Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Putih Dahulu, Bahagia Kemudian

Terapi pemutihan kulit kini jadi kegandrungan baru kaum perempuan kota besar.

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolleta Panditz menatap dengan sepenuh bola matanya ketika tayangan iklan itu muncul di layar televisi: seorang pemuda terperangah melihat mantan kekasihnya telah beralih rupa. Gadis itu, yang dulu dia tinggalkan gara-gara berkulit gelap, kini menjadi nona cantik yang berkulit putih mulus—berkat sebuah produk kecantikan. Selagi ia masih terpana, seorang pemuda tampan meluncur ke arah si nona dan menggandengnya dengan mesra. Koletta, siswi sebuah sekolah menengah di Jakarta Pusat yang baru berusia 16 tahun itu, mengalihkan matanya dari televisi dan menatap kulitnya yang gelap dengan murung. Ia lantas meminta ibunya membuatkan janji dengan sebuah salon terkenal di Jakarta Selatan untuk merawat kulitnya. "Saya memang mendorong dia untuk memutihkan kulit supaya lebih percaya diri," Nyonya Panditz berbisik kepada TEMPO. Koletta tidak sendirian. Gandrung kulit putih adalah "demam" baru yang melanda kaum perempuan di kota besar. Mereka berbelanja produk, membaca artikel, menyimak pendapat para ahli agar bisa menjadi putih dan cantik. September silam, sebuah seminar yang digelar oleh produk kecantikan Ponds, Nivea, dan La Tulipe di Jakarta dipadati pengunjung wanita dari berbagai usia. Dan salon adalah oase tempat impian-impian kecantikan itu diwujudkan. Cobalah sekali-sekali berkunjung ke Puri Ayu, salon terkenal milik Martha Tilaar di Graha Irama di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Ruang tunggu salon itu tak pernah sepi dari kehadiran para artis film, penyanyi terkenal, nyonya-nyonya diplomat, wanita eksekutif. Ketika TEMPO berkunjung ke sana pekan lalu, terlihat Indy Barens, pemandu acara dan artis sinetron, sedang bersiap-siap menjalani terapi pemutihan kulit. "Kan saya mau menikah," ujar Indy dengan suara terkekeh. Tiga jam digarap oleh Woro Harrys, terapis senior di salon itu, Indy keluar dari ruang terapi dalam keadaan segar-bugar. Kulit wajahnya halus dan berseri. Pertanyaannya, untuk apa mengikuti program itu jika kulit si klien—misalnya Indy Barens—memang sudah putih dari sononya? Woro punya jawaban: mereka ingin kulit yang sudah putih itu lebih kinclong. Alhasil, artis-artis yang sudah diberkati kulit putih pun menjadi klien Puri Ayu. Umpamanya Larasati atau Dessy Ratnasari. Menurut Woro, ramuan-ramuan khusus yang digunakan dalam terapi pemutihan --bahasa salon-nya,whitening--memang membuat kulit para kliennya menjadi lebih putih dan halus. Dan jangan salah kira. Demam kulit putih tidak hanya melanda wanita berduit. Di sebuah salon kecil di kawasan Kayumanis, Jakarta Timur, para pegawainya siap menyulap kulit gelap menjadi putih dengan "ramuan khusus yang dirahasiakan". Para langganan datang dari golongan dengan dompet pas-pasan. Ada mahasiswa, penyanyi bar, juga perempuan panggilan dari kalangan menengah ke bawah. Di salon ini Anda akan dijamin menjadi putih dengan ongkos Rp 80 ribu. Di daerah Salemba dan Jatinegara, salon-salon model Kayumanis itu bertebaran dari gang sempit sampai pinggir jalan. Beberapa pelanggan menyodorkan alasan serupa: kulit putih mempermudah mereka mencari penghidupan.Di berbagai klinik kecantikan yang dilengkapi dokter, jumlah mereka terus meningkat: "Seratus persen dari klien kami pasti menanyakan cara bagaimana agar kulitnya lebih putih," ujar Dr. Patsy Jatikusumo, dokter di klinik perawatan kulit dan kecantikan Epiderma di Kelapa Gading. Klinik ini menerima 30-40 klien baru setiap bulan. Urusan putih-memutih ini jangan cuma ditengok di salon-salon. Datanglah ke mal dan gerai kosmetik di berbagai pusat perbelanjaan di Jakarta, Surabaya, atau Bandung. Produk kosmetik Indonesia yang terkenal seperti Mustika Ratu, Sari Ayu, Biokos pasti menyediakan aneka produk kecantikan yang menjanjikan pemutihan kulit: dari pembersih wajah hingga pelembap. Di layar televisi, iklan pemutihan kulit sudah menjadi santapan pemirsa setiap hari. Iklan produk kecantikan seperti Ponds, Plenitude, Extraderm, hingga Shinzui misalnya, dengan gamblang melukiskan para perempuan