Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Di Yogyakarta ada sebuah bangunan cagar budaya yang merupakan pabrik cerutu. Namanya PD Taru Martani.
Bangunan bersejarah itu bukan terletak di dalam sumbu imajiner Keraton Yogyakarta - Malioboro - Tugu. Pabrik cerutu Taru Martani berada sedikit tersembunyi di timur Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Sejak dibangun pada 1918, pabrik yang berusia 102 tahun itu masih beroperasi sampai sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada masa penjajahan Belanda, pabrik cerutu PD Taru Martani bernama NV Negresco dan terletak di Jalan Magelang, Yogyakarta. Setelah Indonesia merdeka, kepemilikan otomatis beralih pada Keraton Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX kemudian memindahkan lokasi pabrik itu ke Jalan Kompol Bambang Suprapto, Baciro, dan mengganti namanya menjadi Taru Martani yang artinya 'daun yang menghidupi'.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah pekerja di PD Taru Martani Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono
"Saat ini Taru Martani menjadi salah satu Badan Usaha Milik Daerah Pemerintah DI Yogyakarta," ujar Direktur Utama PD Taru Martani, Nur Ahmad Affandi saat ditemui Sabtu 4 Juli 2020. Taru Martani okus memproduksi cerutu dengan bahan-bahan yang didatangkan dari tembakau lokal, terutama dari Jawa Timur dan Nusa Tenggara.
Pasar cerutu Taru Martani meliputi negara-negara di Eropa dan Amerika, seperti Swiss dan Jerman. "Paling banyak ekspornya ke Amerika," ujar Nur. Sebagian besar pekerja PD Taru Martani adalah penduduk sekitar. Mereka terbagi dalam beberapa unit kerja, di antaranya memilih tembakau, mengola, sampai mengemas.
Kondisi bangunan zaman Belanda yang masih dipertahankan di PD Taru Martani Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Sebagai bangunan cagar budaya, Nur Ahmad mengatakan tak bisa sesuka hati mengubah bangunan utama. Proses produksi tetap berlangsung dengan menata kompleks agar terlihat asri. Bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui peraturan menteri pada 2007.
Pabrik Taru Martani memiliki tampilan layaknya bangunan peninggalan masa Belanda di Yogyakarta. Menganut arsitektur dengan bentuk atap kampung setrawuran sebagai cermin daya tampung yang besar. Bangunan itu memiliki dua blok utama dalam kompleks, yakni untuk bagian produksi dan administrasi.
Suasana pabrik cerutu Taru Martani di Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Sembari menjaga kelestarian dan keaslian bangunan utama, PD Taru Martani juga menerapkan diversifikasi usaha yang saling mendukung. Contoh, memanfaatkan sebagian halaman yang masih kosong untuk mendirikan sebuah kafe non-permanen sebagai tempat berkumpul anak muda.
"Terkadang kami menggelar acara fotografi dengan latar kegiatan di pabrik Taru Martani atau menyaksikan proses produksi cerutu," ucapnya. Kafe yang mampu menampung sekitar seratus pengunjung itu menawarkan berbagai makanan spesial Taru Martani, seperti Nasi Goreng Taru Martani hingga Kopi Cianjur.
Kafe di Kompleks PD Taru Martani Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono
"Biasanya kafe Taru Martani ramai pengunjung pada sore sampai malam hari," kata Nur Ahmad. "Yang tak kebagian tempat duduk di dalam kafe akhirnya lesehan di tikar."