Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Munculnya media sosial memiliki berbagai manfaat bagi para penggunanya di semua kalangan, terutama remaja. Segala informasi yang dimuat di media sosial pun sering dijadikan acuan bagi remaja untuk memuaskan keingintahuannya terhadap sesuatu, salah satunya tentang pendidikan seks di kala mereka sedang mengalami pubertas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pubertas seringkali dimulai pada usia sekitar 11 tahun, meskipun antara usia 8 dan 14 tahun dianggap dalam rentang yang umum. Salah satu ciri masa pubertas adalah mendapat haid pertama atau mulainya menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki-laki. Dilansir dari Healthline, pubertas merupakan masa perubahan besar bagi seorang remaja yang akhirnya berakhir dengan pematangan tubuh secara utuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, tahapan yang berbeda dapat menjadi tantangan dan bahkan membingungkan bagi remaja, terutama karena garis waktu perubahan ini berbeda untuk setiap orang. Pubertas mungkin juga sulit bagi remaja mana pun yang mempertanyakan identitas gendernya. Oleh karenanya, saat masa pubertas tersebut, remaja akan mencari tahu dan membaca informasi tentang seks dan melihat gambar-gambar yang mengandung konten seksual melalui media sosial.
Remaja dapat dengan mudah menemukan gambar-gambar dan informasi tersebut melalui media sosial. Tentu hal ini berbahaya jika remaja tidak didampingi oleh orang tua, mengingat banyaknya konten tidak senonoh hingga disinformasi yang terjadi di media sosial.
Peran orang tua sangat dibutuhkan remaja dalam mengetahui pendidikan seks. Dilansir dari laman Dinas Sosial Provinsi Bangka Belitung, saat usia 6–8 tahun, penting mengajarkan pendidikan seks kepada anak di usia ini. Orangtua sebaiknya mulai membicarakan apa yang akan terjadi ketika mereka mulai pubertas. Tujuannya, sebagai persiapan anak ketika mengalami masa tersebut.
Lalu, saat usianya 9–12 tahun, orang tua dapat mulai berbicara dengan anak terkait perubahan yang mereka lalui. Hal ini agar anak memahami kalau menstruasi, ereksi, dan ejakulasi adalah hal yang normal.
Selain itu, perlu mengajarkan mereka betapa berharganya diri dan tubuh mereka. Setelahnya, saat usia 13–18 tahun, anak remaja akan mulai tertarik dengan lawan jenisnya. Maka dari itu, orang tua sah-sah saja ketika membahas masalah cinta, keintiman, dan cara mengatur batas dalam hubungan mereka dengan lawan jenis. Tidak sedikit orangtua yang menganggap sepele atau tabu untuk memberikan edukasi seks pada anak dan remaja. Padahal, edukasi seks atau pendidikan seks sebaiknya dimulai sejak dini.
Dikutip dari Journal of The American Academy of Pediatrics, baik anak-anak maupun remaja perlu menerima pendidikan yang akurat tentang seksualitas. Hal ini diperlukan agar mereka mengetahui bagaimana perilaku seksual yang sehat serta mencegah terjadinya pelecehan seksual. Jangan sampai anak Anda telanjur mendapatkan informasi yang kurang tepat seputar seks dari sumber yang tidak dapat dipercaya, misalnya teman sebaya atau internet.
Anak juga perlu tahu bahwa sebagai orangtua, Anda bisa diajak berdiskusi seputar topik tersebut. Ketika anak sudah diberikan edukasi seks atau pendidikan seksual sejak dini, di masa remaja dirinya pun tidak merasa canggung dan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Apalagi, ketika anak sekolah sudah memasuki tahap perkembangan remaja, biasanya ia mempunyai pertanyaan yang lebih spesifik mengenai seks. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara menyampaikan dengan tepat baik di usia dini maupun saat masuk usia pubertas.
HEALTHLINE | AAP.ORG | BABELPROV.GO.ID
Pilihan editor: Cermati Efek-efek Penggunaan Media Sosial Terhadap Image Tubuh Bagi Remaja