Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Desa Penglipuran adalah salah satu destinasi wisata yang terletak di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali dengan luas wilayah 112 hektare. Secara rinci, luas desa yang dikategorikan sebagai desa wisata ini dibagi dalam beberapa lahan, yaitu sebanyak 50 hektare untuk lahan pertanian, sebanyak 45 hektare untuk hutan bambu, sejumlah 4 hektare untuk hutan kayu, sejumlah 9 hekatre untuk permukiman, sebanyak 4 hektare lainnya untuk tempat suci dan fasilitas umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desa wisata ini terletak cukup strategis di tengah Pulau Dewata. Desa ini berjarak 60 kilometer dari Bandara I Gusti Ngurah Rai. Sementara itu, secara geografis desa ini terletak pada ketinggian 600- 650 meter dari permukaan air laut sehingga memiliki suhu yang cukup sejuk dan semakin menambah asri suasana desa. Mata pencaharian penduduk desa yang berjumlah ribuan orang ini beragam, antara lain perajin, pedagang suvenir, petani, pengelola home stay, karyawan, pegawai negeri sipil (PNS), dan pelaku pariwisata lainnya, seperti tercantum dalam kemenparekraf.go.id.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mayoritas masyarakat Desa Penglipuran menganut ajaran agama Hindu yang menjunjung tinggi adat istiadat, nilai gotong royong ,kekeluargaan, kearifan lokal dengan berdasarkan pada konsep Tri Hitha Karana dan bertahan sampai sekarang, meskipun berada dalam dinamika perubahan sosial. Tri Hita Karana merupakan konsep landasan pengetahuan (epistemologi) yang dapat melestarikan keberagaman budaya dan lingkungan di tengah derasnya globalisasi dan homogenisasi. Konsep ini berasal dari kata tri yang berarti tiga, hita berarti kebahagiaan, dan karana berarti sebab atau “yang menyebabkan” sehingga dapat dimaknai sebagai tiga penyebab kebahagiaan.
Merujuk unnes.ac.id, tiga hal yang bisa menyebabkan kebahagiaan bagi masyarakat Desa Penglipuran dalam ajaran Tri Hita Karana adalah hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Nilai-nilai tersebut masih ada sampai sekarang akan akan selalu digunakan masyarakat Desa Penglipuran sebagai pedoman orientasi dan motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebab, ketiga nilai tersebut semuanya saling terhubung satu sama lain yang terwujud dari berkembang Desa Penglipuran sesuai ajaran agama Hindu disertai lingkungan bersih dan masyarakat ramah.
Secara umum, nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Hita Karna tertuang dalam ajaran agama Hindu. Masyarakat Desa Penglipuran yang sebagian besar agama Hindu meyakini hasil dari perbuatan. Artinya, jika berbuat baik, maka hasilnya pun adalah kebaikan dan sebaliknya jika berbuat buruk, maka keburukan yang akan didapatkannya. Ajaran tersebut berlaku tidak hanya untuk sesama manusia, tetapi juga kepada Tuhan dan lingkungan. Lalu, jika benar-benar terjadi pelanggaran terhadap pedoman yang berlaku, maka masyarakat Desa Penglipuran akan segera melakukan suatu upacara untuk menyeimbangkan keadaan masyarakat.
Tidak stagnan, pedoman Desa Penglipuran dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Masyarakat Desa Penglipuran masih menerima masyarakat luar desa untuk melakukan pernikahan. Akibatnya, pedoman tersebut masih eksis sampai sekarang di Desa Penglipuran.
sistem penerapan seperti ini, membawa Desa Penglipuran menerima berbagai penghargaan, mulai dari tingkat daerah sampai internasional, di antaranya Juara I Cipta Award 2013, Desa Wisata Juara lI Tingkat Nasional 2014, Desa Wisata Standar ASEAN 2017, Juara I Homestay tingkat Provinsi, Standar Homestay Asia, Green Destination Sustainable 2019, dan penghargaan Non Tourism sebagai Kampung Iklim, sebagaimana dikutip disparda.baliprov.go.id.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.