Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Melayu akrab dengan penutup kepala seperti peci, kopiah dan songkok. Ketiganya merupakan tiga jenis topi penutup kepala bagi laki-laki. Meskipun memiliki fungsi yang sama, nyatanya ketiga jenis topi ini punya sejarah yang berbeda-beda.
Istilah kopiah ternyata diambil dari kata Arab ‘keffieh’, ‘kaffiyeh’, atau ‘kufiya’. Namun nyatanya, bentuk fisik dari kaffiyeh berbeda dengan kopiah yang bias akita lihat. Kaffiyeh dbuat dari bahan kain katun segi empat yang ditangkupkan di atas kepala. Biasanya, pola kain kaffiyeh berbentuk kotak-kotak kecil seperti jala ikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, kopiah biasanya berwarna hitam, berbentuk lonjong, pipih di dua ujungnya. Bagian luar kopiah dibuat dari bahan jenis beludru yang lembut.
- Peci
Istilah peci mulai dikenal sejak masa penjajahan Belanda. Kala itu dikenal dengan sebutan ‘petje’, yaitu kata ‘pet’ yang diberi imbuhan ‘-je’ atau ‘tje’ yang makna harfiahnya berarti ‘kecil’.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bentuk fisik dari peci biasanya bulat, berbeda dengan kopiah yang berbentuk lonjong. Motif dan kreasi dari peci pun lebih beragam, jika dibandingkan dengan kopiah.
- Songkok
Songkok dalam bahasa Inggris dikenal istilah ‘skull cap’. Yakni dari skull yang berarti batok kepala, cap yang berarti topi. Skull cap ini berbentuk setengah lingkaran dan menutupi bagian ubun-ubun kepala.
Wilayah Melayu yang dahulu dijajah oleh Inggris, istilah ‘skull cap’ mengalami perubahan pelafalan. Dari yang semula bunyi ‘skol-kep’ menjadi ‘song-kep’. Dan akhirnya menjadi ‘song-kok’. Istilah songkok di nusantara cukup populer pada zaman Presiden Soekarno. Namun kini, nama songkok sudah langka digunakan, orang lebih sering menyebut peci.
ANNISA FEBIOLA