Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hampir setiap orang memiliki fobia, suatu gangguan kecemasan yang menyebabkan ketakutan tertentu. Pengidapnya kerap merasakan takut yang berlebihan dan sering kali tidak beralasan. Fobia biasanya dirasakan seseorang terhadap situasi atau objek tertentu sehingga menyebabkan depresi, kecemasan, dan kepanikan. Salah satu fobia yang dialami hampir semua orang adalah fobia elevator.
Berdasarkan kamus psikologi APA, fobia elevator merupakan rasa ketakutan yang terus-menerus dan irasional terhadap elevator, yang ditimbulkan dari rasa takut ketinggian (acrophobia), takut tempat tertutup (claustrophobia) dan takut panik (agoraphobia). Mengutip dari fandom.com, fobia ini dipicu oleh keadaan terjebak lift dalam waktu yang lama. Oleh sebab itu, penderita biasanya menghindari penggunaan lift sekalipun berada di gedung pencakar langit dan mesti naik tangga.
Fobia elevator terjadi karena rasa takut terjebak di suatu tempat yang hampir tidak mungkin untuk melarikan diri. Kemudian rasa takut pada lift, karena lift menutupnya dan mereka mulai panik sehingga tidak dapat keluar lagi, yang akhirnya menimbulkan rasa takut berada di ruang tertutup.
Melansir dari id.sainte-anastasie.org, penyebab fobia elevator sangat rumit, karena tidak ada faktor utama yang memicu gangguan ini. Namun, ada teori yang menunjuk bahwa kecenderungan genetik seseorang bersamaan dengan suatu peristiwa atau situasi traumatis yang terkait dengan lift akan memicu munculnya fobia tersebut.
Selain itu, fobia ini juga terjadi karena pengalaman penderita sebelumnya yang menyebabkan ketakutan. Misalnya pernah terjebak dalam lift, kecelakaan lift, kemacetan. Bahkan tak jarang ada yang meninggal.
Merangkum dari healthline.com, berikut beberapa cara yang bisa mengobati fobia elevator
1. Terapi perilaku kognitif
Terapi ini akan mengajari pasien untuk mengelola dan mengubah perilaku negatif yang muncul dari situasi yang memicu terjadinya fobia elevator.
2. Terapi perilaku emosional rasional (REBT)
REBT adalah bentuk CBT yang berorientasi pada tindakan yang berfokus membahas sikap, emosi, dan perilaku yang tidak sehat. Termasuk memperdebatkan keyakinan irasional untuk membantu orang mengembangkan alternatif yang realistis dan sehat.
3. Relaksasi dan visualisasi
Terapis ini menawarkan teknik relaksasi dan visualisasi yang digunakan saat berada dalam situasi sesak. Teknik tersebut mencakup latihan seperti menghitung mundur dari 10 atau membayangkan tempat yang aman, yang kemudian membantu menenangkan saraf dan meredakan kepanikan.
4. Terapi pemaparan
Memberikan pemaparan untuk membiasakan diri dengan pengoperasian elevator sudah cukup untuk mengekang rasa takut ringan. Selain itu, penderita akan dicoba duduk dan menonton lift kaca selama beberapa jam untuk membantu menghilangkan kecemasan yang dialami.
Tak hanya itu, dalam situasi tidak dapat dihindari, ada beberapa cara untuk mengatasi selama terjadinya fobia elevator, yaitu:
1. Ingatkan diri anda berulang kali bahwa ketakutan dan kecemasan akan berlalu. Kemudian ingatkan diri anda bahwa ketakutan itu tidak rasional.
2. Bernapas perlahan, mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskan napas perlahan untuk mengurangi peningkatan denyut jantung dan menghindari perasaan pusing.
3. Usahakan untuk tidak melakukan perilaku melarikan diri yang kompulsif seperti memaksa pintu, karena ini masih akan semakin meningkatkan tingkat kecemasan.
4. Minta bantuan jika perlu atau kita menemukan diri kita sangat buruk.
Pilihan Editor: Aisiah Sinta Dewi Tewas di Lift Kualanamu, Keluarga Hanya Dapat Uang Duka Rp 5 Juta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini