Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir merespons kekalahan Timnas U-23 Indonesia dari Irak dalam laga perebutan juara 3 Piala Asia U-23 2024, Kamis 2 Mei 2024. Pada pertandingan untuk mendapatkan tiket lolos Olimpiade 2024 itu, Timnas Indonesia kalah dengan skor tipis 1-2 pada pertandingan yang dipusatkan di Stadion Abdullah bin Nasser bin Khalifa, Doha, Qatar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menang dan kalah adalah bagian dari kontestasi. Politik pun demikian, jangan larut meratapi kekalahan, sebaliknya jangan jumawa kala menang," kata Haedar, Jumat 3 Mei 2024.
Pesan Haedar Nashir untuk Punggawa Timnas U-23
Haedar berpesan kepada punggawa Timnas U-23 dan para pendukungnya menyikapi kekalahan itu dengan bijaksana. "Sikapi semua dengan tenang, disertai semangat tetap terus berjuang, memperbaiki diri secara optimal disertai ikhtiar plus tawakal,” kata Haedar menambahkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski kalah, Timnas Indonesia masih punya peluang terakhir lolos ke Olimpiade 2024 di Paris lewat pertandingan di babak playoff melawan wakil Afrika, Guinea pada 10 Mei 2024. “Semoga (dalam kesempatan terakhir itu) Indonesia menang, sehingga kekecewaan beruntun di Qatar ini dapat terobati,” kata Haedar.
Haedar menambahkan, jika saat melawan Timnas Guinea, Indonesia belum beruntung alias kalah kembali, ia berharap juga jangan terlalu kecewa. "Itulah perjuangan sepakbola sebagaimana berjuang dalam dinamika hidup lainnya," ujar dia.
Menurut Haedar, bagaimana pun, skuat yang dipimpin Justin Hubner itu telah bermain hebat hingga kalah tipis lawan Irak di babak perpanjangan waktu. Perlawanan itu menunjukkan perjuangan Timnas yang luar biasa dan membanggakan masyarakat Indonesia.
Belajar dari Negara Raksasa Bola
Haedar berpesan agar Timnas Indonesia belajar pada kekalahan negara-negara yang dianggap paling dominan dalam kejuaraan dunia sepakbola. Ia mencontohkan, Belanda yang bertaburan bintang kala itu seperti Johan Cruyff, Johan Neeskens, Marco Van Basten, Ruud Gullit, Frank Rijkaard pun dua kali gagal di final Piala Dunia di Jerman pada 1974 serta di Meksiko tahun 1978.
“Italia sang juara dunia empat kali bahkan tragis. Tim bertabur bintang itu pernah gagal tiga kali melaju ke Piala Dinia," kata dia.
Pada Piala Dunia 2018 di Rusia, kata Haedar, Italia gagal lolos setelah kalah oleh Swedia. Pada 2022, Italia bahkan gagal mengenaskan setelah dikalahkan negara kecil Makedonia Utara dengan skor 1-0 di semi-final play-off Path C Zona Eropa.
Jauh sebelumnya, pada 1958 ketika Brasil juara dunia di Swedia, Italia juga gagal lolos karena dikalahkan Irlandia Utara kala itu. Hebatnya Brasil sang juara dunia lima kali juga tak jaminan selalu menang. Terbukti Tim Samba kini berada di ujung tanduk dan terancam nasibnya melaju ke Piala Dunia 2026.
"Itulah dunia sepakbola, sebagaimana ruang kehidupan pada umumnya, penuh warna dan dinamika," kata Haedar, "Jadi kalah dan menang biasa, sikapi dengan kesungguhan tapi wajar dan tengahan, tidak usah berlebihan, tetaplah berjuang gigih."