Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sudah punya rencana untuk akhir pekan mendatang? Sabtu dan Ahad, 1-2 Oktober 2022, warga Jakarta akan disuguhi Festival Budaya Batak. Festival yang akan digelar di kawasan Kota Tua Jakarta itu akan menggelar tari Tortor massal, makanan, beladiri, instalasi enam puak Batak, hingga ulos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tari Tortor kerap dikaitkan dengan ritual suku Batak. Disebutkan dalam jurnal, Makna Tari Tortor Dalam Upacara Adat Perkawinan Suku Batak Toba Desa Tangga Batu Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatra Utara yang terbit pada 2017, Tortor merupakan tari yang menggerakkan seluruh badan dengan dituntut irama gondang dengan bantuan tangan dan jari, kaki jinjit-jinjit, dan telapak kaki, punggung dan bahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sejatinya, tarian ini dimaksudkan untuk memanggil roh ke dalam patung-patung batu. Lalu, patung-patung itu bergerak seperti menari namun gerakannya kaku.
Tortor kerap disajikan dalam pesta perkawinan di pesta perkawinan Suku Batak. Jurnal Makna Tari Tortor Sebagai Identitas Orang Batak di Kota Balikpapan yang terbit pada 2017 menyatakan konteksnya perlu takut dan taat kepada Tuhan.Sejumlah gadis mengenakan ulos dan menari tortor saat Misa Malam Natal di Gereja Santa Maria A. Fatima di Kota Pekanbaru, Riau, 24 Desember 2017. Perayaan Natal di Gereja Santa Maria A. Fatima pada tahun ini mengusung tema Inkulturasi Batak Toba, yang ditunjukkan dengan penampilan tari dan ornamen budaya di gereja Katolik itu. ANTARA FOTO
Penari dalam tarian Tortor disebut sebagai Panortor. Penari Tortor punya pantangan yang tak boleh dilanggar. Misalnya para penari tidak boleh melewati batas setinggi bahu ke atas, bila itu dilakukan berarti penari sudah siap menantang siapapun.
Tarian Tortor diiringi alat musik empat gong yang bermakna doa manusia dapat sampai kepada Tuhan dan berkah Tuhan dapat sampai kepada manusia.
Busana penari adalah ulos ragi atau hela. Kain khas Batak itu dipakai dengan makna bahwa bahwa orangtua pengantin perempuan telah menyetujui putrinya dipersunting laki-laki yang telah disebut sebagai “hela” atau menantu.
FATHUR RACHMAN