Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=#CC0000>Kematian David </font><br />Kesulitan Saksi Pendukung

Keterangan para saksi mengarah pada bunuh diri. Saksi yang ”membela” David belum didengar dan mungkin takut memberikan kesaksian.

1 Juni 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah titik terang akhirnya didapat Hartono Widjaja terkait dengan misteri kematian anak bungsunya, David Hartanto Widjaja, pada 2 Maret lalu, di Singapura. Titik terang itu muncul dari keterangan Lim Chin Chin, ahli forensik dari Laboratorium Forensik Kimiawi dan Fisika Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura, di hadapan persidangan koroner, Selasa pekan lalu.

Menurut Chin Chin, bercak-bercak darah yang menyebar di dinding kantor dan monitor komputer Profesor Chan Kap Luk adalah darah David. Jejak darah itu, menurut perempuan ini, menunjukkan bahwa ada ayunan tangan dari atas monitor mengarah ke bawah lalu terjadi darah yang memuncrat dari luka atau benda yang berlumuran darah. Percikan darah yang mengotori sejumlah dokumen dekat pintu kantor juga darah David. Sedangkan darah Kap Luk hanya ditemukan di lantai dekat meja komputer. Chin Chin menduga, saat kejadian, Kap Luk sedang duduk di dekat meja komputernya.

Darah David juga ditemukan berceceran di luar kantor Kap Luk. Masih menurut Chin Chin, ada kemungkinan darah itu mengucur dari pergelangan tangan kanan David. Darah Kap Luk juga ditemukan di luar ruangan tapi arahnya berbeda dengan percikan darah David. Chin Chin mengatakan, keterangannya ini berdasarkan 120 foto, kunjungan dua kali ke tempat kejadian perkara, dan informasi polisi.

Bagi Hartanto, keterangan Chin Chin memberikan indikasi bahwa kematian David bukan lantaran terjatuh dari jembatan di lantai empat yang menghubungkan gedung blok S1 ke gedung riset Techno Plaza, Universitas Teknologi Nanyang, Singapura. Sebelum jatuh, ”Anak saya mendapat luka pisau,” tuturnya kepada Tempo, Kamis lalu. Adapun kematian David akibat terjatuh itu adalah keterangan yang disampaikan Su Guaning, Rektor Universitas Teknologi Nanyang, hanya enam jam setelah peristiwa heboh itu terjadi.

David, 21 tahun, adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Elektronik dan Kelistrikan Universitas Teknologi Nanyang, dan Kap Luk adalah dosen pembimbing skripsinya. Menurut pemberitaan media Singapura, Straits Times, sebelum menjatuhkan diri, sempat terjadi perselisihan antara Kap Luk dan David, yang melibatkan sebilah pisau di ruang kerja si dosen. Ditulis dalam berita itu, David sempat mengiris pergelangan tangannya sendiri sebelum kabur lewat tangga darurat menuju lantai empat dan menerjunkan diri hingga tewas.

Apa yang membuat David terjun dari jembatan itu? Benarkah dia bunuh diri atau sengaja dibunuh? Masih banyak lagi pertanyaan yang berkelebat di kepala Hartono dan keluarga yang ditinggalkan David. Jawaban itu, benar atau tidak menurut Hartono, akan didapatnya dari pengadilan koroner yang dipimpin hakim Victor Yeo. Pengadilan koroner merupakan pengadilan untuk kasus kematian tidak normal atau mendadak di Singapura. Misalnya akibat kecelakaan di jalan raya, pabrik, atau sel penjara, termasuk kematian akibat kekerasan atau bunuh diri. Umumnya, pengadilan ini berlangsung beberapa bulan. Keputusan hakim bisa berupa pernyataan penyebab kematian, seperti kematian murni, akibat bunuh diri, kecelakaan, atau open verdict (terbuka untuk penyelidikan lanjutan) setelah mendengar keterangan para saksi.

”Kami berharap keputusan hakim open verdict,” kata Iwan Piliang, ketua tim verifikasi kematian David. Artinya, kematian David bukan disebabkan bunuh diri sehingga perlu penyelidikan lebih lanjut.

Sidang koroner David berlangsung sejak 20 hingga 26 Mei di ruang 22 gedung Sub Ordinate Court di kawasan China Town, Singapura. Selama lima hari persidangan, ada 21 saksi yang dihadirkan. Selain Chin Chin, saksi lain di antaranya Marian Wang, Gilbert Lau, dan Christopher Syn—ketiganya ahli forensik—lalu Hardian dan Lin-Zhenxing, mahasiswa satu jurusan dengan David, dan tentu saja saksi penting, yakni Profesor Chan Kap Luk sendiri. Pihak David diwakili oleh pengacara Singapura, Shashi Nathan.

Semua saksi itu dihadirkan oleh pihak universitas. Sedangkan saksi dari pihak David belum dihadirkan. Walhasil, kata Hartono, keterangan mereka mendukung dugaan bahwa David bunuh diri. ”Kesaksian mereka banyak bohongnya, penuh konspirasi,” ujarnya.

Seperti diberitakan Straits Times, Wang menyatakan bahwa kematian David akibat aneka luka, termasuk 36 luka gores maupun potong di jari dan pergelangan tangan, kepala, dan kaki. Tapi, ketika Shashi menanyakan apakah luka-luka itu akibat David membela diri terhadap serangan pisau yang diduga dilakukan Kap Luk, Wang menjawab, ”Bisa saja tapi itu tidak mungkin.”

Rekaman gambar dari telepon seluler Lin-Zhenxing juga menguatkan dugaan David bunuh diri. Lin merekam detik-detik terakhir David saat sedang menunggu lift di lantai empat Techno Plaza bersama temannya. Dalam rekaman yang diperlihatkan di persidangan pada Senin pekan lalu, tampak seorang lelaki mirip David sedang duduk di atas atap kaca jembatan. Dari tangan kanan dan kedua kakinya mengalir darah. Celana dan bagian depan kausnya dipenuhi darah. Orang tersebut tampak melihat ke bawah sebelum loncat dan tewas. Video berdurasi 8 detik itu agak buram dan goyang. Kakak David, William Hartono, membantah lelaki dalam video itu adiknya. ”Rekaman itu tidak jelas,” ucapnya.

Kesaksian Kap Luk sudah tentu memberatkan David. Menurut dia, seperti diberitakan Straits Times, David muncul tiba-tiba di kantornya pada 2 Maret sekitar pukul 10.25 waktu Singapura untuk membahas skripsinya. David lalu mengeluarkan USB flash disk dan mengatakan bahwa pekerjaannya tersimpan di dalamnya. Kap Luk mengaku sulit membuka flash disk itu di komputernya, sedangkan David ngotot telah mengerjakan tugasnya.

Kap Luk mengaku bersitegang dengan David. Saat dia memunggungi mahasiswa ini, dia merasakan sesuatu di punggungnya. Kap Luk berputar dan melihat David memegang sebilah pisau. Menurut dia, David menyerangnya lagi tetapi dirinya mencoba merebut pisau tersebut. Kap Luk berusaha melarikan diri tapi David menangkapnya. Dia lantas mendorong David ke samping, lalu lari menuju ruang lain. Di situ dia sadar bahwa punggungnya telah ditusuk pisau oleh David. Kap Luk mengalami luka di jari telunjuk tangan kanan dan memerlukan lima jahitan untuk menutup luka di punggung. Dia harus menjalani perawatan medis selama 20 hari.

”Itu semua bohong,” ucap Hartono menanggapi kesaksian Kap Luk. ”Pisau itu ada di tangan dia.” Penjelasan sang profesor juga dinilai Hartono tak masuk akal. Seandainya benar David menusuk Kap Luk, ”Bagaimana mungkin justru darah David yang banyak tercecer?”

Hartono sadar bahwa saksi yang telah hadir, kecuali Chin Chin, tidak berpihak kepada David. Sementara saksi dari pihaknya belum dapat memberikan keterangan. Dia juga merasa, baik hakim maupun pengacaranya, Shashi Nathan, kurang mengejar keterangan saksi. ”Mereka terima saja apa kata saksi.”

Shashi tak bersedia memberikan keterangan ketika dihubungi Tempo pekan lalu. ”Jangan telepon saya,” jawabnya seraya mematikan telepon selulernya.

Dengan alasan harus segera kembali ke Jakarta, Hartono meminta hakim menunda persidangan hingga 17 Juni mendatang. ”Saya akan berusaha keras mendapatkan saksi yang memihak kami,” ujarnya. Dia yakin, saksi yang dibutuhkannya ada. Tapi mereka takut muncul karena saksi itu sebagian besar mahasiswa dan pekerja di universitas. ”Ada saksi yang melihat David lari sambil berteriak ’they want to kill me’,” tuturnya.

Jalan berliku tampaknya masih harus dilalui keluarga David demi sebuah keadilan. Hartono merasa dirinya tak akan sanggup menempuh jalan itu tanpa bantuan dari pemerintah. ”Saya tidak bermaksud menghakimi NTU (Universitas Teknologi Nanyang), saya hanya perlu kejelasan kenapa anak saya sampai mati.”

Juru bicara Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura, Yayan Mulyana, memastikan keluarga David akan terus didampingi selama persidangan di Singapura. Hanya, kedutaan tidak bisa terlibat dalam pencarian saksi karena itu di luar kewenangan sebagai lembaga diplomasi. ”Kalau KBRI melakukan itu (mencari saksi), artinya kami mencampuri urusan negara itu,” ujarnya.

Anne L. Handayani, Iqbal Muhtarom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus