Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Ini Kisah Tragis di Balik Nama Air Tejun Coban Jahe

Air Terjun Coban Jahe diidentikkan dengan tanaman jahe. Ternyata, Coban Jahe tak punya kaitan dengan tanaman obat itu.

19 November 2019 | 20.00 WIB

Nama air terjun Coban Jahe diambil dari kata pejahe artinya meninggal dunia, bukan tanaman jahe. Pasalnya, berkaitan dengan peristiwa gugurnya para pejuang di wilayah itu. TEMPO/Abdi Purnomo
Perbesar
Nama air terjun Coban Jahe diambil dari kata pejahe artinya meninggal dunia, bukan tanaman jahe. Pasalnya, berkaitan dengan peristiwa gugurnya para pejuang di wilayah itu. TEMPO/Abdi Purnomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Objek wisata alam Coban Jahe mulai populer di wilayah Malang Raya. Wilayah ini mencakup tiga daerah administratif, yaitu Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu.

Objek wisata air terjun itu berlokasi di Dusun Begawan, Desa Pandansari Lor, Kecamatan Jabung, Provinsi Jawa Timur. Lokasinya berjarak sekitar 30 kilometer ke arah timur, dekat pintu masuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
 
Secara spesifik, lokasi Coban Jahe berada dalam kawasan hutan produksi kepunyaan Perhutani Unit II Jawa Timur Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Malang, yang secara teknis dalam kewenangan pengelolaan oleh Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Sukopuro, Kecamatan Jabung. 
 
Lalu apa kaitan Coban Jahe dengan tanaman jahe? Nama belakang air terjun setinggi 45 meter itu sejatinya tidak dipungut dari nama tanaman jahe, tanaman berkhasiat obat bernama ilmiah Zingiber officinale. 
 
Berdasarkan cerita Hadi Suyitno, penanggung jawab pengelolaan Coban Jahe, nama belakang objek wisata yitu diambil dari kata pejahe, yang dalam bahasa Jawa berarti meninggal dunia. 
 
“Kisah latar belakang lokasi ini memang menyedihkan, terkait sejarah perjuangan para pejuang kita dulu,” kata Hadi, Minggu, 17 November 2019. 
 
Air terjun Coban Jahe mulai diminati wisatawan di Malang Raya. TEMPO/Abdi Purnomo
 
Mengutip cerita dari leluhurnya, Hadi menyampaikan bahwa lokasi lokasi hutan dan air terjun seluas 1 hektare itu dulunya jadi tempat pembantaian gerilyawan Indonesia oleh pasukan Belanda pada 1948. 
 
Sebanyak 38 pejuang yang bersembunyi di sana ketahuan oleh tentara Belanda dan kemudian ditembaki dari atas bukit. Semua prajurit gugur dan mereka dimakamkan di taman makam pahlawan (TMP), yang berlokasi sekitar 500 meter sebelum masuk Coban Jahe. TMP ini ditandai dengan sebuah Tugu Makam Kali Jahe. 
 
Pengelolaan objek wisata Coban jahe dikerjasamakan Perhutani dengan Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan (LKDPH) Pandansari Lor sejak 2012 dan kemudian resmi dibuka buat wisatawan mulai 2014. 
 
Saat ini, rata-rata jumlah pengunjung per pekan sebanyak 700-an orang. Pengunjung terbanyak datang tiap Sabtu dan Minggu, juga masa liburan sekolah. Tiket masuk per orang Rp10.000. Khusus bocah berusia di bawah lima tahun gratis. Parkir sepeda motor Rp2.000 dan mobil Rp5.000. 
 
Selain bisa menikmati kesejukan air terjun dan tamannya, pengunjung juga dapat mencoba sensasi berada di dalam rumah pohon. Pengelola juga menyediakan lokasi perkemahan dan area khusus outbound. Pengunjung yang suka susur gua bisa menjajal susur gua yang berada di sisi atas kanan air terjun. 
Warga menjadikan objek wisata Coban Jahe, untuk bersantai sekaligus mendinginkan tubuh di saat cuaca panas. TEMPO/Abdi Purnomo
 
Namun, Hadi menukas, air terjun hanya dikhususkan bagi penelusur gua yang profesional dan berperalatan lengkap karena gua itu sejatinya tidak dibuka untuk umum karena pintu masuknya kecil dan rongga dalamnya agak sempit. ABDI PURMONO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus