Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Data UNICEF pada 2019 menyebut diperkirakan ada 2.200 anak meninggal karena pneumonia setiap hari. Kemudian, data WHO 2021 menunjukkan penyakit paru tersebut mengakibatkan kurang lebih 740 ribu kematian pada balita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, Kementerian Kesehatan menyebut Indonesia memiliki target ambisius untuk menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia menjadi tiga per 1.000 kelahiran hidup serta menurunkan insiden pneumonia berat pada balita sebesar 75 persen dibanding insiden pada 2019. Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Yudhi Pramono, menjelaskan pneumonia adalah infeksi pada paru-paru yang masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pneumonia ini juga merupakan penyebab dari hampir sepertiga atau sekitar 29 persen kematian balita dengan sekitar 2 juta anak kehilangan nyawa setiap tahun," kata Yudhi di Jakarta, Senin, 11 November 2024.
"Pada kurun waktu 2018-2022, untuk pembiayaan terhadap penyakit pernapasan meningkat secara signifikan dan cenderung naik setiap tahunnya. Dan pneumonia ini menduduki urutan pertama dari data BPJS Kesehatan tahun 2023. Pneumonia menelan biaya sekitar kurang lebih Rp 8,7 triliun dan untuk TB sekitar Rp 5,2 triliun," papar Yudhi.
Pengendalian faktor risiko
Untuk penyakit paru obstruksi kronis biayanya sekitar Rp 1,8 triliun, serangan asma Rp 1,4 triliun, dan kanker paru sekitar Rp 766 miliar. Karena itu, pencegahan dan pengendalian pneumonia harus diperhatikan dan kerja sama lintas sektor perlu ditingkatkan.
"Mengingat untuk pengendalian faktor risiko pneumonia meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan, imunisasi," ujarnya.
Selain itu, asap rokok, polusi di dalam maupun luar ruangan, kepadatan penduduk, serta rumah sehat yang memiliki ventilasi dan pencahayaan yang cukup. Dalam penanganan pneumonia secara efektif, WHO dan UNICEF mengadakan rencana aksi global untuk pencegahan, perlindungan, dan pengobatan.
Kemudian, Indonesia juga turut berkomitmen untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang ketiga, khususnya mengakhiri kematian yang dapat dicegah pada bayi baru lahir dan anak balita hingga setidaknya 25 per 1.000 kelahiran hidup pada 2030.
"Ini juga mencakup upaya untuk menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia," ujar Yudhi.