TUDING menuding melanggar hukum terjadi antara seorang penduduk
Kota Bandung bernama Mahyudin Binu dengan Wakil Gubernur Jawa
Barat ir Suhud Warnaen Puraatmaja. Ini sehubungan dengan satu
surat keputusan Kantor Urusan Perumahan (KUP) Kotamadya Bandung
Desember 1977. Isinya: memerintahkan penghuni paviliun rumah di
Jatan Setiabudi 66 Bandung hijrah ke alamat Jalan Degung 5 di
kota yang sama. Mahyudin Binu, penghuni paviliun tadi, mengaku
tak mengerti seluk beluk keluarnya SK KUP tersebut.
Mahyudin, kepala rumah tangga beranggota 15 jiwa, mengisi
paviliun tadi sejak 1967. Itu dilakukan dengan cara mengambil
oper Surat Izin Menghuni (SIM) bangunan tersebut dari seorang
bernama Sutisna. Pada saat yang lain, 1971, muncul ir Suhud WP
sebagai pemegang SIM bagi rumah induk di mana rumah yang
ditempati Mahyudin merupakan paviliunnya.
Suhud kini Wagub Ja-Bar sebelumnya adalah dosen ITB (Institut
Teknologi Bandung). Ketika pada 1971 Gubernur Ja-Bar waktu itu,
Solichin GP, memintanya bekerja dilingkungan pemerintah Ja-Bar,
rektor ITB Doddy Tisnaamidjaya atas namanya meminta Solichin
menyediakan rumah.
Solichin mengabulkan permintaan ini. Keluarlah surat penunjukan
baginya untuk tinggal di rumah beralamat Jalan Setiabudi 66
tadi. Ini dimungkinkan lantaran bangunan berikut tanah di alamat
tersebut milik pemerintah daerah. Sutisna yang juga menempati
rumah induk beralamat tadi tak keberatan melepaskan haknya
kepada ir Suhud. Sebab ia sebelumnya tinggal di sana karena
penunjukan dari pemerintah daerah pula. Yakni dalam hubungan
Sutisna sebagai karyawan PD Mamin (Perusahaan Daerah Makanan dan
Minuman Jawa Barat).
Tak demikian halnya dengan Mahyudin. Sebab dua tahun setelah ia
tinggal di paviliun yang dipersengketakan ini Mahyudin mendapat
SIM resmi atas namanya sendiri dari KUP. Sebegitu jauh persoalan
baru meledak setelah pada 1975 KUP tiba-tiba saja mencabut SIM
yang sudah dikeluarkannya atas nama Mahyudin. Alasannya:
penghunian paviliun yang dipersengketakan ini oleh Mahyudin
Binu sebelumnya tanpa persetujuan dari pemerintah Jawa Barat.
Mahyudin tak memahami SK pencabutan SIM tersebut. Sebab apapun
dalihnya KUP merupakan instansi yang bertanggungjawab dalam
penerbitan SIM yang ada padanya. Itu sebabnya ia ngotot untuk
berperkara. Sekalipun Walikota Bandung pada 1976, Haji Ucu
Junaedi, menguatkan putusan pencabutan SIM oleh KUP tadi. Bahkan
juga berbagai instansi lain yang terpaut dalam masalah hukum dan
harta benda pemerintah dderah, (seperti pemerintah Jawa Barat,
Pengadilan Negeri Bandung maupun Pengadilan Propinsi Jawa Barat
serta Departemen Dalam Negeri), mengambil sikap yang sama.
Meskipun demikian apa yang terjadi kemudian adalah pengosongan
Paviliun yang ditempati Mahyudin dilakukan seara paksa oleh
petugas ABRI dari Garnisun Bandung/Cimahi 2 Desember 1977.
Kemana Mahyudin setelah itu? Sampai sekarang ia tinggal di
alamat yang disebut KUP sebagai ganti rugi pengosongan tempat
tinggalnya semula. Yakni Jalan Degung No 5, rumah yang
sebelumnya dikenal sebagai salah satu rumah milik ir Suhud pula.
Namun Mahyudin belum mau menandatangani berita acara penerimaan
ganti rugi ini. Alasannya ia tetap merasa diusir secara tidak
wajar dari tempat tinggalnya semula. Pertama, karena ia sudah
tinggal di tempat tersebut selama beberapa tahun dan pernah
dengan SIM yang syah. Kedua, ia menyebut-nyebut adanya
kesewenang-wenangan dari ir Suhud sebagai Waguh maupun dari
Pemerintah Jawa Barat secara keseluruhan. Maka, setelah
sebelumnya pernah mengadu kepada Kopkamtib yang kemudian
melanjutkan masalahnya ke Kodam VI Siliwangi, terakhir Juni lalu
Mahyudin Binu sebagai Mayor Purnawirawan mengadu pula ke pada
Menteri Hankam disamping kepada Ketua Opstib Pusat dan Ketua
Komisi III DPR di Jakarta. Sebegitu jauh ia belum menerima
hasilnya.
Di pihak lain, ir Suhud menanggapi tindakan-tindakan Mahyudin
dengan tenang saja. Menurut dia kalau Mahyudin merasa
diperlakukan tidak adil sasarannya harus ditujukan kepada
gubernur. Sebab gubernurlah yang menunjuknya untuk tinggal di
alamat Jalan Setiabudi 66 tadi. Adapun tentang rumah di Jalan
Degung ir Suhud mengakui bahwa itu memang rumah haknya. Namun
penyerahannya kepada Mahyudin semata-mata karena ia katanya
menimbang rasa kepada Mahyudin sendiri yang katanya cukup banyak
anggota keluarganya. Maka apabila sekarang Mahyudin meremehkan
arti timbang rasa itu Suhud menyatakan akan membalik
memperkarakan Mahyudin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini