Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jubah hitam yang dikenakan kapten Argentina Lionel Messi mencuri perhatian dalam sesi pemberian trofi Piala Dunia 2022 di Qatar. Jubah yang juga bernama bisht tersebut diberikan oleh Emir Qatar kepada peraih Ballon D’Or tujuh kali tesebut. Selain itu, sebutan sheikh diucapkan pula di depan nama Lionel Messi. Apa makna jubah dan sebutan sheikh tersebut?
Arti Jubah Bisht
Melansir dari laman Aljezeera, bisht adalah jubah panjang yang terbuat dari bahan ringan. Umumnya bisht memiliki bahan tipis, dengan hiasan yang terbuat dari emas asli yang dikenakan di atas thobe putih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jubah ini sering digunakan di negara teluk, dan menjadi pakaian yang telah dipakai selama berabad-abad dalam berbagai acara khusus. Itu dipandang sebagai tanda penghargaan dan rasa hormat dan biasanya dikenakan oleh pejabat tinggi seperti politisi, syekh, dan individu berstatus tinggi lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mustafa Baig, dosen studi Islam di University of Exeter, mengatakan bahwa bisht adalah jubah formal yang dikenakan oleh keluarga kerajaan, pejabat, calon pengantin pria pada hari pernikahan mereka, dan wisudawan pada upacara wisuda.
“Jadi hanya beberapa orang terpilih yang benar-benar memakai bisht” katanya. “Mereka pada dasarnya menghormatinya (Messi) dengan meletakkannya di atas bahunya. Ini seperti tanda kehormatan, dan semacam sambutan budaya dan penerimaan budaya” kata Baig.
Baig menambahkan bahwa bisht juga mewakili pakaian nasional Qatar, namun hanya pada acara-acara penting. “Dan ini adalah acara puncak. Maksud saya, mungkin tidak ada kesempatan yang lebih besar, jadi mereka menjadikannya sebagai tanda kehormatan” ujarnya.
Baig juga mengatakan dia melihat fenomena tersebut sebagai "pelukan oleh Messi dari budaya lokal" menambahkan bahwa itu adalah "hal yang cukup keren" untuk dilakukan Qatar dan "pemikiran cerdas" atas nama mereka.
Penjelasan dari Penyelenggara Soal Jubah Messi
Pada presentasi trofi Piala Dunia setelah kemenangan Argentina atas Prancis di final pada hari Minggu, 18 Desember 2022 lalu, Lionel Messi ditawari jubah tradisional Arab atau bisht tersebut untuk dikenakan oleh emir Qatar.
Messi mengizinkan Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani untuk meletakkan jubah di pundaknya sebelum mengambil trofi Piala Dunia dari Presiden FIFA Gianni Infantino dan mengangkatnya di depan rekan setimnya yang gembira.
Hassan al-Thawadi, sekretaris jenderal panitia penyelenggara Piala Dunia Qatar mengatakan bahwa hal tersebut hal tersebut ditujukan untuk Messi. “Ini adalah pakaian untuk acara resmi dan dipakai untuk perayaan. Ini adalah perayaan Messi.
Selain itu, Hassan juga menambahkan bahwa Piala Dunia yang dilangsungkan di negaranya tersebut sekalgus dapat mengenalkan budaya mereka. “Piala Dunia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia budaya Arab dan Muslim kami. Ini bukan tentang Qatar, ini adalah perayaan regional.”
Arti Sebutan Sheikh
Mengutip dari laman brintannica, sheikh merupakan gelar kehormatan bangsa Arab yang berasal dari zaman kuno pra-Islam. Umumnya sebutan tersebut diperuntukkan bagi pria terhormat yang berusia lebih dari 50 tahun. Sheikh juga seringkali dieja sebagai sheik, shaikh, shaykh, hingga syaikh.
Gelar sheikh terutama disandang oleh kepala ordo keagamaan, kepala perguruan tinggi seperti Universitas Al-Azhar di Kairo, kepala suku, dan kepala desa dan bagian kota yang terpisah. Selain itu, gelar ini juga diterapkan pada orang-orang terpelajar, seperti ulama’, dan telah diterapkan pada siapa saja yang telah menghafal seluruh Al-Qur’an, walau betapapun mudanya dia.
Sejauh ini gelar yang paling penting adalah syekh al-islam, yang pada abad ke-11 diberikan kepada ulama’ dan ahli mistik Sufi terkemuka. Kemudian pada abad ke-15, gelar ini terbuka untuk mufti (pengacara) terkemuka.
Di Kesultanan Utsmaniyah, penggunaan gelar sheikh dibatasi oleh Süleyman I (1520–1566) untuk mufti Istanbul, yang setara dengan wazir agung. Wazir agung adalah kepala lembaga keagamaan yang mengendalikan hukum, keadilan, agama, dan pendidikan. Karena haknya untuk mengeluarkan fatwa yang mengikat, pejabat ini memiliki kekuasaan yang besar.
Hingga 1924, di bawah Republik Turki sekuler, sisa-sisa terakhir dari institusi tersebut dihapuskan.
DANAR TRIVASYA FIKRI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.