Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Lebak - Masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, mengembangkan inovasi kerajinan alam guna meningkatkan pendapatan keluarga. "Pengembangan kerajinan alam itu dilakukan karena masyarakat Baduy menolak modernisasi," kata Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Saija saat mengikuti kegiatan Bursa Inovasi Desa di Lebak, Kamis, 28/11.
Produk kerajinan tersebut menjadi sumber pendapatan masyarakat Baduy, selain dari hasil komoditas pertanian ladang huma. Usaha kerajinan yang dijalani turun temurun itu mampu menembus pasar domestik dan mancanegara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kerajinan alam itu, antara lain, berupa kain tenun, minuman jahe, minuman madu hutan, tas koja, batik dan souvenir. "Semua menggunakan bahan baku alam yang ada di kawasan Baduy. Mulai dari pewarna kain hingga bahan tas koja, semua dari alam," katanya.
Menurut Saija saat ini sudah ada puluhan unit usaha masyarakat Baduy di bidang kerajinan. Meski diproduksi secara tradisional, namun karya mereka sangat diminati konsumen.Pekerja membuat alas sepatu di salah satu UMKM kerajinan sepatu kulit ikan nila di Cibaduyut, Bandung, 19 September 2016. Sepatu kulit ikan nila tersebut dijual antara Rp500.000 hingga Rp1,5 juta per pasang. ANTARA/Yusran Uccang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Untuk harga berikut rinciannya. Kain tenun Rp65 ribu, baju Rp70 ribu, selendang Rp250 ribu, tas koja Rp25 ribu, kopiah Rp15 ribu, golok Rp300 ribu, souvenir dari harga Rp15-25 ribu. Selain itu, ada juga produk minuman jahe gula aren yang dijual Rp30 ribu per botol dan madu Rp40 ribu per botol. "Warga kami sangat terbantu dengan adanya inovasi itu, pendapatan ekonomi mereka cukup baik," kata Saija.
Neng, 35 tahun, seorang pedagang di kawasan Baduy mengaku banyak pengunjung datang bersama rombongan membeli aneka jenis souvenir Baduy. "Kami setiap akhir pekan kewalahan melayani permintaan wisatawan," kata dia.
Sementara itu, Haerudin, 25 tahun, wisatawan dari Jakarta mengaku kualitas kerajinan itu cukup bagus. Karena itu dia tak segan memborong barang yang tersedia, seperti kain tenun, gelang, gantungan kunci, pernak-pernik miniatur dan golok.
ANTARA