Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menjelaskan alasan penyidik mendahulukan pemeriksaan terhadap eks Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai saksi kasus korupsi tata kelola minyak mentah dibandingkan jajaran direksi PT Pertamina. Harli mengatakan keterangan dari Ahok berguna untuk menelusuri data soal pengawasan importasi minyak selama dia menjabat sebagai Komut Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harli mengatakan nantinya penyidik pasti akan memanggil para direksi. Sebab, ujar dia, keterangan yang disampaikan Ahok kepada penyidik bersifat umum. “Menurut yang bersangkutan, penyidik bisa mengambil data di PT Pertamina untuk dipelajari lebih lanjut,” kata Harli kepada wartawan di kompleks Kejagung, Kamis, 13 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Harli setelah ini penyidik akan memeriksa direksi perusahaan minyak negara tersebut. “Pasti akan diperiksa, tapi kenapa hari ini yang didahulukan (Ahok), itu sebagai strategi penyidikan,” ujarnya.
Pemeriksaan Ahok berkaitan dengan perannya sebagai Komut Pertamina dalam mengawasi kegiatan ekspor-impor minyak mentah. “Penyidik ingin mendalami peran yang bersangkutan dalam kaitan ekspor-impor minyak,” kata Harli.
Pemeriksaan Ahok berlangsung selama 11 jam. Ahok menyebutkan, selama pemeriksaan dia mendapatkan informasi detail mengenai kasus korupsi tersebut. “Jadi ternyata dari Kejaksaan Agung punya data yang lebih banyak daripada yang saya tahu, ibaratnya saya tahu cuma sekaki, dia tahu sudah sekepala,” kata Ahok kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan, Kamis, 13 Maret 2025.
Ahok mengklaim dia tidak mengetahui bagaimana operasional perusahaan sub holding Pertamina selama menjabat komisaris utama. Sebagai Komisaris Utama Pertamina, dia mengaku hanya bisa melakukan pemantauan berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). “Ini kan subholding, saya nggak bisa sampai ke operasional, saya cuma sampai memonitoring dari RKAP,” ujar dia.
Kasus yang sedang diusut oleh Kejagung yaitu dugaan kongkalikong antara Sub Holding Pertamina dengan pihak swasta untuk menghindari penawaran pemenuhan minyak mentah dan BBM dalam negeri. Dalam kasus ini juga ditemukan modus markup kontrak shipping sebesar 13-15 persen. Juga adanya pembelian BBM Ron 92, namun yang datang Ron 90, spesifikasinya lebih rendah.
Kejaksaan menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. Kejaksaan telah menetapkan 9 tersangka, enam di antaranya adalah pejabat Sub Holding Pertamina dan tiga lainnya dari pihak swasta.
Mereka adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga (PPN) Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin dan Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.
Kemudian Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya, VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne dan VP Feedstock Management PT KPI Agus Purwono.
Kemudian Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joede.
Jihan Ristyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Jadi Tersangka Pencabulan, Eks Kapolres Ngada Ditahan di Rutan Bareskrim Polri