Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Susu UHT atau Ultra-High Temperature adalah salah satu jenis susu yang paling umum dikonsumsi di berbagai belahan dunia karena kemampuannya untuk bertahan lama tanpa perlu pendinginan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses UHT melibatkan pemanasan susu hingga suhu di atas 135°C selama beberapa detik untuk membunuh mikroorganisme dan memperpanjang umur simpan produk. Namun, meskipun kepraktisannya, ada beberapa kekhawatiran mengenai dampak kesehatan dari konsumsi susu UHT, terutama terkait dengan kandungan gula dan perubahan nutrisi yang terjadi selama proses pemanasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari laman isitbadforyou.com, salah satu perubahan utama yang terjadi selama proses UHT adalah denaturasi protein dan penurunan aktivitas enzim. Pemanasan pada suhu tinggi menyebabkan perubahan struktural pada protein susu yang dapat mempengaruhi kecernaan dan bioavailabilitasnya.
Selain itu, enzim-enzim alami dalam susu, seperti laktase, menjadi tidak aktif. Enzim-enzim ini membantu dalam proses pencernaan, dan tanpa mereka, beberapa individu mungkin mengalami masalah pencernaan setelah mengonsumsi susu UHT.
Susu secara alami mengandung laktosa, yaitu gula alami yang membutuhkan enzim laktase untuk dicerna. Pada individu dengan intoleransi laktosa, konsumsi susu UHT dapat menyebabkan gejala seperti kembung, gas, dan diare.
Selain itu, meskipun susu UHT tidak selalu mengandung gula tambahan, proses pemanasan tinggi dapat menyebabkan pembentukan senyawa baru seperti furosin, yang terbentuk dari reaksi Maillard antara laktosa dan protein.
Reaksi Maillard juga menghasilkan senyawa lain yang dikenal sebagai produk akhir glikasi lanjut. Senyawa ini, jika dikonsumsi dalam jumlah tinggi, dapat berkontribusi terhadap perkembangan penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular.
Penelitian menunjukkan bahwa produk susu yang mengalami pemanasan tinggi, seperti susu UHT, memiliki tingkat Advanced Glycation-End Products (AGEs) yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu yang dipasteurisasi secara konvensional.
Selain dampak dari kandungan gula dan AGEs, susu UHT juga tidak memberikan manfaat bakteri baik yang biasanya ditemukan dalam susu mentah atau dipasteurisasi secara ringan. Bakteri yang dikenal sebagai probiotik, memainkan peran penting dalam kesehatan usus dan sistem kekebalan tubuh.
Ketiadaan bakteri baik dalam susu UHT berarti bahwa konsumsi rutin dapat mempengaruhi mikrobioma usus, yang berperan penting dalam berbagai aspek kesehatan, termasuk pencernaan dan respon imun.
Meskipun ada beberapa kekhawatiran terkait susu UHT, penting untuk memahami bahwa susu ini tetap menjadi sumber protein dan mineral yang baik. Bagi banyak orang, terutama di daerah yang sulit untuk menjaga susu tetap dingin, susu UHT menawarkan solusi praktis untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian.
Namun, bagi mereka yang bergantung pada susu sebagai sumber utama vitamin dan enzim, mungkin perlu mempertimbangkan alternatif lain atau suplemen tambahan untuk memastikan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Untuk mengurangi risiko potensial dari konsumsi susu UHT, pertimbangkan tips berikut:
- Variasi Sumber Nutrisi: Jangan bergantung hanya pada susu UHT untuk nutrisi harian. Gabungkan dengan sumber makanan lain yang kaya vitamin dan mineral.
- Konsumsi Produk Susu yang Berbeda: Jika memungkinkan, konsumsi berbagai jenis produk susu, termasuk yang dipasteurisasi secara ringan atau fermentasi, untuk mendapatkan manfaat dari probiotik dan enzim alami.
- Perhatikan Toleransi Individu: Jika Anda mengalami gejala intoleransi laktosa atau masalah pencernaan lainnya, konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk mencari alternatif yang sesuai, seperti susu bebas laktosa.
Pilihan Editor: Apa Itu Susu UHT, Berapa Lama Tahan di Lemari Es dan Suhu Ruang?