yang bahagia karena berkulit putih. Sementara itu, wanita berkulit gelap selalu ditampilkan dalam wajah masam. Sejak kapan gandrung kulit putih ini melanda perempuan di kota besar? Woro Harrys menyebutkan, terapi ini mulai banyak dikenal sejak tiga tahun lalu dan kian laris saja. Sampai-sampai Puri Ayu membuka Dewi Sri Spa untuk perawatan kulit—salah satu menu utamanya adalah pemutihan kulit. Contoh lain adalah Jessica Salon di Pancoran, Jakarta Selatan. Salon ini banyak dikunjungi perempuan kelas menengah—para profesional, artis, wanita berekonomi mapan. Paket "luar-dalam" untuk pemutihan kulit di Jessica berharga sekitar Rp 4,5 juta, lengkap. Ini biaya untuk 15 kali suntikan dan 10 kali perawatan luar. Kalau Anda tidak ingin paket, Sari Ayu mematok ongkos Rp 300 ribu sekali datang. Tapi, jika tamu ingin ditangani terapis paling top di Sari Ayu, siapkan duit sekitar Rp 750 ribu. Bagaimana kalau klien malas melangkah ke salon? Tidak jadi soal. Demam ini juga menciptakan "sektor informal baru", yakni para ahli pemutih kulit yang siap dipanggil ke mana saja. Mau dalam kota, hayo. Luar kota, oke. Itulah pengalaman Essen Tialy, ahli perawatan kulit dan suntikan pemutihan. Essen bukan hanya mahir menyuntik. Ibarat entertainer yang berpengalaman, Essen pandai menghibur hati para kliennya dengan "kisah sukses pemutihan kulit" bila sedang melakukan terapi. Dia juga berani menjamin, suntikannya tidak berdampak negatif bagi tubuh. "Badan kita perlu vitamin C. Suntikan ini memasukkan vitamin tersebut langsung ke dalam tubuh," ujarnya. Mengaku laris menerima pesanan, Essen bisa mondar-mandir hingga ke Batam untuk urusan warna kulit. Umumnya, orang yang menjalani pemutihan kulit terdiri dari dua kelompok: yang sesekali merawat kulit dan yang rutin mengikuti terapi. Penyanyi Dewi Gita, misalnya. Tadinya ia hanya ingin mengurusi jerawat di kulit punggungnya. "Daripada cuma punggung, sekalian saja seluruh tubuh," tutur Dewi, yang kini tak lagi meneruskan perawatan tersebut. Lain lagi Wenny Haryanto, pemilik Jessica Salon. Wanita yang jelita dan langsing pada usia 43 tahun ini sejak remaja sudah rajin luluran dan minum jamu. Kulit "asli" Wenny adalah cokelat. "Dulu saya biasa diledek bubur ketan Wenny (dari bubur ketan hitam)," ujarnya sembari tertawa. Kini, ibu dua anak ini nyaris sudah kehilangan warna kulit aslinya. Meski tidak putih sekali, teman-teman masa remajanya boleh jadi pangling melihat kulit Wenny, yang kini jauh lebih bersih dan terang. Tiga tahun silam, Wenny mulai berkenalan dengan "ramuan ajaib itu": suntikan vitamin C. "Terus terang, saya amat bergantung pada suntikan ini," ujarnya kepada TEMPO. Menurut Wenny, suntikan tersebut selain memutihkan kulit juga bermanfaat meningkatkan stamina tubuh dan menambah kepercayaan diri. Ada bermacam-macam metode pemutihan yang ditawarkan salon-salon. Puri Ayu menyajikan perawatan luar—tanpa suntikan. Dimulai dengan pembersihan, pengelupasan sel kulit mati, pemijatan, lulur, dan mandi susu. "Kami menggunakan bahan-bahan natural dalam perawatan holistik ini," ujar Woro. Cara lain adalah suntikan seperti yang ditawarkan Jessica. Sebuah salon di kawasan Muara Karang, Jakarta Utara, bahkan menyodorkan cara infus. Bagaimana dengan salon-salon kampung? "Kami menerapkan metode bleaching," ujar petugas salon di Kayumanis. Caranya adalah membalurkan semacam "krim rahasia" ke sekujur kulit tubuh selama beberapa kali perawatan. Berbagai terapi ini memang bukan tanpa ekses. Maka, Marius Widjajarta, Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, memberi tips "jaga-jaga" . Pertama, terapi penyuntikan atau infus harus dilakukan oleh dokter. Kedua, konsumen harus teliti mengecek apakah krim-krim oles yang ditawarkan sudah resmi diregistrasi. Gandrung kulit putih adalah tren yang—meminjam istilah seorang psikolog—berakar pada impian paling klasik setiap perempuan: menjadi cantik. Toh, tidak semuanya mudah dipikat. Wulan Sartika, seorang karyawan bank swasta di Jakarta, merasa tidak perlu repot-repot mengubah warna kulitnya. Kata Wulan: "Saya tidak memerlukan kulit putih atau tubuh yang langsing untuk bahagia." Purwani D. Prabandari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus