Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ondel-ondel tak pernah absen menghiasi sejumlah tempat wisata di Jakarta. Kehadiran sepasang boneka jangkung itu kerap menjadi penyambut tamu di pintu-pintu masuk lokasi rekreasi atau kawasan hiburan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keberadaan ondel-ondel sebagai ikon Ibu Kota tak pernah luput dilirik mata. Siapa pun bisa dibikin jatuh hati. Beberapa toko oleh-oleh bahkan menyediakan replika ondel-ondel untuk dibawa pulang para turis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ondel-ondel yang kini tampil manis, ternyata adalah hasil dari "evolusi" yang cukup panjang. Masyarakat Betawi mulanya tak mengenal ondel-ondel sebagai boneka dengan wajah berias bedak, lipstik, dan aksesori seperti sekarang.
“Di masa lalu, tampilannya menyeramkan. Anak-anak takut melihatnya,” ujar budayawan Betawi yang berkonsentrasi dengan kesenian ondel-ondel, Ahmad Suaip alias Davi, melalui surat elektronik, Jumat, 22 Juni 2018.
Boneka bertubuh jangkung yang tingginya mencapai 2,5 meter itu pernah dipandang seperti momok. Namanya pun bukan ondel-ondel. Kata Davi, masyarakat Betawi dulu kala menyebut mereka barongan.Boneka ondel-ondel yang telah selesai dibuat di kawasan Kramat, Jakarta, 16 Maret 2016. Ondel-ondel merupakan sebuah boneka besar dengan tinggi sekitar 2,5 meter dengan garis tengah 80 cm. TEMPO/M Iqbal Ichsan
Barongan konon memiliki gigi bercaling. Kepalanya terbuat dari bahan kayu yang dipahat menyerupai wajah manusia. Cara menarinya mengikuti ritme musik dan selalu disertai atraksi pencak silat.
“Kalau sekarang, barongan atau ondel-ondel terbuat dari fiber, mukanya lembut dan disukai anak-anak,” katanya.
Dalam catatan seorang saudagar asal Inggris, W. Scott, sejarah barongan bermula pada awal abad ke-16. Barongan mulanya dihadirkan untuk ritual-ritual khusus. Misalnya saat mengarak pengantin atau anak laki-laki yang akan sunat.
Tidak seperti sekarang, pada masa lampau, barongan dengan bentuk tangan selalu merentang akan beratraksi dengan cara berputar terus saat arak-arakan. Ini menyebabkan orang tak berani mendekat karena takut kena tamparan tangan kedua boneka itu.
Tujuan sebenarnya adalah supaya tak ada seorang pun yang menghalangi pengantin melangsungkan pernikahan atau hajatan. “Setelah arak-arak kelar, ondel ondel dipajang di muka jalan sebagai simbol ada keramaian atau sukacita,” ujarnya.
Pemasangan ondel-ondel di muka jalan dibarengi dengan dinyalakan petasan atau kembang api kretek.
Dari masa ke masa, ondel-ondel ditampilkan alam pementasan-pementasan publik. Keberadaannya pun menjadi ikon wisata. Menurut Davi, perubahan ini terjadi sejak pemerintahan Gubernur DKI Ali Sadikin.
“Sampai sekarang pun sudah ada peraturan daerah dan peraturan gubernurnya, jadi makin dihargai dan diperhatikan,” ucapnya.