Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Memilah makanan sehat menjadi tantangan tersendiri. Kini masyarakat juga harus memperhatikan label pada kemasan plastik makanan dan minuman sebagai investasi kesehatan yang harus dilakukan bila ingin hidup sehat dan menjauhkan diri dari penyakit tidak menular dalam jangka panjang. Hindari kemasan plastik yang mengandung bisfenol-A (BPA).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 1950, BPA mulai digunakan dalam resin epoksi dan bahan dasar pembuatan plastik polikarbonat. Namun di 1970, program nasional toksisitas di Amerika Serikat menemukan BPA bersifat toksik bagi organ reproduksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah melewati banyak uji penelitian, di 2008 Badan Pengawas Makanan dan Obat di Amerika Serikat (US-FDA) menetapkan batas konsentrasi asupan sementara Kanada mengeluarkan larangan terbatas penggunaan BPA dan mengklasifikasikannya sebagai zat beracun.
Pada 2011, Komisi Regulasi Uni Eropa mengeluarkan Specific Migration Limit (SML) dan melarang menggunakan BPA pada produk botol bayi dan anak-anak. Bahkan, sejumlah negara menerapkan pengaturan spesifik BPA pada kemasan pangan, seperti Prancis yang melarang penggunaan BPA pada seluruh kemasan kontak pangan. Negara bagian California di Amerika Serikat mewajibkan produsen untuk mencantumkan label.
Kemasan ini mengandung BPA yang berpotensi menyebabkan kanker, gangguan kehamilan, dan sistem reproduksi. Sementara Denmark, Austria, Swedia, Malaysia, melarang penggunaan BPA pada kemasan kontak pangan untuk konsumen usia rentan 0-3 tahun.
Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan jujur, Badan POM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik dengan melakukan revisi Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny K. Lukito menegaskan isu BPA dalam produk pangan olahan ini bukan masalah kasus lokal atau nasional tetapi merupakan perhatian global yang harus disikapi dengan cerdas dan bijaksana untuk kepentingan perlindungan kesehatan konsumen.
PB IDI mendukung upaya Badan POM RI dalam kajian regulasi pelabelan BPA pada kemasan plastik demi keamanan dan perlindungan kesehatan masyarakat. Dr. Ulul Albab dari PB IDI juga mengingatkan semua pihak untuk menerapkan visi ekonomi plastik baru sesuai dengan rekomendasi UNEP, yakni mengeliminasi plastik yang tidak dibutuhkan.
"Tak lupa berinovasi untuk memastikan plastik yang dibutuhkan dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang, dapat dikomposkan, serta sirkulasikan semua barang plastik yang digunakan untuk menjaganya tetap ekonomis dan ramah lingkungan," kata Ulul.
Mengenai regulasi pelabelan, IDI kemudian memberikan sejumlah rekomendasi pada pemerintah, industri, dan masyarakat terkait BPA pada kemasan plastik. Pertama, pemberian label ada atau tidak adanya BPA dalam kemasan makanan dan minuman. Kemudian bagi produsen dan pelaku industri, konsultasikan kandungan dan aturan pelabelan pada Badan POM RI demi keselamatan masyarakat.
Ketiga pilihlah kemasan plastik yang memiliki label Bebas BPA, termasuk pada air minum dalam kemasan. Lalu, hindari menggunakan, menyimpan, ataupun mencuci botol minum berkali-kali dalam suhu tinggi. Terakhir, produsen dan konsumen harus bijak dalam memproduksi dan memilih kemasan plastik untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Baca juga: Bahaya BPA pada Plastik bagi Kesehatan