama, karena ia sudah tinggal di tempat tersebut selama beberapa tahun dan pernah dengan SIM yang syah. Kedua, ia menyebut-nyebut adanya kesewenang-wenangan dari ir Suhud sebagai Waguh maupun dari Pemerintah Jawa Barat secara keseluruhan. Maka, setelah sebelumnya pernah mengadu kepada Kopkamtib yang kemudian melanjutkan masalahnya ke Kodam VI Siliwangi, terakhir Juni lalu Mahyudin Binu sebagai Mayor Purnawirawan mengadu pula ke pada Menteri Hankam disamping kepada Ketua Opstib Pusat dan Ketua Komisi III DPR di Jakarta. Sebegitu jauh ia belum menerima hasilnya. Di pihak lain, ir Suhud menanggapi tindakan-tindakan Mahyudin dengan tenang saja. Menurut dia kalau Mahyudin merasa diperlakukan tidak adil sasarannya harus ditujukan kepada gubernur. Sebab gubernurlah yang menunjuknya untuk tinggal di alamat Jalan Setiabudi 66 tadi. Adapun tentang rumah di Jalan Degung ir Suhud mengakui bahwa itu memang rumah haknya. Namun penyerahannya kepada Mahyudin semata-mata karena ia katanya menimbang rasa kepada Mahyudin sendiri yang katanya cukup banyak anggota keluarganya. Maka apabila sekarang Mahyudin meremehkan arti timbang rasa itu Suhud menyatakan akan membalik memperkarakan Mahyudin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus