Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Medan - Kawah putih bukan satu-satunya pesona yang diandalkan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam atau BBKSDA Sumatera Utara untuk menggaet pengunjung mendatangi Cagar Alam Dolok Tinggi Raja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cagar alam seluas 167 hektare itu berada di Desa Dolok Merawa, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Dari luas seluruhnya, 4 hektare menjadi lokasi utama mata air panas bercampur belerang. Sumber air panas ini dikelilingi endapan travertin atau batu kapur yang berada di ketinggian 450 meter di atas permukaan laut.
"Bukan hanya Kawah Putih yang ada di sana, tapi juga keanekaragaman hayati atau potensi alam lainnya yang masih natural," kata Kepala BBKSDA Sumatera Utara Hotmauli Sianturi kepada Tempo, Kamis pagi, 4 Juli 2019. Tempo berkunjung ke Cagar Alam Tinggi Raja pada Minggu, 2 Juni 2019, atau tiga hari sebelum Lebaran. Ini merupakan kunjungan kedua setelah kunjungan pertama pada 3 - 6 Desember 1995 atau hampir 24 tahun silam.
Pengunjung menikmati keindahan Kawah Putih Tinggi Raja pada Ahad, 2 Juni 2019. Objek wisata ini berada di dalam kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja seluas 176 hektare, yang 4 hektare di antaranya merupakan zona manifestasi panas bumi berupa mata air panas yang dikelilingi endapan travertin (batu kapur). TEMPO/Abdi Purmono
Sebenarnya, kata Hotmauli, orang dilarang sembarangan memasuki Tinggi Raja karena statusnya sebagai cagar alam. Larangan ini mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Meski begitu, tetap saja banyak pengunjung yang datang.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akhirnya mengubah status sebagian kawasan cagar alam itu menjadi taman wisata alam atau TWA pada September 2018. Kawasan yang berubah status menjadi taman wisata alam seluas 60,94 hektare atau 36,5 persen dari total luas Cagar Alam Dolok Tinggi Raja.
Dengan begitu, kawasan taman wisata alam Dolok Tinggi Raja mencakup Kawah Putih, Sungai Bah Balaklak dan air terjunnya, serta Danau Lapparan. Danau Lapparan terletak 2 kilometer sebelah barat Kawah Putih di tengah hutan dan belukar. Air danau bersuhu hangat karena mendapat kiriman air panas Kawah Putih lewat bawah tanah. Meski airnya hangat, biota air seperti ikan dan alga hidup di dalamnya. Sebagian area Sungai Bah Balaklak juga berair hangat.
Dari situ sudah terlihat pesona apa saja yang bisa dinikmati pengunjung di dalam kawasan taman wisata alam Dolok Tinggi Raja. "Jadi, sebenarnya pengunjung bebas berwisata di area taman wisata alamnya, bukan di dalam kawasan cagar alamnya," ujar Hotmauli.
Sebagai cagar alam maupun taman wisata alam, panorama Dolok Tinggi Raja mencakup unsur geologis, estetika, dan botani. Selain ketiga unsur ini, Dolok Tinggi Raja juga dikenal lewat cerita legenda yang turun-temurun. Seluruh unsur ini sejatinya tetap bisa dinikmati pengunjung walau sedang berada di area taman wisata alam.
Flora yang tumbuh di Tinggi Raja merupakan paduan hutan primer dari tegakan tinggi sampai tumbuhan bawah/rendah. Flora tegakan tingginya antara lain kayu kempas (Kompassia sp), kenari (Canarium sp), hoting (Quercus sp), meranti (Shorea sp), ketapang (Termenalia katapa), dan manggis-manggisan (Garcinia sp).
Pengunjung menikmati kehangatan air di objek wisata Kawah Putih Cagar Alam (CA) Dolok Tinggi Raja, Desa Dolok Merawa, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, Ahad, 2 Juni 2019. Keberadaan Kawah Putih Tinggi Raja sebagai kawasan konservasi sudah menjadi perhatian raja-raja Simalungun sejak 1924 atau saat Pemerintah Hindia Belanda berkuasa. TEMPO/Abdi Purmono
Pada daerah dekat sumber air panas dan bekas endapan kapur, tumbuhan yang mampu hidup ialah kelompok ficus, jambu-jambuan, pandan, araucaria (salah satu tanaman konifer alias daun jarum yang sering salah kaprah disebut pinus). Ada pula pohon bambu, pakis dan paku, jenis anggrek, serta tumbuhan merambat lain seperti kantung semar (Nephentes sp), liana, dan hoya sp. Kantong semar banyak tumbuh di tepian Danau Lapparan.
Sedangkan tumbuhan yang hidup di atas endapan kapur gampang tumbang karena humus yang tipis pada lapisan atas saja sehingga perakaran tidak sampai ke dalam tanah sebab bawahnya merupakan tanah kapur. Selain beragam flora, cagar alam Dolok Tinggi Raja juga menjadi habitat siamang (Symphalangus syndactylus), rusa sambar (Cervus unicolor), dan kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatrensis), kancil (Tragulus kanchi), kijang, dan macan dahan (Neofelis nebulosa diardi).
Berdasarkan hasil penelitian tim Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI pada akhir September 2003, diketahui di dalam Cagar Alam Dolok Tinggi Raja terdapat sekitar 70 jenis anggrek, ratusan jenis tumbuhan di bawah, puluhan jenis liana, dan puluhan jenis pohon besar. Bunga bangkai atau Amorphophallus pun pernah ditemukan mekar di sana.