Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Makam Sunan Gunung Jati menjadi salah satu makam para sunan yang sering dikunjungi peziarah. Hampir setiap hari, makam yang terletak di kompleks pemakaman kompleks pemakaman Astana Gunung Sembung, Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati ini ramai dikunjungi peziarah. Peziarah yang berkunjung akan semakin ramai di waktu tertentu, salah satunya saat malam Jumat Kliwon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun tidak seperti makam para sunan lainnya, sejumlah aturan alias pakem harus dipatuhi saat hendak berziarah di kompleks pemakaman Astana Gunung Sembung. Diantaranya tidak semua peziarah diizinkan untuk naik ke tingkat 9 dimana terdapat makam Sunan Gunung Jati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hanya keturunananya dari garis laki-laki atau orang-orang yang mendapat izin dari sultan yang bisa berziarah langsung ke makam salah satu wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa tersebut. Untuk peziarah lainnya hanya bisa berdoa di depan pintu ketiga, yaitu pintu Pasujudan,” tutur pegiat budaya dan pendiri komunitas Kendi Pertula Cirebon, Raden Chaidir Susilaningrat, Senin, 2 Desember 2024.
Pakem atau aturan ini menurut Chaidir sebenarnya untuk melindungi keberadaam makam dan isinya. Dulunya, Astana Gunung Sembung bukanlah makam, namun sebuah pesantren. Di tempat itulah Syekh Datuk Kahfi atau Syekh Nurjati, guru Sunan Gunung Jati mengajarkan ilmu agama. “Makanya di sana terdapat banyak ruang,” tutur Chaidir.
Di ruang-ruang itulah ilmu agama diajarkan dan untuk memasukinya, harus dalam keadaan suci. Sebab itu di beberapa titik ditempatkan padasan atau gentong yang dilubangi untuk berwudhu. Artinya, sebelum masuk orang harus bersuci dahulu.
Bahkan tidak hanya di Astana Gunung Sembung, di Keraton Kasepuhan pun menurut Chaidir, terdapat ruang kerja sunan yang tidak boleh dikunjungi oleh wanita, termasuk sang istri. Alasannya, tentu untuk menjaga integritas sebagai pemimpin. Kebijakan pemimpin bisa dipengaruhi oleh orang-orang terdekat, termasuk istri.
“Pemimpin di masa lalu itu sangat menjaga integritas. Integritasnya sangat konsisten dan sejalan dengan prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik sehingga tidak membiarkan ada bisikan-bisikan halus yang akan mengganggu kebijakannya termasuk bisikan dari istri tersayang. Para istri pun menghormatinya,” tutur Chaidir.
Banyak Terdapat Benda Berharga
Adanya batasan peziarah berkunjung ke makam Astana Gunung Sembung menurut Chaidir juga karena banyak terdapat benda-benda berharga yang harus dijaga dan dilestarikan. Seperti guci-guci dari abad ke 7 dan 8, ada pula kendi pertula, semacam mahkota atau momolo di atas makam yang bentuknya kendi dan konon terbuat dari batu zamrud. “Di malam hari jika terkena cahaya bulan akan memantulkan cahaya hijau yang indah sekali. Ada juga pohon-pohon langka seperti pohon nagasari,” tutur Chaidir.
Semua keberadaan benda-benda itu juga perlu dilindungi hingga pakem pun dibuat. Kondisi ini hampir sama dengan orang tua zaman dulu yang membuat cerita-cerita keramat yang sebetulnya cerita itu dibuat untuk menjaga dan melestarikan sesuatu.
Astana Gunung Sembung atau Gunung Jati?
Masih banyak peziarah yang belum bisa membedakan Astana Gunung sembung dan Gunung Jati. Menurut Chaidir kompleks Astana Gunung Jati terdiri dari dua bukit, yaitu Gunung Jati dan Gunung Sembung. Perbedaannya kalau Astana Gunung Sembung, yang di sebelah kiri jalan dari Kota Cirebon merupakan pemakaman Sunan Gunung Jati dan keturunannya.
Sedangkan Gunung Jati, yang terletak di sebelah kanan dari arah Kota Cirebon merupakan pemakaman orang-orang dekat Sunan Gunung Jati dan bukan keturunananya. “Namun mereka merupakan orang-orang dekat dan tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan sejarah Cirebon,” tutur Chaidir.
Astana Gunung Sembung memiliki 9 tingkatan. Makam Sunan Gunung Jati ada di tingkatan paling akhir, yaitu tingkat ke sembilan. Masing-masing tingkatan ditandai dengan 9 pintu yang memiliki nama. Secara berurutan dimulai dari pintu pertama yaitu pintu Gapura, pintu Krapyak, pintu Pasujudan, pintu Ratnakomala, pintu Jinem, pintu Rararog, pintu Kaca, pintu Bacem dan pintu Teratai.
Pilihan editor: Taman Air Gua Sunyaragi Cirebon, Tempat Menyepi yang Sarat Makna