KANTOR itu sudah kosong melompong. Tak ada lagi papan nama, komputer, atau perabot. Yang tersisa cuma satu set kursi dan sebuah meja penerima tamu dengan dua perempuan yang sibuk menelepon. Terletak di sebuah ruang lantai 39 Wisma GKBI, Jakarta, di situlah sebelumnya PT Barents Indonesia, sebuah perusahaan konsultan keuangan, berkantor. "Sudah tutup sejak awal September, sekarang pindah ke Singapura," kata seorang staf di situ.
Ada apa gerangan? Tak banyak yang tahu. Yang pasti, sebulan sebelumnya, 8 Agustus lalu, muncul sebuah vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkaitan dengan perusahaan ini. Isinya: mengabulkan sebagian gugatan Ing Hie Kwik, putra Menteri Kwik Kian Gie, atas pemecatan dirinya selaku Direktur Barents.
Pengadilan menghukum Barents, termasuk Presiden Komisaris Darwin Johnson dan Komisaris Harvey Galper, membayar ganti rugi imateriil secara tanggung renteng sebesar Rp 2 miliar kepada Ing Hie. Hakim juga menyatakan Citibank, tergugat lain, bersalah tak mengindahkan keberatan Ing Hie atas pembekuan rekening Barents dan memerintahkannya membayar ganti rugi lima ribu perak.
Namun, persoalan ternyata lebih serius dari sekadar urusan pecat-memecat. Menurut dokumen pengadilan yang diperoleh TEMPO dan keautentikannya dikonfirmasi Hendro Saryanto, pengacara Ing Hie, ada urusan yang bisa berbuntut gawat, yakni rencana penggelapan pajak yang melibatkan para petinggi KPMG Consulting Inc., perusahaan konsultan bisnis Amerika yang pernah punya afiliasi ke KPMG International (Klynveld Peat Marwick Goerdeler), lembaga akuntan terpandang di dunia.
Kisah dimulai ketika pada 1998 KPMG International mengakuisisi induk Barents Indonesia, Barents LLC. Ing Hie yang menjabat Direktur Barents Indonesia sejak 1995 dan non-aktif pada 1997. Pada Juli 2000, Barents merger dengan KPMG Consulting dan meminta Ing Hie kembali memimpin sejak 2001.
Semua berjalan normal sampai pada suatu hari Ing Hie kaget membaca hasil audit Firma KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono terhadap buku keuangan perusahaannya: Barents punya tunggakan pajak senilai Rp 3,4 miliar plus denda Rp 766 juta lebih kepada pemerintah Indonesia. Pajak berasal dari tagihan antarkantor—pendapatan Barents Indonesia yang ditarik KPMG International—hasil pengerjaan berbagai proyek, antara lain saat menjadi konsultan proyek merger Bank Danamon dan Mandiri.
Merasa urusan ini bisa jadi bom waktu buat dia, Ing Hie segera berkirim surat dan e-mail kepada komisaris Barents dan bahkan kepada Direktur Pajak Perusahaan KPMG Consulting Inc., James S. Kavanah, di Boston, Amerika Serikat, untuk segera membayarnya. Tapi berkali-kali dilayangkan, tanggapan tak juga diperoleh (lihat kronologi). Padahal tenggat kian mendekat. Ing Hie pun hilang kesabaran.
Pada 29 Juni 2001, ia kembali mengirim surat elektronik, menyatakan akan segera melakukan pembayaran. Pada hari itu juga, datang e-mail balasan dari Kavanah. Isinya terang-terang meminta Ing Hie mengemplang pajak. "Jangan dibayar pajak tersebut. Greg Bishop (konsultan pajak KPMG) telah bicara dengan saya dan telah menyetujui solusinya kemarin," begitu ditulis Kavanah.
Rupanya, sebagaimana tertera dalam e-mail Ing Hie sehari setelahnya, yang dimaksud "solusi" itu tak lain adalah sebuah akal-akalan "untuk membuat pembukuan baru di Indonesia dan merekayasanya sedemikian rupa sehingga biaya konsultan yang muncul adalah untuk staf lokal". Dalam suratnya, Ing Hie mengingatkan Kavanah betapa ilegalnya rekayasa seperti itu. Tapi tetap saja tak digubris. Akhirnya, meski tanpa persetujuan, Ing Hie pun nekat membayar pajak.
Fatal akibatnya. Ing Hie sontak dipecat karena dianggap bertindak melampaui kewenangan: menyetor pajak tanpa izin. Rekening Barents di Citibank Jakarta pun diblokir atas permintaan komisaris Barents.
Karena tak puas dengan pemecatannya itulah Ing Hie lalu melayangkan gugatan. Dan hakim ternyata memenangkannya. "Orang bayar pajak kok malah diberhentikan," kata I.D.G. Putra Jadnya, ketua majelis hakim. Perkara ini sekarang masih dalam tahap banding.
