Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Bambang Widjojanto Mengenang Aktivis HAM Munir: Saya Meminta Munir Gabung di YLBHI Jakarta

Sesama aktivis HAM, Bambang Widjojanto mengenang kematian Munir 18 tahun lalu. Saat itu sebagai Ketua YLBHI, ia meminta Munir gabung di Jakarta.

7 September 2022 | 12.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kematian Munir, aktivis HAM pada 7 September 2004 atau 18 tahun lalu, dalam perjalanannya ke Belanda, mengingatkan kembali kenangan Bambang Widjojanto perjumpaannya dengan pria bernama lengkap Munir Said Thalib.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pimpinan KPK periode 2011-2015, Bambang Widjojanto atau BW mengisahkan pertemuannya dengan Munir pada 1995. “Siang itu paska ditunjuk dan dilantik sebagai Ketuan Dewan pengurus Yasasan LBH Indonesia (YLBHI) untuk menggantikan Bang Buyung (Adnan Buyung Nasution), saya segera mengontak para kolega di LBH Daerah untuk bisa bergabung di kepengurusan YLBHI,” katanya kepada Tempo.co, Rabu 7 September 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BW menceritakan, salah satu kandidat yang harus dikontak adalah Munir dari LBH Surabaya. “Untuk itu, saya mengontak Muhammad Zaidun, Direktur LBH Surabaya, sekarang sudah menjadi profesor dan menjadi pengajar di Universitas Airlangga. Saya meminta izin agar Munir dapat bergabung dengan YLBHI di Jakarta dan Mas Zaidun spontan menyetujuinya,” kata dia.

Bergabungnya Munir menambah energi YLBHI saat itu. “ Tak dapat disangkal, Sobat Munir tak hanya bergabung tapi juga menjadi bagian penting yang mewarnai konsolidasi dan gerakan bantuan hukum ditengah represi rezim otoritarian yang makin menguat dan memeroduksi kekerasan tanpa henti,” ujarnya.

Dan, pada hari ini setelah 18 tahun kematian Munir, publik masih bertanya-tanya siapa dalangnya. Istri Munir, Suciwati seperti tak kenal lelah menuntut keadilan bagi suaminya. Ia menuntut kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

“Jasadnya boleh saja sudah terkubur belasan tahun lalu tapi sebagian sikap dan perilakunya seolah tak pernah lekang dari ingatan,” kata BW. “Semangat Munir ternyata masih hidup karena dia berhasil menitipkan pesan, Salam Perjuangan tanpa henti, selama teror dan kekerasan terus diproduksi, kita masih sangat membutuhkan orang-orang berani yang punya hati dan peduli, karena harapan hanya dapat dihidupkan oleh siapapun yang dapat menyemangati dan menyemai asa tanpa henti”.

Kronologi Kematian Munir

Pada Senin, 6 September 2004, tepatnya pukul 21.55 WIB pesawat dengan nomor penerbangan Garuda Indonesia GA-974 lepas landas dari Jakarta menuju Belanda. Hijrah ke Belanda dilakukan oleh Munir untuk menempuh pendidikannya di Universitas Utrecht, Amsterdam. Pesawat yang ditumpangi oleh Munir sempat melakukan transit di Bandara Changi, Singapura. 

Melansir dari Majalah Tempo, dua jam sebelum pesawat tiba di Bandara Schipol, Amsterdam, Munir dinyatakan telah meninggal. Sebelumnya, ia sempat merasa sakit perut usai meminum segelas jus jeruk. Kesakitan tersebut ia rasakan sekitar pukul 08.10 waktu setempat.

Menurut kesaksian setempat, setelah pesawat lepas landas dari transitnya di Bandara Changi, Munir sempat beberapa kali pergi ke toilet dan terlihat seperti orang yang sedang mengalami kesakitan.

Saat itu, Munir sempat mendapat pertolongan dari penumpang lain yang berprofesi sebagai dokter. Pertolongan ini mengharuskan Munir dipindahkan tempat duduknya ke sebelah bangku dokter. Namun, tidak lama menjalani perawatan dari dokter, Munir dinyatakan telah tiada. Munir meninggal ketika pesawat berada pada ketinggian 40.000 kaki di atas Rumania.

Dua bulan kemudian setelah kematian Munir, pihak kepolisian Belanda menyatakan bahwa Munir meninggal dunia karena diracuni oleh seseorang. Sebab, senyawa arsenik ditemukan di dalam tubuhnya usai autopsi dilakukan. Senyawa itu diketahui terdapat di dalam air seni, darah, dan jantung yang jumlahnya melebihi kadar normal.

Melansir Kontras.org, pembunuhan Munir dilakukan secara sistematis dan ditujukan langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan yang sangat terstruktur itu diyakini melibatkan berbagai pihak dari kalangan berkedudukan tinggi. Salah satunya dari pihak maskapai Garuda Indonesia, yaitu pilot Garuda, Pollycarpus dan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia kala itu, Indra Setiawan.

Pollycarpus mengaku hanya menjadi kru tambahan dinyatakan sebagai pelaku pembunuhan dengan memasukkan racun arsenik pada tubuh Munir. Padahal, ketika itu merupakan hari liburnya Pollycarpus sebagai pilot, tetapi Indra Setiawan memberikan surat tugas kepadanya.

Alhasil, Pollycarpus sempat dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Namun, dalam prosesnya, keputusan hakim kerap kalo tidak konsisten berubah-ubah. Setelah memohon peninjauan kembali, hukumannya berkurang menjadi 14 tahun penjara. Pada November 2014, Pollycarpus bebas bersyarat dan dinyatakan bebas murni pada Agustus 2018. Sementara itu, Indra Setiawan diduga turut serta membantu Pollycarpus menjalankan aksinya.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus