DIAM-diam prestasi dokter ahli bedah saraf Indonesia sudah diakui dan dikenal luas di luar negeri. Apalagi dengan suksesnya operasi pemisahan kembar siam Yuliana-Yuliani. Di balik sukses itu, ada Dokter Padmosantjojo dan stafnya yang berhasil memisahkan pembuluh sinus sagitalis di kepala si kembar, sebulan lalu. Tampaknya, kedua bayi mungil putri keluarga Tularji itu akan tumbuh normal seperti laiknya anak sehat masa kini. Prestasi itu bisa disejajarkan dengan prestasi para ahli bedah saraf Amerika yang berhasil mengoperasi kembar siam Baltimore -- sementara dokter Jerman sendiri masih menyerahkan pengoperasian bayi kembarnya pada orang AS. Tak heran jika beberapa ahli kini berdatangan dari Jerman dan Belanda, untuk melihat dan ikut mempelajari film jalannya operasi yang dilakukan Padmo dan tim RSCM Jakarta. Kendati demikian, Padmo yang jangkung dan sederhana itu tetap rendah hati. Ia menyatakan, "Keberhasilan operasi itu merupakan buah perjuangan semua dokter dan perawat dalam tim RSCM." Ia juga mengungkapkan bahwa diam-diam ia menanyakan pendapat sejawatnya di Surabaya, dr. Umar Kasan, yang ahli dalam "mengotak-atik" pembuluh darah sistem saraf. Umar Kasan, 40 tahun, adalah ahli bedah saraf terkenal dari RS Dr. Sutomo, Surabaya -- dan ahli bedah pembuluh darah otak yang pertama di Indonesia. Dan bagi prestasi tim operasi kraniopagus RSCM, ahli bedah saraf itu -- yang pernah mengoperasi selama 26 jam nonstop -- ikut gembira. "Alhamdulillah," demikian ucapnya ketika diwawancarai pembantu TEMPO, Saiff Bakham. Prestasi gemilang tak hanya terbatas pada Padmo dan Umar Kasan. Di Bandung, ada seorang ahli bedah saraf yang juga sangat dikenal luas, bahkan di luar negeri. Ahli itu, Prof. Dr. R. Iskarno, beberapa waktu lalu dilantik sebagai Wakil Presiden Academia Eurasiana Nerochirurgica (EN), periode 1987-1990, di Brussel, Belgia. AEN merupakan organisasi perkumpulan dokter ahli bedah saraf Eropa-Asia yang beranggotakan 81 orang terpilih. AEN cuma beranggotakan 100 ahli -- tak boleh lebih. Berbeda dengan organisasi seperti World Society of Neurosurgery, AEN memang unik, agak bersifat politis, dan sangat eksklusif. Pergantian anggota pun hanya bisa dilakukan bila ada anggota lama yang mati, sementara untuk menjadi anggota, seorang calon mesti direkomendasikan oleh minimal lima ahli, dan kemudian disahkan oleh kongres AEN. Tak ada pengajuan lamaran atas nama pribadi. Artinya, bila seorang jadi anggota, ia mestilah seorang yang benar-benar dikenal, senior, dan ahli dalam bedah saraf, atau neurosciences. Untuk Indonesia, Iskarno adalah satu-satunya pakar yang dipilih AEN -- bahkan Jadi wakil presidennya. Soalnya, tugas anggota AEN memang berat. "Misalnya, mengembangkan ilmu bedah saraf secara ilmiah di negaranya, dan di dunia,"ujar Iskarno yang baru kembali dari Brussel, pekan lalu. Selain itu, mereka mesti mempromosikan tukar-menukar ilmu antaranggota serta mengembangkan kode etik bedah saraf. Iskarno, 54 tahun, adalah perintis Bagian Bedah Saraf FK Unpad/RS Hasan Sadikin dan sampai kini menjadi Kepala Bagian di situ. Meski ketika mudanya gemar bertinju -- konon dulu ia "jagoan" daerah Senen, Jakarta -- ayah seorang putri itu kini agak keberatan dengan dunia adu otot itu, mengingat akibatnya di belakang hari. Yang kini digalakkan ahli lulusan Jerman itu adalah mendidik ahli bedah saraf sebanyak mungkin, "Supaya dalam waktu singkat Indonesia bisa punya setidaknya seorang ahli bedah saraf di tiap ibu kota provinsi." Bedah saraf sendiri merupakan cabang kedokteran yang relatif muda di negara kita. Jumlah ahlinya pun baru 40 orang. Dulu, waktu Kongres di Bandung, 1980, Padmo, dan rekan-rekan yang memisahkan diri dari perkumpulan gabungan ahli saraf bedah saraf, dan psikiatri, sempat dianggap "murtad". Tapi "sempalan" yang kemudian mendirikan perhimpunan ahli bedah saraf itu, ternyata, kini melaju lebih cepat -- dan pasien pulalah yang menerima manfaatnya. Syafiq Basri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini