Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kawasan Gunung Merapi masih tertutup untuk aktivitas wisata maupun pendakian. Petugas Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi atau BPPTKG Yogyakarta melarang siapapun masuk area radius 5 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kendati petugas sudah melarang, masih ada warga desa yang tinggal di lereng Gunung Merapi yang kembali ke rumah dengan berbagai alasan. Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono memahami perilaku warga desa di sekitar Gunung Merapi yang bolak-balik menengok rumah mereka dan tak betah berada di pengungsian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sultan Hamengku Buwono X tak mempersoalkan perilaku warga desa di sekitar Gunung Merapi yang kembali ke rumah, asalkan status Merapi belum naik dari level siaga menjadi awas. "Mereka itu tilik omah," ujar Sultan seusai bertemu dengan petugas Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi atatu BPPTKG Yogyakarta, Senin 7 Desember 2020.
Pengungsi perempuan, menurut dia, relatif mau bersabar menunggu di pengungsian sampai situasi benar-benar aman. Namun kaum pria yang tidak sabar ingin kembali ke rumah untuk mengecek kondisi dan memberi makan binatang peliharaannya. "Kecuali hewan ternaknya sudah ikut dibawa turun, mereka mungkin tidak kembali ke rumah," ujar Sultan.
Foto udara kondisi puncak Gunung Merapi, Jumat 27 November 2020. (ANTARA/HO-BNPB)
Bercermin dari erupsi dan letusan Gunung Merapi pada 2004 dan 2010, pemerintah akan mengevakuasi hewan tenak belakangan. Musababnya, biaya evakuasi dan pemeliharaan binatang ternak jauh lebih mahal karena jumlahnya relatif lebih banyak.
Sultan Hamengku Buwono X menceritakan pengalamannya membuntuti dan mengawasi pengungsi Gunung Merapi saat erupsi dahsyat 2010. Setelah Gunung Merapi meletus, ribuan orang mengungsi ke Stadion Maguwoharjo. Pada pukul 03.30 WIB, Sultan naik mobil dari stadion mengikuti pengungsi yang naik sepeda motor untuk kembali ke rumah mereka di lereng Gunung Merapi.
Para pengungsi yang nekat balik ke rumah itu membawa makanan yang sudah disiapkan anak istrinya di pengungsian. Makanan itu adalah sisa makanan di pengungsian yang dikumpulkan kemudian dibawa ke rumah untuk diberikan pada binatang ternak mereka yang ditinggal. "Makanan itu dibawa pakai sepeda motor sampai ke rumah, lalu disebar buat ayam dan bebek," ujarnya.
Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X berkunjung ke pengungsian erupsi Gunung Merapi pada Selasa, 10 November 2020. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Bapak-bapak pengungsi baru turun dan kembali ke pengungsian di sore hari. Adalah istri dan anak mereka yang mengurus jatah makan siang bapak-bapak tadi untuk disantap pada malam hari. Sultan mengatakan, tak mudah menjadi pengungsi saat aktivitas Gunung Merapi naik dan siap erupsi. Walau tinggal di pengungsian, para kepala keluarga itu tetap kembali ke rumah, mengurus ternak, dan memelihara rumahnya.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi atau BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida mengatakan kondisi Gunung Merapi sampai Senin, 7 Desember 2020, cenderung stabil tinggi. Data relatif sama sejak statusnya naik dari waspada menjadi siaga pada 5 November 2020. "Seismitasnya masih tinggi, kegempaan masih tinggi, deformasi juga masih belum memendek, penambahan masih 11 sentimeter per hari," ujarnya.
Masyarakat perlu mewaspadai deformasi Gunung Merapi. Terlebih situasi seperti ini bakal berlangsung lama. Hanik berharap para pengungsi bersabar dan mematuhi arahan petugas karena aktivitas Gunung Merapi masih tinggi.