Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Penikmat wisata alam di Bandung pasti telah mengenal Tebing Keraton. Menyajikan panorama tebing dan lembah yang eksotis dengan hamparan kabut serta cahaya matahari, lokasi itu sekarang menjadi terkenal. "Dulu ini tempat saya mencari rumput," kata Ase Sobana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca: Rambu Sesar Lembang Dipasang di Lokasi Wisata Tebing Keraton
Abah Ase panggilannya, kini berusia 49 tahun. Dia warga Kampung Ciharegem Puncak, Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Rumahnya dekat pintu masuk Tebing Keraton yang terpisah jalan. "Saya yang membuka jalurnya ke sana tahun 2014," ujar Abah Ase saat ditemui Jumat, 26 April 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Nama Tebing Keraton meluncur dari gagasannya. Adapun masyarakat sekitar, termasuk orang tuanya dulu sudah punya nama untuk lokasi itu. "Dulu namanya Tebing Jontor," katanya.
Pengunjung berfoto dekat rambu dan panel informasi Sesar Lembang di Tebing Keraton, Bandung, Jawa Barat, Jumat, 26 April 2019. (ANWAR SISWADI)
Penamaan lawas itu menurutnya berdasarkan kondisi alam berupa tebing tinggi yang menjorok atau maju sehingga disebut jontor. Adapun keraton sebagai nama baru, kata Ase, mewakili kekagumannya atas panorama tebing yang megah. "Tidak ada unsur mistisnya," ujar dia.
Baca juga: Jelajah 5 Tebing Eksotis di Priangan
Lokasi wisata Tebing Keraton masuk area Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung, Jawa Barat. Sejak ramai dan terkenal, akses masuk ke dalamnya dari gerbang hingga titik pemandangan telah dibuat nyaman untuk pejalan kaki.
Antrean kendaraan wisatawan dari berbagai daerah menuju Tebing Keraton, Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 6 Mei 2016. TEMPO/Prima Mulia
Lantai jalur misalnya beralas paving block. Memasuki area lokasi, pengelola memasang lantai tebing dengan panggung-panggung papan. Teralis besi berjejer kokoh sebagai pagar pengaman. "Harus selfie di tempat ini," kata Yuli, seorang pengunjung.
Lantaran akses jalan yang sempit atau hanya pas untuk dua mobil, maka kendaraan dan pejalan kaki harus bergantian saat lewat. Jalur yang sempit ini juga merembet ke terbatasnya area parkir. Bus besar dan kecil tidak bisa sampai dekat gerbang Tebing Keraton. Mobil juga terpaksa berebut tempat parkir. Selain pejalan kaki, pengemudi sepeda motor bisa mendekat dengan leluasa.
Artikel terkait: Tebing Keraton, Surganya Sunrise di Bandung