Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asap tebal mengepul dari panci penggorengan Koh Beni alias Aliong di kedai kwetiau di Summarecon Mall Serpong, Tangerang, Senin, 20 Agustus 2018. Dapur daruratnya yang mejeng di tengah hiruk-pikuk Festival Kuliner Serpong semerbak oleh aroma rempah-rempah. Wanginya benar-benar merayu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Coba cium wanginya, ada yang berbeda atau enggak?” katanya sembari melongokkan kepala ke titik pusat asap itu muncul. Bibirnya merapal sesuatu, mengisyaratkan bahwa sang lawan bicara kudu mengikuti geraknya. Saya lantas memajukan kepala, mendekat ke wajan yang tengah pongah disulut bara panas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bau bawang,” kata saya. Aliong tersenyum puas. Bibirnya miring hingga maksimal. “Itulah rahasianya kwetiau Pontianak: banyak bawangnya,” ujarnya membeberkan rahasia dapur.
Aliong mengklaim, kuliner kwetiau Pontianak punya rasa paling gurih. Kuahnya lewah rempah-rempah dan bawangnya tak tanggung-tanggung. Untuk satu porsi kwetiau, ia tak pelit membubuhkan bumbu masak. Apalagi yang berperan penuh mendongkrak rasa menjadi kaya.
Namun, bukan berarti ia tak kontrol memasukkan komplemen. “Tetap harus pas komposisinya. Tapi rempahnya lebih banyak dibandingkan dengan kwetiau lain,” ujarnya.
Tukang masak Aliong kelar bertugas. Spatulanya diangkat, memboyong seluruh isi wajan berpindah ke piring plastik. Kwetiau goreng siap disantap. Warnanya kecokelatan, berasal dari lumuran kecap manis dan asin.
Di antara gumpalan kwetiau itu tampak daging potong. Kata Aliong, ini daging sapi. Orang-orang Pontianak gemar melahap kwetiau dengan daging tersebut. Mereka tak terbiasa mencampurkannya dengan seafood seperti lazimnya penduduk Jakarta. Maka itu, kwetiau khas Pontianak acap dijuluki kwetiau sapi.
Daging sapi yang digunakan tampaknya bagian paling dalam. Teksturnya empuk dan tidak terlalu berlemak. Aroma anyirnya juga tidak terlalu tercium mencekat. Apalagi setelah dicarup dengan bebumbuan.
Tiba saatnya penganan ini masuk mulut. Saat dikunyah, tekstur kwetiau berbeda dengan umumnya. Bila biasanya terasa kenyal, kwetiau ini sedikit empuk dan keset. Aliong mengatakan musababnya karena bahan yang dipakai untuk membuat kwetiau itu. “Kami pakai tepung beras,” ujarnya.
Kwetiau itu disajikan dalam porsi besar dengan ornamen masakan yang kaya. Selain ada daging sapi, dibubuhkan pula telur, tauge, dan sawi hijau. Penyajian telur ini di Jakarta dan di lokasi aslinya sedikit berbeda. Di Jakarta, telur dibikin orak-arik dan diampur dengan masakannya. Sedangkan di Pontianak, masyarakat akan meminta telur itu dimasak pisah dengan cara didadar atau diceplok, menjadi lauk tambahan.
Aliong menjamin masakannya otentik tanah Borneo. Sebab, ujar dia, ia adalah warga asli yang merantau di Jakarta. Sudah 8 tahun ia membuka warung di kawasan Tangerang.
Kedainya, Kwetiau Sapi Aliong, bisa dijumpai di Festival Kuliner Serpong di Summarecon Mall Serpong, Tangerang. Festival itu buka saban hari. Pada Senin hingga Kamis, tenan-tenan akan melayani pelanggan mulai pukul 16.00 hingga 22.00. Sedangkan pada Jumat mulai pukul 14.00 hingga 23.00. Adapun Sabtu mulai dibuka pada pukul 11.00 hingga 23.00 dan Minggu serta libur nasional pada pukul 11.00 hingga 22.00.
Adapun harga per porsi kwetiau Aliong berkisar mulai RP 30 ribuan. Tersedia kwetiau goreng dan rebus yang bisa dipilih sesuai dengan selera.