Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Siang Pengusaha, Malam Pasien

Sebuah rumah sakit jiwa mengembangkan terapi night hospital. Para pasien tetap dapat menjalankan aktivitas rutin sehari-hari.

6 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDAH (bukan nama sebenarnya), 60 tahun, kini hidup tenteram. Penderita paranoid akut ini tak lagi dihantui pikiran ngaco: akan dibunuh keluarganya. Setiap kali rasa takut menghampirinya, ibu dua orang anak ini langsung menelepon sebuah rumah sakit di bilangan Kebayoran, Jakarta. Tak lama kemudian, tim medis datang menjemputnya dan Indah menginap di rumah sakit itu untuk mengikuti program night hospital?sebuah program khusus buat penderita sakit jiwa yang memiliki aktivitas rutin di siang hari. Indah, yang diceraikan suaminya 20 tahun silam, hanya satu dari sekian banyak penderita gangguan kejiwaan yang harus bekerja di siang hari. Walaupun gangguan halusinasi terkadang muncul, ia tak punya pilihan kecuali membanting tulang sepanjang siang. Ia selalu terjepit ketika harus memilih antara berobat dan bekerja?sebuah dilema yang baru berakhir setelah sebuah rumah sakit menyodorkan program night hospital. Di Amerika Serikat, program itu bukan barang baru. Tapi, di Indonesia, baru Rumah Sakit Dharmawangsa, Jakarta, yang (sejak Desember 2002) menawarkan program terapi dengan batasan waktu macam ini. Sepintas lalu, program ini tampak seperti sekadar memberikan pilihan di luar jam berobat konvensional bagi para pasien yang membutuhkannya. Dengan periode opname sepanjang pukul 17.00 hingga pukul 08.00 esok harinya, pasien dapat hidup "normal" di luar jam itu. Tapi, jika ditelisik lebih jauh, tampaklah dua keuntungan lain yang muncul pada waktu bersamaan. Louis Suryantha Chandra, psikiater yang juga Direktur Sanatorium Dharmawangsa, mengunggulkan faktor pengawasan ekstra yang diberikan kepada pasien. Dengan pendekatan ini, ketika malam tiba, si pasien diharapkan dapat menjalani terapi dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, ucap Louis, obat-obatan yang diberikan dokter dijamin akan dikonsumsi si pasien. Tentu bukan cuma itu. Terapi di waktu malam mendorong pasien berbaur dengan masyarakat umum, menjalankan aktivitas "normal", di siang hari. Irmansyah, psikiater yang juga menjabat Ketua Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia, mengakui bahwa kombinasi "malam terapi, siang aktif" ini merupakan obat terbaik penderita gangguan jiwa. Di sekolah atau tempat bekerja itulah si pasien merasa "hidup", berfungsi sebagaimana orang "normal", dan diakui secara sosial. "Berpikir, bergerak, dan berbicara akan mengurangi halusinasi secara radikal," ujar Irmansyah. Tapi, sehebat-hebatnya terapi, tak ada dokter yang bisa memastikan waktu kesembuhan dengan keyakinan seratus persen. Soalnya, dunia orang normal di luar dinding rumah sakit bukanlah sebuah kebun bunga. Dunia normal tidak hanya menyimpan bibit-bibit menyembuhkan, tapi juga dapat menjerumuskan pasien. Sikap masyarakat yang kejam dan sinis, atau justru memperlihatkan rasa iba yang berlebihan, boleh jadi menjadi pemicu stres (stressor) yang sangat tidak diharapkan. Stres bisa jadi akan mengirim si pasien kembali ke kondisi awal sebelum terapi. Di sini, kita bisa memahami peringatan Irmansyah: agar para dokter tetap memperhatikan perkembangan si pasien manakala berada di luar rumah sakit. Night hospital adalah produk zaman kini. Di sini pasien menenggak obat-obat penenang dari generasi terbaru yang tak menimbulkan rasa kantuk, sehingga memungkinkan mereka melakukan aktivitasnya sepanjang siang. Ini berbeda sekali dengan obat-obatan generasi tua, yang memang punya kecenderungan menidurkan. Dengan obat-obatan modern ini, Indah yang menderita paranoid akut itu bisa menjalankan bisnis tekstilnya dengan baik. Dengan cara yang sama, seorang pasien skizofrenia parah dalam program night hospital yang bernama Hery (bukan nama sebenarnya), 56 tahun, dapat membantu adiknya berdagang di sebuah toko di Jakarta Selatan. Terapi night hospital meliputi serangkaian prosedur standar yang harus dipenuhi dokter jiwa. Selain mengevaluasi kondisi pasien, dokter akan melakukan konsultasi teknis dengan pihak keluarga. Dalam konsep night hospital ini, pasien akan menjalani program konseling bersama. Sebuah "kelompok diskusi" yang diikuti sekitar delapan pasien akan membahas pelbagai hal, dari pengalaman keseharian yang mereka jalani sepanjang siang hingga hal-hal menarik yang dijumpai di kalangan masyarakat. Sering terjadi perdebatan sengit di antara sesama pasien. Tapi tentu saja seorang moderator, umumnya psikolog atau perawat, akan menjadi penengah dalam diskusi. "Dalam masyarakat, mereka akan menghadapi perdebatan semacam ini," ujar Louis Suryantha Chandra, penanggung jawab program night hospital. Dalam night hospital, rumah sakit sesekali berfungsi sebagai jembatan penghubung antara pasien dan masyarakat. Tapi semua ini bergantung pada tujuan dan kepentingan terapi pasien belaka. Dua tahun sebelum night hospital diluncurkan, Rumah Sakit Dharmawangsa telah menyodorkan program day hospital, yang bermaksud memuluskan adaptasi si pasien dengan keluarganya. Di sini, pasien hanya berada di rumah sakit pada siang hari. Di malam hari, pasien akan kembali ke tengah-tengah keluarga. Di Amerika Serikat, misalnya, telah lama dikenal konsep half-day hospital. Dalam konsep ini, pasien menjalani terapi di rumah sakit jiwa hanya selama jam-jam tertentu. Sebelumnya, Amerika juga telah mengembangkan konsep halfway house. Hanya, pasien yang menjalani terapi umumnya pecandu obat-obatan terlarang. Dengan menginap di rumah sakit atau tempat khusus, para pecandu dapat dijauhkan dari kemungkinan kambuh. Alhasil, tentu apa yang bisa ditawarkan night hospital untuk mengatasi gangguan kejiwaan yang kini diidap oleh 20 juta orang Indonesia (kurang-lebih 10 persen dari total penduduk Indonesia) ini terbilang kecil. Tapi membereskan masalah multikompleks yang akhirnya memperpanjang barisan orang yang hilang ingatan memang tak mudah. Ada baiknya kita berpikir, langkah besar diawali dari langkah kecil. Setiyardi, Eduardus Karel Dewanto (Tempo News Room)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus