Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Restoran Ini Menjual Hidangan Berbahan Baku Serangga

Serangga sudah menjadi sumber protein sejak zaman prasejarah. Budaya ini memudar, hingga The Insect Experience mempopulerkannya kembali.

16 Agustus 2019 | 13.21 WIB

Teh Experiece Insect restoran yang menyediakan hidangan berbahan baku serangga. Foto: @lize_lucky_fish_baxter
Perbesar
Teh Experiece Insect restoran yang menyediakan hidangan berbahan baku serangga. Foto: @lize_lucky_fish_baxter

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ini bukan soal kuliner ekstrem, namun mengembalikan khasanah makanan tradisional berbahan baku serangga, cacing, dan ulat yang nyaris punah. Semangat inilah yang dibawa The Insect Experience. Restoran ini baru buka sebulan lalu, di Cape Town, Afrika Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan keyakinan dan semangat luar biasa, mereka berhasil menyajikan hidangan yang lezat seperti kroket larva lalat hitam, kentang goreng polenta, yang terbuat dari tepung cacing mopane dan biskuit cacing tanah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Jangan dulu bergidik. Dinukil dari akun kantor berita EWN, rupa hidangan yang disajikan tak mencerminkan bentuk serangga sama sekali. Semua ditampilkan dengan penuh gaya, inovatif, dan berpengalaman.

"Sejak saya mulai bereksperimen dengan bubuk berbasis serangga dan menyampurkannya dengan bahan-bahan lain, saya menemukan cara yang lebih mudah untuk makan," kata Chef Mario Barnard kepada Business Insider South Africa. "Kami mencoba menyajikannya seindah mungkin, agar orang Barat berselera untuk memakannya,” ujar Barnard.

Barnard mengakui, inovasi membuat hidangan dari serangga terinspirasi ilmuwan makanan Leah Bessa. Ia mengembangkan susu alternatif yang dinamai EntoMilk, yang digunakan untuk membuat es krim. Hidangan itu kemudia disebut sebagai Gourmet Grubb.

Ia dan koleganya saat membangun The Insect Experience memiliki cita-cita besar, untuk mengurangi jejak karbondioksia akibat dari industri peternakan dan pertanian, "Ini adalah alternatif protein yang berkelanjutan untuk mengurangi jejak karbon di dunia," kata Barnard kepada Eyewitness News.

"Kami ingin menunjukkan kepada orang-orang bahwa mengkonsumsi serangga tidak begitu buruk. Serangga memiliki serat, protein, magnesium, dan semuanya. Jumlahnya banyak dan Ini adalah makanan super," ujar Barnard.

Sebagian besar serangga yang digunakan berasal dari Afrika Selatan, dengan beberapa spesies bersumber dari negara tetangga Zimbussalam. Barnard awalnya merencanakan restoran yang ia bangun hanya bertahan sebulan. Namun antusias pengunjung membuat optimistis, The Insect Experience tetap buka hingga pertengahan 2020, karena keberhasilannya.

Meskipun restoran ini mungkin unik dalam komitmennya pada masakan berbasis serangga, ada beberapa tempat lain di seluruh dunia, di mana Anda dapat makan serangga. Meksiko terkenal dengan kapelnya atau belalang. Di Swiss, Anda bisa mengikuti kelas memasak serangga. Atau Anda dapat membuat seperti koki dan berkeliling dunia untuk mencari makanan berbasis bug terbaik.

Chef Mario Banard bersama koleganya mendirikan The Insect Experience. Foto: @gourmetgrubb 

Dan jangan lupa, tradisi Bau Nyale di Lombok, juga menempatkan cacing laut sebagai protein. Semuanya hanya perlu inovasi, agar bentuk serangga – yang meungkin membuat orang sulit menelan – menjadi hidangan ala restoran bintang lima. Tanpa wujud makhluk berkaki enam atau seperti ulat yang kekenyangan usai melahap dedaunan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus