Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Menginap di Siberut, Bisa Belajar 6 Adat Suku Mentawai Ini

Pulau Siberut di Kepualauan Mentawai, Sumatera Barat menjadi tempat untuk melihat dan menyelami kehidupan tradisional suku Mentawai

25 Juli 2018 | 06.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Padang - Pulau Siberut di Kepualauan Mentawai, Sumatera Barat menjadi tempat untuk melihat dan menyelami kehidupan tradisional suku Mentawai. Ada beberapa desa wisata yang bisa dikunjungi, diantaranya Muntei, Madobag, Ugai, Butui, Atabai dan Matotonan di Kecamatan Siberut Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk menuju Siberut Selatan dapat dicapai dengan naik kapal dari Kota Padang. Kapal cepat Mentawai Fast di Pelabuhan Muaro Padang berangkat setiap Selasa dan Kamis. Waktu tempuhnya adalah 3,5 jam ke Dermaga Mailepet, Siberut Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari Dermaga Mailepet ke Desa Muntei bisa menyewa ojek karena jaraknya hanya 1 kilometer. Sedangkan untuk ke desa lainnya harus menyewa perahu pompon atau perahu mesin

Berikut 6 hal yang layak diketahui seputar adat Mentawai.

  1. Bermalam di Uma

Uma adalah sebutan untuk rumah adat Mentawai. Ini juga nama yang diberikan untuk satu kelompok klan di Mentawai. Setiap klan punya satu rumah besar Umauntuk menggelar kegiatan adat, seperti punen atau pesta.

Uma terbuat dari kayu dengan atap daun. Ukurannya luas, memanjang ke belakang dengan branda yang luas pula. Di pintu masuknya terdapat tempat menggantuungkan tengkorak monyet, babi, dan burung hasil perburuan.

Di tengah uma ada tungku perapian terbuat dari batu, disebut Abut Kerei. Fungsinya untuk penerangan di malam hari, tempat memanaskan gajeuma (gendang) pada saat sikerei (dukun dan hali pengobatan) menari adalam acara ritual.

Tungku itu juga tempat memasak hasil buruan, seperti monyet dan rusa. Selain itu juga jadi tempat acara ritual menginjak bara api dalam upacara pengangkatan sikerei baru.

Di dalam uma bagian belakang ada ruang luas yang berdinding, tempat untuk tidur malam hari. Antar kamar tidur dibatasi kelambu. Di ruang paling belakang ada dapur dengan tungku batu untuk ruang masak sehari-hari.

Bermalam di uma bisa menjadi pengalaman yang sangat menarik untuk melihat keseharian kehidupan tradional Mentawai.

  1. SikereiDua pria suku Mentawai yang merupakan bagian dari Sikerei (dukun) saat memanah di Desa Ugai, Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, (18/04). TEMPO/Ayu Ambong

Sikerei adalah ahli pengobatan dan dukun yang menghubungkan warga dengan roh. Sikerei menjadi tokoh penting di sebuah uma. Dia punya keterampilan mengobati berbagai jenis penyakit dengan ramuan dari tanaman obat.

Dalam pengobatan, Sikerei sering melakukantarian ritual yang merupakan tahap akhir dalam pengobatan. Roh si sakit dihibur dengan tarian dan sesajian agar tidak meninggalkan tubuhnya. Sebab jika jiwa telah meninggalkan tubuh berarti orang tersebut bisa meninggal dunia. Ritual sikerei dilakukan di dalam uma.

  1. Mengolah Sagu

Di kampung tradisional di Siberut para lelaki mengolah pohon sagu di tepi sungai. Sagu adalah makanan pokok suku Mentawai.

Setelah diolah, tepung sagu yang masih basah dan keras diparut lagi dengan parutan rotan, lalu dibungkus daun sagu dan dipanggang.Pembuatan makana dari sagu ini dilakukan para para perempuan.

Makanan dari sagu dinamakan kapurut dan menjadi makanan pokok sehari-hari. Kamprut bisa dimakan tanpa lauk, atau dengan rebusan ikan sungai dalam tabung bambu. Bisa juga dimakan dengan ikan rebus.

Sebatang pohon sagu bisa menghidupi satu keluarga selama enam bulan. Di setiap uma selalu punya ternak babi dan ayam yang cukup banyak.

  1. Meramu racun panah

Lelaki di uma gemar berburu. Tengkorak hasil buruan mereka digantung di pintu masuk umsa sebagai hiasan dan kenang-kenangan.

Mereka berburu dengan menggunakan panah dengan anak panah yang diolesi ramuan beracun. Ramuan racun itu dibuat dari tumbuhan di sekitar uma.

Setelah diolesi racun, anak panah dijemur di panas matahari dan disimpan dalam tabung bambu. Racun anak panah ini sangat hebat, sehingga jika menggores tangan saja bisa menyebabkan kematian.Tdak ada binatang yang dapat bertahan lama setelah terkena racun panah itu meskipun hanya ekornya yang terkena.

  1. AlakTogaSeorang perempuan Mentawai dihias kepalanya pada ritual Ogok Utek saat Festival Pesona Mentawai, di pantai Mappadegat, Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, 2 Oktober 2017. Ogok Utek merupakan ritual merangkai bunga di kepala bagi perempuan di Mentawai. ANTARA FOTO

Di dalam uma banyak bergantungan kuali-kuali besar yang berjejer rapi itu sebagai hiasan dinding. Ada lebih 30 kuali yang dikoleksi setiap uma. Kuali itu adalah alak toga atau mas kawin dari lelaki untuk keluarga perempuan.

  1. Tato

Tato bagi orang Mentawai tak hanya untuk keindahan tubuh, tetapi juga lambang yang menunjukkan posisi atau derajat dirinya. Ada sekitar 160 motif tato di Siberut.

Setiap orang Mentawai bisa memakai belasan tato di sekujur tubuhnya. Pembuatan tato dilakukan Sipatit, seorang lelaki dan tidak boleh perempuan. Sebelum pembuatan tato harus diadakan ritual punen patiti yang dipimpin oleh seorang sikerei.

Upacara yang dilakukan dengan menyembelih babi atau ayam itu hanya dilakukan pada awal pentatoan pertama. Bahan pewarna tato adalah olahan jelaga bekas asap tungku dapur dicampur air tebu. Sedangkan penusuknya adalah jarum yang diikatkan ke sebatang kayu kecil. Lalu dipukul-pukul dengan kayu kecil lainnya untuk menusukkan ke kulit.

FEBRIANTI (Padang)

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus