Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari Vitiligo Sedunia diperingati pada 25 Juni. Menurut Vitiligo Research Foundation, Hari Vitiligo Sedunia pertama kali diadakan pada tahun 2011 untuk mengampanyekan penyakit yang terlupakan di mata publik karena sering disepelekan dan disebut hanya akibat dari masalah kosmetik.
Menurut dokter spesialis dermatologi venereologi estetika lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Benny Nelson mengatakan vitiligo adalah kondisi kulit yang kehilangan warna kulit (pigmen) yang disebut dengan ‘melanin’ dan membentuk pola mirip warna pada bulu anak sapi.
Melanin yang hilang menyebabkan munculnya bercak putih di kulit yang memiliki batas tegas dengan kulit normal. Vitiligo sendiri, kata Benny, digolongkan dalam penyakit autoimun, yaitu kondisi di mana sel imun menyerang selnya sendiri, dalam hal ini adalah melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin.
Secara global, terdapat sekitar 5 juta manusia yang mengalami vitiligo dengan prevalensi sekitar 0,5– 2 persen berada di rentang usia di bawah 1 tahun hingga 55 tahun. Sementara di Indonesia sendiri, penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Soetomo, Surabaya mendapatkan 115 pasien vitiligo sepanjang tahun 2018–2020, dengan prevalensi sebesar 1,4 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agar pasien vitiligo tetap sehat, mereka harus memperhatikan kesehatan kulit. Pasien vitiligo juga harus menjaga kesehatan fisik dengan mengonsumsi makanan sehat.
Pada pasien vitiligo tidak ada pantangan atau anjuran khusus terkait makanan yang bisa dikonsumsi, namun sebaiknya menghindari makanan olahan dan daging olahan seperti makanan kalengan, makanan instan, daging kalengan, roti putih, pasta, gluten, fast food, alkohol, minuman dan makanan yang terlalu manis, serta makanan ringan (snack) dalam kemasan. Makanan tersebut diduga dapat memicu reaksi peradangan dan kaya akan radikal bebas sehingga vitiligo sulit diterapi.
Sebaliknya, makanan yang kaya antioksidan diduga memiliki peran protektif, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran segar, makanan kaya omega-3 (tapi rendah omega-6), biji-bijian, dan minyak ikan. Beberapa ahli, kata Benny, juga menganjurkan sejumlah suplemen seperti ginkgo biloba, vitamin C, D, dan E.
Selain dari itu semua, penting juga untuk menjaga kesehatan mental pada pasien vitiligo. Pasien harus menghindari stres dan sebaiknya rutin mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi agar sistem imun dapat terjaga dengan baik.
Jangan segan untuk mencari pertolongan profesional, seperti dokter spesialis dermatologi venereologi estetika untuk mendapatkan penanganan yang sesuai, atau dokter spesialis kedokteran jiwa jika merasa terdapat keluhan terkait kesehatan mental karena vitiligo.
Benny mengatakan vitiligo memang tidak bisa disembuhkan sepenuhnya. Jika pun ada bagian kulit yang terkena vitiligo mengalami episode perbaikan spontan, terutama di daerah yang memiliki rambut, lama kelamaan akan kambuh kembali dan melebar setelah beberapa waktu.
Namun, jika ingin melakukan pengobatan vitiligo, ada beberapa tindakan medis yang bisa dilakukan bergantung pada jenis vitiligo, luas permukaan kulit yang terkena serta episode saat menemui dokter.
"Pasien dapat diberikan obat kortikosteroid oral, kortikosteroid dan inhibitor calcineurin oles, terapi sinar, kosmetik untuk kamuflase, operasi cangkok kulit, bahkan terapi depigmentasi atau bleaching," kata Benny Nelson.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Memahami Vitiligo, Kelainan Kulit karena Autoimun dan Genetik