MOHAMMAD Iqbal, ulama dan salah seorang "arsitek" Republik Islam
Pakistan, diceritakan berkata menjelang matinya "Biarlah saya
mendengar Beethoven di sorga." Dan kini Ayatullah Khomeini,
arsitek Republik Islam Iran, sebaliknya melarang semua jenis
musik -- dari yang pop sampai yang Beethoven. "Musik tak ada
bedanya dengan candu. Karena itu harus dihilangkan program
siarannya di radio dan televisi," kata ulama 79 tahun itu
menurut kantor berita resmi Iran PARS.
Aneh. Meski toh tak terlalu mengherankan. Iqbal, seniman besar
yang juga menyukai kata-kata besar itu, wajar saja bila memberi
penghargaan tinggi kepada Beethoven maupun barangkali
musik-musik sejenis. Ia betapa pun bukanlah seorang kyai --
dalam artinya yang asli yang semacam pertapa. Tapi di hadapan
seorang kyai, apa sih sebenarnya yang tak pantas dalam hal musik
Iran?
Seni Baca Qur'an
Kedengarannya baik-baik saja. Memang, Radio Iran ada menyiarkan
musik populer dan rock Barat, yang berhasil menarik banyak
sekali muda-mudi Iran berdansa di disko-disko. Tapi itu dulu --
sebelum revolusi. Sekarang ini Radio Iran kebanyakan hanya
memutar lagu-lagu Parsi dan klasik. Jadi mengapa dimusuhi?
"Sekali otak manusia terbiasa dengan musik," kata Khomeini, "ia
akan menjadi tidak produktif, menjadi tak berguna dan parasit."
Jadi jelas. Bukan karena musik menyebabkan tindakan amoral
menurut agama, misalnya.
Alasannya dengan begitu jadi tidak terlalu resmi Islam -- bahkan
"tidak produktif" dan "candu" itu sungguh bukan istilah kalangan
ulama. Dan sikap anti musik tak cuma dipunyai Khomeini sendiri.
Hitler misalnya, tak suka musik kecuali karya Wagner. Juga
Plato.
Namun tantangan seorang kyai terhadap,musik bukan 100% ganjii.
Terutama di waktu-waktu yang lalu, memang terdapat para ulama
yang menolak segala bentuk ekspresi musik. Hidup, bagi mereka,
adalah kira-kira sebuah konsentrasi kesalihan yang sama sekali
bersih, yang tidak tercampur -- bahkan tidak dengan musik,
walaupun musik dianggap sumber emosi spiritual yang tinggi.
Kesalihan dalam Islam adalah sesuatu yang kuat, tulus, dan
sunyi. Tanpa musik, tanpa gambar, tanpa perintang-rintang.
Suasana yang hendak dicapai memang lebih murni spiritual, dan
bukan "psikologis".
Tak dijelaskan dalam berita adakah Khomeini juga melarang seni
baca Qur'an --yang sampai-sampai di tahun 50-an masih ada juga
ditentang di Indonesia. Barangkali ia tak melarang tilawat itu.
Khomeini memang bukan tokoh derwisy, yang menggunakan musik
berlimpah-limpah untuk mencapai "kesatuan dengan Tuhan". Tapi
sangat tak bisa dipercaya bila ia berniat menghapuskan seluruh
lagu keagamaan dan puji-pujian kepada Nabi dan para imam,
seperti dinyanyikan dalam perkumpulan-perkumpulan.
Syahdan dalam sejarah kultur Islam musik sebenarnya merupakan
salah satu komponen gemilang yang telah dihasilkan oleh
percampuran budaya bangsa-bangsa.
Bahkan di masa 4 orang khalifah Islam yang pertama (632-660),
yang terkenal keras pada diri sendiri dan sangat hemat, Makkah
dan Madinah ternyata dipenuhi musik juga. Tercatat misalnya
musikus wanita 'Azzah al Mailaa yang populer dengan al ghinaa ur
raqiiq (lagu-lagu tenang)nya, dan yang rumahnya menjadi salah
satu "pusat musik". Juga Jamilah, di kota yang sama, yang
dikelilingi baik para musikus, penyair maupun orang-orang
terhormat. Demikian pula dua musikus lelaki: Tuwais dan Saib
Khatiz.
Memang, betapa pun terasa ada jarak antara lingkungan "duniawi"
ini dengan para khalifah yang alim. Toh bukan jarak permusuhan
kegiatan musik tetap dibiarkan berkembang. Sebab, alasan apakah
gerangan yang bisa dipakai untuk melarang orang menerima
kelembutan melodi, untuk membiarkan jiwa saling bertutur?
Dan bukankah ada kisah Nabi Daud? Daud, dalam riwayat di
samping seorang jagoan perang yang bisa melipat besi, juga
seorang biduan yang kampiun benar. Ada cerita betapa suara sang
nabi yang bernyanyi itu bergelombang mencapai bukit dan
pohon-pohon. Kalau ia tarik suara, atau membawakan instrumen,
burung-burung turun -- dan hinggap di tubuhnya, di lengannya.
Sepenuh jiwa mereka ini menenggelamkan diri dalam lagu --
sehingga pada desah terakhir melodi, ketika lagu berhenti,
burung-burung itu pun berjatuhan ke tanah. Mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini