Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mulanya hanya iseng di antara petani, mereka mengadu ketangkasan dan kecepatan hewan ternak usai bekerja di sawah menuju ke rumah. Lalu menjadi pacuan yang melembaga, dan tanpa diketahui siapa yang memulai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Begitulah cikal bakal pacuan yang menggunakan hewan ternak yang ada di Indonesia. Olahraga itu menyedot perhatian wisatawan, sehingga mereka rela ke Madura setiap akhir Oktober atau ke Dompu setiap akhir pekan. Inilah olahraga tradisional khas Indonesia yang melibatkan hewan ternak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Makepung
Makepung dalam bahasa Bali berarti kejar-kejaran, merupakan balap kerbau yang dilakukan masyarakat Bali, di Kabupaten Jembrana. Makepung awalnya, hanyalah keisengan para petani yang berloma adu cepat kerbau yang digunakan untuk membajak sampah.
Kerbau itu dikaitkan pada gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki. Makin lama, kegiatan itu makin banyak peminatnya. Seiring riuhnya suasana juga menarik perhatian wisatawan. Makepung kini menjadi olahraga professional, dengan atlet berasal dari berbagai profesi – bukan para petani saja.
Olahraga rakyat inipun dilembagakan dalam Gubernur Cup. Sejak dilombakan pada 1970-an, kerbau yang tadinya hanya seekor diharuskan sepasang. Pedati yang digunakan, ukurannya juga diperkecil. Para kusir atau joki melintasi arena berbentu U, berjarak 1-2 km.
Joki memacu kerbau saat acara Makepung di Jembrana, Bali, Minggu, 16 September 2018. Tradisi balap kerbau yang dulu dilakukan petani di area persawahan setelah panen tersebut kini digelar secara profesional di sirkuit dan diikuti berbagai kalangan sebagai atraksi untuk menarik wisatawan. ANTARA
Sang juara belum tentu yang pertama, karena bentuk arenanya U. Jadi, antara penyentuh garis finish pertama dan kedua harus berjarak 10 meter lebih, bila di bawah 10 meter maka pemenang adalah yang berada di belakang joki pertama.
Karapan Sapi Madura
Karapan sapi bukan sekadar adu cepat sapi, namun juga gengsi. Mulanya, sejak 1990-an karapan sapi dihelat di Sumenep, namun sejak 2019, acaranya digilir di empat kabupaten yang berada di Madura. Saking bergengsinya adu cepat sapi ini, harga sapi karapan juga meroket bisa mencapai ratusan juta.
Sapi-sapi karapan, ototnya dilatih dan dipijat. Bahkan diberi jamu yang terdiri dari campuran rempah dan telur – bisa mencapai 80 butir telur per resep. Rute yang ditempuh sapi sepanjang 200 meter itu, ditempuh dalam hitungan menit. Selain memperoleh hadiah sebagai juara, pemilik sapi memperoleh uang dari hasil taruhan.
Kerapan sapi dimulai dengan Bupati Cup yang digelar dua kali setahun. Para pemenang atau finalis bertarung kembali dalam Presiden Cup, yang biasanya digelar pada akhir Oktober.
Karapan Sapi. ANTARA/M Risyal Hidayat
Pacu Jawi di Tanah Minang
Pacu Jawi sangat mirip dengan karapan sapi, bedanya adalah arena yang digunakan adalah areal persawahan yang basah atau berlumpur. Kedua, ini bukan sekadar lomba cepat tapi juga adu lurus. Maksudnya, sapi dan jokinya harus bergerak pada garis yang lurus – karena kerap sapi berlari ke sisi kanan atau ke kiri.
Perbedaan lainnya, loma tidak diikuti pasangan tapi sendiri-sendiri, untuk menghindari judi atau taruhan. Pacu jawi merupakan tradisi masyarakat Sumatera Barat, yang diadakan tiga kali setahun terutama di Tanah Datar.
Warga dan wisatawan menyaksikan olahraga tradisional Pacu Jawi (Balap Sapi), di Tanah Datar, Sumatera Barat, 13 Agustus 2016. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pacoa Jara
Kuda identic dengan masyarakat Dompu, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pacuan kuda dalam bahasa Dompu disebut sebagai “pacoa jara”. Untuk menyaksikan pacoa jara, kunjungilah Dompu pada 11 April, tepat pada hari ulang tahun Kabupaten Dompu. Setiap tahun, bertepatan dengan ulang tahun Dompu, digelar pacoa jara.
Selain saat ulang tahun Dompu, pacoa jara digelar setiap Minggu pagi – yang disebut trene jara. Tujuannya untuk melatih stamina kuda dan keberanian para joki. Para atlet atau joki umumnya adalah anak-anak usia 5-11 tahun. Hebatnya lagi, mereka memacu kudanya tanpa pelana.
Sejumlah penonton menyaksikan 'pacoa jara' atau pacuan kuda dilapangan Lepadi, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, 5 April 2015. Kejuaraan pacuan kuda tersebut diadakan untuk memeriahkan peringatan 200 tahun meletusnya Gunung Tambora. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Arena pacuan di Dompu berada di Desa Lepadi, Kecamatan Pajo. Arena pacuan ini diberi nama “Lemba Kara” karena dulunya terdapat pohon kara atau tumbuhan berduri tajam, yang menutupi Desa Lepadi.