Subani dari Kantor Hukum Amir Syamsuddin, selaku kuasa hukum Barents, menyanggah tudingan bahwa Barents maupun KPMG telah secara sengaja berniat mengemplang pajak. Tapi ia menolak berkomentar tentang surat elektronik Kavanah maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan perintah petinggi KPMG kepada Ing Hie untuk tak menyetor pajak. Yang penting, katanya lagi, "Sekarang kan sudah dibayar, ya sudah." Lagipula, menurut dia, e-mail tak bisa dijadikan barang bukti.
Berkali-kali dihubungi, Firma Siddharta Siddharta & Harsono, partner lokal KPMG, selalu mengelak wawancara. "Untuk masalah itu, saya no comment," kata Achmadi Hadibroto, partner senior di kantor ini, yang baru terpilih sebagai Ketua Ikatan Akuntan Indonesia periode 2003-2006. Citibank juga rapat menutup mulut. Menurut Marcelinus, kuasa hukum Citibank, kliennya tak bersedia memberi penjelasan. "Kebijakan internal Citibank tidak bisa membuka informasi sehubungan dengan nasabahnya," katanya.
Bisa dimengerti para bos KPMG ekstrahati-hati memberi tanggapan. Ini bisa menggerogoti reputasi lembaga kelas dunia itu, yang bersama lembaga serupa lain terus disorot menyusul Skandal Enron dan WorldCom. Lebih dari itu, bukan sekali ini KPMG menggelar praktek buruk di Indonesia—yang bisa mengundang penyidikan serius otoritas keuangan dari Amerika.
Pada September tahun lalu, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono diperkarakan di Amerika karena menyuap aparat pajak di Indonesia. Menurut hasil penyidikan Securities and Exchange Commission, badan pengawas pasar modal Amerika, firma itu terbukti telah menyogok aparat pajak di sini sebesar US$ 75 ribu.
KPMG menyuap agar kliennya, PT Eastman Christensen, memperoleh korting pajak secara kolosal: dari semula US$ 3,2 juta menjadi US$ 270 ribu saja. Eastman Christensen adalah anak perusahaan Baker Hughes Incorporated, perusahaan multinasional yang tercatat di bursa New York. Efeknya jelas: di samping merugikan Indonesia, tindakan itu mencoba mengelabui investor di bursa seolah-olah neraca keuangan Baker bagus adanya.
Kejahatan KPMG itu bisa dijerat lewat Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang antikorupsi Amerika di luar negeri. Namun, beruntung buat KPMG, Baker buru-buru mohon ampun, dan perkara ini diselesaikan di luar pengadilan.
Dalam kasus Barents, KPMG Consulting—yang juga terdaftar di bursa Amerika—justru semestinya berterima kasih kepada Ing Hie. Otoritas bursa Amerika tak bisa lagi menuding perusahaan itu "merekayasa laporan keuangan" dengan mengemplang pajak.
Jikapun ingin dilakukan, penyidikan juga sekarang lebih rumit karena pekan lalu KPMG Consulting telah mengubah namanya menjadi BearingPoint dan beralih dari bursa Nasdaq ke bursa New York. KPMG International sendiri belakangan mengambil jarak dari perusahaan konsultan bisnis itu, menyusul tekanan besar untuk memisahkan praktek akuntansi dari konsultasi yang selama ini memunculkan konflik kepentingan.
Bagaimanapun, penyidikan lebih patut dilakukan oleh aparat Indonesia jika ada indikasi partner lokal terlibat kongkalikong dengan pejabat pajak—yang berpotensi merugikan lagi negeri ini secara kolosal.
Karaniya Dharmasaputra, Yura Syahrul, Iwan Setiawan, Ardi Bramantyo
2001
18 Juni 2001
Surat Chun Kee Liew, konsultan Kantor KPMG-Sidharta Siddharta & Harsono, ke Ing Hie, memberitahukan tunggakan pajak dan denda Barents. Ing Hie berkirim surat ke KPMG Int meminta persetujuan untuk membayar tunggakan pajak, surat itu tak ditanggapi.
29 Juni 2001
11.15 WIB: E-mail Ing Hie ke Direktur Pajak KPMG Consulting, James S. Kavanah, menyatakan akan membayar kewajiban pajak.
12.35 WIB: E-mail balasan Kavanah meminta untuk tidak bayar tunggakan pajak.
10 Juli 2001
Ing Hie membayar tunggakan pajak tahun buku 1999-2000 senilai Rp 2,3 miliar.
16 Agu 2001
Ing Hie membayar tunggakan pajak tahun buku 2001 senilai Rp 1,1 miliar.
17 Sep 2001
Surat Barents diteken Presiden Komisaris Darwin Johnson dan Komisaris Harvey Galper ke Citibank untuk beku-kan rekening Barents.
16 Okt 2001
Resolusi pemegang saham Barents memecat Ing Hie.
16 Nov 2001
Rapat umum pemegang saham luar biasa Barents mengukuhkan pemecatan Ing Hie.
2002
31 Jan 2002
Ing Hie mengajukan gugatan.
8 Agustus 2002
Vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghukum Barents Rp 2 miliar dan Citibank Rp 5 ribu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini