Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pariwisata di Pristina sedang bergairah dengan banyaknya wisatawan yang datang.
Peningkatan wisatawan ke Kosovo terjadi setidaknya sejak 2017 dan terus tumbuh setiap tahun.
Biaya hidup dan wisata di Pristina jauh lebih murah dibanding kota-kota lain di Eropa.
SAAT musim panas, saya menyaksikan pariwisata di Pristina, Kosovo sedang bergairah dengan banyaknya wisatawan yang datang, buah pembangunan yang gencar dilakukan selama 20 tahun terakhir atas bantuan internasional. Ini memberikan tumpuan baru bagi salah satu negara termiskin di Eropa itu, yang sedang berjuang memulihkan ekonominya setelah masa perang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bandar udara di Pristina yang pernah rusak parah kembali dibangun dengan lebih modern, menjadi penghubung penting Kosovo dengan dunia luar. Bandara Internasional Adem Jashari—diambil dari nama pemimpin Tentara Pembebasan Kosovo—resmi dibuka untuk publik sejak 2010 dan kini melayani 800 ribu penumpang setiap tahun. Sejumlah ruas jalan raya juga menghubungkan langsung Pristina dengan negara-negara sekitar, seperti Makedonia dan Albania.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kosovo Agency of Statistics (KAS), peningkatan jumlah wisatawan ke Kosovo terjadi setidaknya sejak 2017 dan terus bertumbuh setiap tahun, kecuali saat paceklik pandemi Covid-19. Pada awal 2024, jumlah wisatawan asing sebanyak 77,295 orang, meningkat 50,8 persen dibanding pada 2023.
Pertumbuhan ini menandai berdirinya banyak hotel, restoran, kafe, pub, dan pusat belanja yang sedikit demi sedikit memberi lapangan pekerjaan baru bagi warga Pristina. Di sebuah apartemen tempat saya menginap di dekat Bulevardi Nënë Tereza nyaris tak pernah sepi dari para pelancong berbagai negara. Setahun lalu, pemiliknya mengubah apartemen dengan sembilan tempat tidur ini dari hunian pribadi menjadi dormitory yang nyaman bagi para backpacker.
Warga Pristina lain juga menjalankan bisnis serupa, terlihat dari banyaknya apartemen yang disewakan di aplikasi perjalanan, menjadi penginapan alternatif yang murah meriah, selain hotel-hotel yang bertumbuhan. Beberapa backpacker yang saya ajak mengobrol umumnya menjadikan Pristina sebagai tempat singgah 1-2 hari sebelum menuju kota-kota lain. Menyewa satu ranjang dalam dormitory hanya cukup merogoh 8 euro, lengkap dengan fasilitas dapur, mesin cuci, dan kamar mandi bersama.
Orang-orang melintas di Bulevardi Nënë Tereza yang dipenuhi kafe dan restoran, di Pristina, Kosovo, 8 Oktober 2024. TEMPO/Ika Ningtyas
Dibanding harga-harga makanan di kota-kota besar di Eropa yang pernah saya singgahi, harga-harga makanan di Kosovo jauh lebih rendah, mungkin paling murah. Saya hanya merogoh 1-5 euro untuk menikmati sebagian besar makanan di restoran Albania, dengan kopi dan bir lokal hanya 1 euro. Membeli 1 kilo apel atau anggur hijau juga hanya 1-2 euro.
Kosovo telah mengadopsi euro sejak 2002 meski negara ini belum menjadi anggota Uni Eropa, menggantikan dinar Yugoslavia dan mark Jerman untuk transaksi. Biaya hidup yang murah menjadi daya tarik berwisata ke Pristina atau Kosovo secara umum.
Fridman, resepsionis di sebuah hotel di kawasan kota lama, mengatakan wisata memberikan harapan baru bagi generasi muda Pristina meski rata-rata gaji masih dianggap rendah. “Mungkin hanya 300-400 euro bekerja di perhotelan,” katanya.
Sebelumnya, perang dan kondisi ekonomi yang sulit mendorong sebagian besar pemuda Kosovo berpindah ke luar negeri, umumnya ke Jerman dan Swiss. “Setiap musim panas, mereka pulang dan memberikan uang untuk keluarganya di sini,” ujarnya, yang sudah dua tahun bekerja di perhotelan. Uang kiriman anggota keluarga tersebut menjadi penggerak ekonomi Pristina selama bertahun-tahun setelah dilanda perang. Kepulangan mereka kerap membuat jalanan kota dipenuhi mobil-mobil berpelat negara lain.
Tapi tak semua pemuda di Pristina beruntung mengadu nasib di negeri orang. Leo Trimi, misalnya, bercerita pernah berpindah ke Jerman bersama sekelompok pemuda lain pada 2015 setelah lulus dari Jurusan Kelistrikan Universitas Pristina. Namun ia gagal mendapat pekerjaan yang layak karena terhambat bahasa.
Ia pun kembali ke Pristina, lalu bekerja berpindah-pindah di restoran Italia. “Saya bekerja dari nol sebagai tukang bersih-bersih dan sekarang bisa menjadi chief,” ucapnya. Namun, dia memiliki dua kakak dan anggota keluarga lain yang hidup di Jerman, Paris, Swedia, dan Austria. Jumlah wisatawan yang terus naik di Pristina memberikan harapan baginya. Leo berencana mendirikan restoran Italia dan apartemen sendiri.
Untuk mengeksplorasi sudut-sudut jauh Pristina hanya tersedia transportasi taksi atau bus kota dengan 10 jalur. Saya menjajal berkeliling dengan bus berwarna kuning nomor 4 dan 1 yang membawa saya ke arah Pristina baru dengan tiket 0,5 euro sekali jalan.
Dari dalam bus, saya menikmati gedung-gedung, pusat belanja modern, dan banyak apartemen yang sedang dibangun untuk memenuhi tumbuhnya jumlah penduduk. Termasuk melewati kompleks Universitas Pristina, kampus yang telah melahirkan banyak mahasiswa serta tokoh-tokoh penggerak perjuangan kemerdekaan Kosovo.
Kosovo tak hanya tentang keberagaman di Eropa. Tapi juga perjuangan sebuah bangsa memperoleh kedaulatan di tengah banyak konflik dan perang di negara-negara lain saat ini yang entah akan berakhir kapan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo